
Metro Times (Semarang) Penolakan remisi terhadap terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali (Jawa Pos Group), Anak Agung Gede Narendra Prabangsa, semakin masif. Kali ini, diutarakan Forum Jurnalis Kejaksaan Tinggi (FJKT) Jawa Tengah, yang menilai remisi yang diberikan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) terhadap I Nyoman Susrama, sebagai langkah mundur terhadap kebebasan dan kemerdekaan pers.
Untuk itu, pihaknya mengajak publik untuk bersama mendesak Presiden Jokowi dan Kementrian Hukum dan HAM RI, agar segera melakukan pembatalan pemberian remisi I tersebut. Pihaknya kemudian meminta, agar pemerintah dan aparat penegak hukum (APH) serius mengungkap dan menangani perkara kekerasan yang menimpa jurnalis.
“Jurnalis itu panjang tangan suara rakyat, jadi siapa saja yang mengkriminalisasi jurnalis harus dihukum berat, sebagaimana aturan undang-undang. Jadi bukan malah diberi keringanan, makanya kami menyesalkan sikap presiden yang terburu-buru atas remisi tersebut,” kata Wakil Ketua FJKT Jateng, Sunardi, didampingi Sekretarisnya, Joko Susanto, kepada wartawan, Senin (4/2/2019).
Pihaknya mengajak masyarakat beramai-ramai mengajukan surat keberatan kepada Jokowi, karena adik kandung eks Bupati Bangli, Nengah Arnawa, tersebut terlanjur memperoleh remisi. Dalam kasus itu, Susrama masuk dalam daftar 119 terpidana penerima remisi per 7 Desember 2018. Namun, lima tahun lalu, Susrama pernah memohon remisi, hanya saja ditolak karena penerima pengurangan hukuman setidaknya harus sudah menjalani masa hukuman 10 tahun dan berusia lebih dari 50 tahun.
“Kami minta masyarakat, khususnya organisasi masyarakat (ormas) dan lembaga pers, dimanapun berada agar bersama-sama ajukan surat keberatan ke Jokowi, untuk segera dicabut remisi tersebut,” tandasnya.
Menanggapi hal tersebut, usai memberikan pengarahan dalam acara Pelantikan dan Seminar Nasional Ikatan Pembimbing Kemasyarakatan Indonesia (Ipkemindo) Propinsi Jateng, Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkum dan HAM RI, Dr Sri Puguh Budi Utami, menyampaikan, ada aturan perundang-undangan yang menjadikan landasan pihaknya memberikan remisi, yakni Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 174 Tahun 1999, tentang Remisi. Menurutnya, terkait permasalahan tersebut bagi keluarga mungkin ada benarnya, perlunya rasa keadilan, akan tetapi bagi yang didalam juga menyatakan ingin keadilan.
“Kalau terkait revisi tuntutan wartawan untuk mencabut akibat ada tuntutan, kami sedang melakukan kajian, Menteri Hukum dan Ham sudah meminta kami mengkaji kembali, ini catatannya dan sekarang sudah di kaji. Kami dikantor juga lagi kerja keras memikirkan hal tersebut,” jelasnya.
Untuk itu, pihaknya akan mengkaji kembali. Ia juga menyampaikan terkait, Kepres tersebut merupakan masukan dari pihaknya. Namun, karena Presiden sudah mempelajari, sedangkan masukan tetap dari lapas, kanwil, dan ke pihaknya. Kemudian pihaknya akan melakukan kajian kembali. Ia menyampaikan, selama di dalam lapas 10 tahun lamanya dan yang bersangkutan sudah berkelakuan baik, kemudian mengikuti pembinaan, disitulah pihaknya melihat memang Susrama layak diberi remisi sebagaimana aturan yang ada.
“Didalam Kepres 174 dinyatakan sekurang-kurangnya sudah menjalani 5 tahun dan sisa paling lama 15 tahun, maka setelah yang bersangkutan 10 tahun, kami usulkan untuk diubah, tapi pak menteri sendiri ndak berkenan gegabah,”ungkapnya. (jon/dnl)