
Metro Times (Semarang) Majelis hakim menjatuhkan vonis pidana kepada Bupati Purbalingga nonaktif, Tasdi selama 7 tahun penjara dan denda Rp 300juta subsidair 4 bulan kurungan, atas perkara dugaan suap dan gratifikasi, terkait proyek pembangunan Purbalingga Islamic Center tahap II tahun 2018, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (6/2).
Selain pidana badan, majelis hakim yang dipimpin Antonius Widijantono, juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 3 tahun, terhitung sejak selesai menjalani pidana penjara. Selain itu, menetapkan terdakwa tetap ditahan di rumah tahanan negara, serta membebankan biaya perkara sebesar Rp 10ribu.
Dalam kasus itu, majelis hakim, menyatakan mantan Ketua PDIP Purbalingga tersebut, terbukti melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Majelis juga menilai, terdakwa terbukti menerima suap sebesar Rp115 juta dari pengusaha Hamdani Kosen. Suap tersebut merupakan komitmen fee yang diberikan oleh kontraktor pemenang proyek Islamic Center Purbalingga itu.Selain itu, majelis juga menilai, terdakwa terbukti menerima gratifikasi selama kurun waktu 2017 hingga 2018 mencapai Rp1,19 miliar, dari sejumlah pihak yang ditujukan untuk kepentingan politik terdakwa dalam rangka pemenangan pasangan Ganjar Pranowo- Taj Yasin Maimoen dalam pilkada Jateng.
“Terdakwa tidak pernah melaporkan pemberian yang patut diduga berkaitan dengan jabatannya sebagai bupati itu ke KPK,” sebut majelis. Atas putusan tersebut, baik terdakwa maupun PU KPK langsung menyatakan pikir-pikir. “Ijin yang mulia piker-pikir,”kata Tasdi, singkat usai ditanya sikapnya oleh majelis hakim.
Saat diperiksa sebagai terdakwa, Tasdi menyebut Ganjar Pranowo sempat mampir ke kediamannya, kemudian menyerahkan uang Rp 100 juta melalui ajudan Ganjar. Uang tersebut dimaksudkan untuk buka puasa bersama pada 10 Juni 2018.Uang tersebut ternyata tidak sampai ke bendahara partai. Tasdi mengaku belum sempat menyerahkan ke bendahara karena sudah ditangkap KPK pada 4 Juni 2018.
“Dari Pak Ganjar dibawa KPK, sebenarnya mau digunakan tanggal 10 untuk buka bersama,” kata Tasdi, dalam pemeriksaan.
Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Penuntut Umum (PU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menuntut pidana selama 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp 300juta subsidair 6 bulan kurungan. Kemudian pencabutan hak politik, baik untuk memilih dan dipilih dalam jabatan public selama 5 tahun.
Bila dibandingkan dengan vonis yang menimpa mantan Bupati Kebumen, Yahya Fuad, juga lebih tinggi. Yahya sendiri sebelumnya dinyatakan terbukti menerima suap Rp 12 miliar, terkait sejumlah proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kebumen, oleh majelis hakim, yang juga dipimpin Antonius Widijantono, dijatuhi pidana selama empat tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan, kemudian hak politik dicabut selama tiga tahun sejak bebas masa hukuman. (jon/dnl)