- iklan atas berita -

Metro Times (Purworejo) Sidang kasus pembunuhan satu keluarga dengan terdakwa GN (36), PNS Kementrian Kehutanan Jakarta memasuki vonis, Kamis (24/10). Dalam amar putusan yang dibacakan secara bergantian oleh Majelis Hakim yang terdiri dari Mardison, SH (ketua), Setyorini Wulandari, SH, MH (anggota), Diah Ayu Marti Astuti, SH menyatakan tak sependapat dengan tuntutan JPU Kejari Purworejo.

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan keterangan semua saksi-saksi berkesusaian. Sebelum terjadinya peristiwa pembunuhan pada tanggal 5 Mei lalu, Terdakwa pernah mengancam akan menghancurkan keluarga korban. “Tidak masuk logika hukum bahwa untuk berjaga-jaga, terdakwa membawa tiga buah pisau padahal dia sendirian. Alasan bahwa pisau akan ditunjukkan (untuk menakut-nakuti korban Siti Sarah) juga tidak masuk akal, karena terdakwa datang untuk menyelesaikan masalah (rumah tangga),” kata Majelis Hakim.

Korban yang biasanya pulang ke Purworejo pada Hari Jumat, pada saat itu memilih pulang di Hari Sabtu dengan alasan susah mendapatkan tiket. Majelis hakim menyatakan bahwa hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan karena tiket bisa dibeli secara online.

“Yang memberatkan perbuatan terdakwa meresahkan, sadis dan keji, hingga menyebabkan para korban kehilangan nyawa. Anak terdakwa mengalami luka dan trauma. Hal yang meringankan terdakwa tidak ada,” lanjut Hakim.

ads

Hakim juga tidak sependapat dengan tuntutan JPU karena dianggap tidak setimpal dengan perbuatan terdakwa dan tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat. Akhirnya Majelis Hakim memvonis mati Gunardi, yang disambut sorakan ratusan pendukung keluarga korban. Warga Dusun Panggel, Desa Delangu, Kecamatan Butuh tersebut tiap sidang pasti selalu datang untuk memberikan dukungan dan bahkan sempat berdemo karena tak puas dengan tuntutan JPU yang hanya 20 tahun penjara.

Ima Fatima, anak dua korban (kakak korban Siti Sarah), langsung menangis dan mengucap syukur usai Madison membacakan vonis mati. Dia mengaku sangat berterima kasih kepada Majelis Hakim.

Menanggapi vonis tersebut, pengacara terpidana, Dewa Antara dari LBH Sakti mengatakan pikir-pikir. “Karena hukuman mati itu melanggar HAM dan perkara ini bukam extra ordinary crime. Kami akan pikir-pikir dulu, kemungkinan besar mengajukan banding,” kata Aan usai sidang.

Hal senada juga disampaikan PH, JPU Masruri Abdul Azis yang menyatakan akan pikir-pikir. Karena dalam melakukan penuntutan sudah sesuai dengan apa yang dipelajari dan sesuai dengan keyakinan. “Perbedaan pendapat dengan Majelis Hakim dalam sebuah persidangan itu uda hal biasa. Kami diberi waktu 7 hari untuk pikir-pikir,” kata Masruri yang juga Kasi Pidum Kejari Purworejo ini.

Ketua PN Purworejo, Sutarno, SH, MHum yang ikut memantau jalannya sidang menjelaskan bahwa putusan MH yang melebihi tuntutan JPU tidak masalah selama tidak melebihi ancaman hukuman maksimal pokok. “Dalam membuat keputusan, hakim mempertimbangkan legal justice, social justice dan moral justice. Saya kira Majelis Hakim sudah mempertimbangkan itu,” kata Sutarno.

Untuk mengawal persidangan, ratusan personil Polres Purworejo diterjunkan. Pengamanan sidang dipimpin langsung oleh Kapolres Purworejo, Akbp Indra Kurniawan Mangunsong.

Kepada ratusan warga yang hadir Kapolres menegaskan, apapun hasil keputasan hakim, warga diminta tidak perlu melalukan perbuatan – perbuatan yang berujung pada pelanggaran hukum.

“Kita sudah sampaikan tadi kepada pihak keluarga korban untuk tidak perlu ada keributan terkait putusan hakim,” kata Indra Kurniawan, disela-sela sidang berlangsung. (dnl)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!