
Metro Times (Semarang) Sempat mandek beberapa tahun, Ketua Koperasi Sinergi Inti Artha (KSIA), Zaenal Arifin (ZA), yang sudah ditetapkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), atas perkara dugaan korupsi penyaluran dana program kemitraan atau dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Perseroan Terbatas Perkebunan Negara (PTPN) IX Semarang 2012, sebesar Rp 1,250 miliar melalui lembaga penyalur KSIA kepada 66 mitra binaanya, akhirnya mandek, karena perkaranya dihentikan atau diterbitkannya Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3).
“Perkara ZA sudah di SP3 sejak 7 Maret 2017, sebagaimana nomor print:921/0.3.10/fd.1/03/2017. Setelah perkaranya dihentikan, kemudian terakhir kami mendengar ZA sudah meninggal di Bogor,” kata Kepala Kejari Kota Semarang, Dwi Samudji melalui Kasi Intelijen, Nur Winardi, didampingi Kasi Tipidsus Triyanto, saat ditemui wartawan, Senin (28/1).
Menanggapi hal itu, Ketua Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Kota Semarang, Joko Susanto, menyesalkan perkara tersebut terkesan ditutupi dari public. Karena baru terungkap kalau terbitnya SP3 ditahun 2019. Sedangkan SP3 sudah diterbitkan sejak 2017. Atas permasalahan itu, pihaknya meminta aparat penegak hukum (APH) baik kepolisian maupun kejaksaan, jangan terlalu cepat menetapkan tersangka, kemudian dengan mudah menerbitkan SP3.
“Yang kami kecewakan, kenapa tersangka cepat. Kemudian di SP3, selanjutnya SP3 jarang di ekspos yang gamblang, jadi terkesan ada yang disembunyikan. Bisa dibayangkan dalam kasus itu, 2019 publik diberitahu ada SP3, padahal terbitnya sudah sejak 2017, apalagi sudah melalui beberapa kali ganti Kasi dan kajari,” kata Joko didampingi Sekretarisnya, Okky Andaniswari. P, Kepada metrotimes.
Pihaknya meminta agar APH secara gentleman mengumumkan SP3 yang diterbitkannya ke public melalui media masa. Sehingga jangan hanya terkesan tebang pilih informasi, karena penetapan tersangka cepat diumumkan, sedangkan SP3 terkesan disembunyikan. Dengan begitu, public bisa mengawal untuk melakukan upaya hukum praperadilan, apabila dalam kasus itu ada yang aneh dalam penetapan SP3-nya.
“Apapun kasusnya, namanya SP3 harus diumumkan segera, jadi penyidik jangan tebang pilih info. Kalau penetapan tersangka cepat diinfokan, sedangkan SP3 disembunyikan,” tandasnya.
Perlu diketahui, dalam program tersebut, diketahui Zainal Arifin selaku Ketua KSIA menyalurkan dana program kemitraan kepada Koperasi Mitra Inti Kudus (KMIK) sebesar Rp 250 juta untuk 25 mitra binaannya yang ternyata fiktif. Begitu juga dengan kelompok Sri Padiyatmi dengan jumlah penyaluran dana Rp 100 juta untuk 5 mitra binaan, juga fiktif. (jon/dnl)