- iklan atas berita -

Metro Times (Magelang) Sampai sekarang ini, pembangunan daerah lebih sering disimbolkan dalam bentuk pembangunan fisik. Berupa jalan, jembatan, kantor, gedung-gedung serta bentuk-bentuk fisik lain yang sejenis. Sering juga di dengar pembangunan suatu daerah telah mencapai keberhasilan, namun ternyata ukuran keberhasilan itu lebih berdasarkan norma pemerintah semata.

Di sisi lain, parameter yang bersumber dari lokalitas seperti spirit kebersamaan dan modal sosial lainnya tak banyak mendapatkan ruang. Padahal modal sosial ini tumbuh subur di komunitas-komunitas sosial kemasyarakatan.

Jarak antar penilaian keberhasilan yang dilakukan pemerintah dan masyarakat kadang terbentang luas dan dalam. Implikasinya, jarak antara pencapaian pembangunan dan kebutuhan masyarakat yang dilahirkan sering kali jauh panggang dari api.

Sebagaimana kebutuhan akan ruang bersama untuk bidang seni budaya. Maka ruang bersama bisa mendenyutkan spirit berkebudayaan setidaknya akan menghadirkan nilai-nilai modal sosial yang mampu menjadi akar suatu daerah.

Nilai-nilai modal sosial tersebut antara lain adalah nilai-nilai partisipasi yang memberi dorongan kebersamaan. Kebersamaan ini merupakan inti persaudaraan di mana nilai ini menjadi dasar kuatnya masyarakat. Dari sini relasi pembangunan tidak akan menjadikan sekar antar kelas yang berpotensi menjadi gelanggang pertarungan. Oleh karena itu, nilai partisipasi seolah menjadi alarm pengingat bahwa pembangunan mesti menjadi pengungkit nilai kebersamaan, bukannnya panggung persaingan.

ads

Selanjutnya yaitu nilai-nilai toleransi yang merupakan pangkal untuk meyakini bahwa sumber pembangunan adalah spiritualitas. Lalu nilai-nilai kerelaan yang mengontribusikan sumberdaya, mempertautkan masyarakat dengan aktivitas praktik-praktik kebudayaan. Tentu tumbuhnya nilai-nilai ini akan menerbitkan potensi-potensi yang selama ini tersuruk dan mengendap.

Kemudian nilai-nilai kerjasama yang dalam berapa aspek sering di ungkapkan menjadi gotong royong. Nilai-nilai ini masih menjadi bahasa relasi antar manusia. Harkatnya harus tetap dijaga kadar serta kualitasnya mesti dipertahankan, sebab nilai ini adalah sumber keabadian bangsa. Nilai kegotongroyongan inilah juga yang membuat sebuah daerah atau kota tidak tercerabut dalam kemalangan penyakit individualisme.

Akumulasi dari nilai-nilai tersebut dapat menjadi akar tunjang visi misi pembangunan kewilayahan.

Demikian pembicaraan yang mengalir pada acara Njo Thethek Njo (NTN) Seri Diskusi Literasi Budaya #11 pada hari Rabu malam tadi, tanggal 29 Juli 2020 disiarkan langsung di kanal Youtube Komunitas Pinggir Kali.

Acara yang menghadirkan narasumber dari praktisi lapangan; Umar Iswadi yang merupakan Seniman yang juga Designer, Edi Dayun Purnomo (Didan) seorang Promotor dan Event Organiser, Muhammad Munir seorang Seniman Teater dan Musik, dan Windarti Agustina yang saat ini menjabat sebagai Wakil Walikota Magelang.

“Ibaratnya dalam keluarga, ada ruang keluarga yang bisa menjadi ruang bersama. Ruang keluarga yang ideal yang bisa mengakomodir semua keinginan dari seluruh anggota keluarga tersebut; ayah, ibu, dan anak. Untuk sekala Kota Magelang, kita belum mempunyai ruang sebagaimana fungsi ruang keluarga,” papar Umar Iswadi, yang tidak lain Seniman alumni ISI Yogyakarta ini.

Ruang juga tidak hanya dalam bentuk fisiknya semata tetapi juga sisi batinnya yang diisi dengan interaksi antar manusia di dalamnya.

“Untuk permasalahan Kota Magelang, organisasi simpul seni budaya seperti Dewan Kesenian juga belum ada atau tidak berfungsi sebagaimana fungsinya. Sehingga forum-forum untuk saling mempertemukan dan menjembatani antara aspirasi seniman dan pemerintah menjadi terhambat. Permasalahan ini menjadi sangat penting untuk juga dipikirkan bersama-sama,” terang Munir, Seniman yang juga Guru Seni Budaya di berbagai sekolah di Kota Magelang.

Dalam diskusi tersebut Windarti Agustina, yang juga menjabat Wakil Walikota Magelang menyampaikan,

“Saya siap menjembatani tentang permasalahan ruang seni budaya yang menjadi aspirasi seniman dan semua pelaku seni di Kota Magelang. Apalagi kebutuhannya bukan hanya pada sisi fisik tetapi juga sisi interaksi manusianya. Ke depan, Kota Magelang memang sangat memerlukan ruang-ruang yang menjadi titik pijak penyemaian nilai nilai kebersamaan,” jelas Windarti Agustina.

Bisa jadi penciptaan dan pemanfaataan ruang-ruang seni budaya menjadi salah satu alternatif solusi untuk menyelesaikan sejumlah persoalan kebangsaan dan kenegaraan umumnya, dan terutama di Kota Magelang selama ini. (rif)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!