- iklan atas berita -

Metro Times (Semarang) Diduga dianiaya oleh seorang Warga Negara Asing (WNA) asal Libya, bernama Akrem Daboba, seorang pengusaha sarung merk Mas dan DPR asal Semarang, Edo bin Awud Assaidi, terus memaksimalkan mencari keadilan. Pasalnya kasus yang sudah dilaporkan di Polsek Gayamsari sejak 5 Juni lalu dan telah dilimpahkan penanganannya di Polrestabes Semarang tak kunjung ada perkembangan hingga sekarang.

Adapun kronologi perkara tersebut bermula, ketika Edo menjual tanah dan bangunan miliknya yang terletak di Jalan raya Kaligawe nomor 138, dengan luas sekitar 2193 m2 kepada Suratri, warga Sawah Besar, Semarang. Suratri sendiri mengaku Akrem suaminya. Antara Suratri dengan Edo memang sudah kenal sejak 3 tahun lalu, namun baru deal pembelian rumah dan tanah sekitar April.

Keduanya sepakat bertemu dilokasi rumah Jalan Kaligawe. Dari pembelian itu disepakati dengan harga sekitar Rp 6,7milyar. Kemudian keduanya melakukan perjanjian dan sepakat didepan notaris, diantaranya untuk melakukan pengosongan bangunan dalam waktu 3 bulan, sedangkan Suratri meminta ijin tembok keliling rumah, hanya saja dengan kesepakatan tidak saling mengganggu sebelum batas waktu pengosongan, hanya saja belum habis waktu pengosongan, Edo merasa diganggu, karena bangunan sudah dirubuhkan dan jalan keluar masuk rusak, dengan alasan untuk bangun tembok. Padahal saat itu, masih ada waktu 15 harian sebelum pengosongan, sedangkan uang belum sepenuhnya dilunasi hingga sekarang.

“Rumah itu sebelumnya untuk gudang sarung dan SHM-nya atas nama almarhum ibu saya. Kalau pelunasan memang masih ada jangka waktu sampai 9 Januari 2019, kekurangannya sekitar Rp 267,9juta. Pembayarannya memang disepakati 10 termin,” jelas Edo, saat ditemui wartan di gudang sarungnya, jalan Tlogosari Raya, (20/12).

ads

Kejadian tak berhenti disitu, kembali terjadi yang lebih ekstrim, saat dirinya ingin mengambil Sanyo dan Fleksibel. Karena Edo merasa dua barang tersebut dan tandon air, tidak menjadi obyek bagian dari barang yang dijual. Bahkan sebelum pengambil barang itu, dirinya sudah konsultasi notaris, oleh notaris disarankan supaya hubungan baik, untuk sekedar menyampaikan ke Suratri maupun Akrem. Saat sudah disampaikan, bukannya dapat sambutan baik, melainkan dirinya justru diancam akan dibunuh dengan nada tinggi, apabila mengambil barang tersebut.

Kemudian begitu malam hari dirinya tetap mengambil, saat pengambilan memang ada para pekerja, kemudian ia menduga ada yang lapor Akrem, sehingga datang ke lokasi, dan langsung memukul dirinya dengan batu padas, saat akan mengambil barang yang menurutnya tidak masuk objek penjualan.

Selain itu, ia juga dicekik dengan tangan dan kembali mengancam akan membunuh dirinya. Ia sendiri datang bersama dua pegawainya dan dua orang tukang sanyo. Atas kejadian itu, yang ada dilokasi memang mengetahui kejadian itu, namun dirinya sempat sejenak pingsan atas aksi anarkis tersebut.

“Akibat pemukulan dan pencekikan, saya sampai pingsan dan saraf leher saya terjepit. Jadi saya langsung ndak sadar sebentar saat itu karena kesusahan nafas, bahkan saya juga sempat dibanting dan dicekik. Begitu sadar sebentar, saya langsung bangun dan lari hindari perkelahian,” ungkap warga jalan Nogososro nomor 70, Tlogosari, Semarang ini.

Usai lari, Edo mengaku langsung menuju Rumah Sakit Pantiwilasa Semarang, melakukan perawatan dan paginya dilakukan scan, yang saat ini hasilnya sudah di penyidik kepolisian. Atas aksi tersebut, sanyo dan fleksibel tak juga diambil hingga sekarang. Kemudian dari situ, dirinya langsung melapor ke Polsek Gayamsari, bahkan sudah dilimpahkan ke Polrestabes Semarang, namun belum ada tindak lanjut. Melainkan dirinya, mendapat laporan balik dengan tuduhan pencurian.

Saat di Polrestabes Semarang, dirinya pernah dimediasi langsung oleh Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol Abiyoso Seno Aji. Namun dari mediasi tersebut, hasilnya buntu. Padahal pihaknya menyambut baik adanya mediasi, dengan kompensasi apabila disepakati mememinta ganti rugi, untuk pengobatan dan sebagainya dengan tuntutan materil sebesar Rp 500juta.

Mediasi sendiri juga dihadiri, penyidik, Kapolsek Gayamsari, terlapor maupun pelapor dan tim penasehat hukum. Mediasi buntu karena Akrem menyatakan sepeserpun tak bersedia memberikan ganti rugi materi.

“Tidak ada kesepakatan dalam mediasi itu, Kaporestabes Semarang meminta melanjutkan saja perkaranya, tapi belum ada perkembangan sampai sekarang, malah yang ada laporan balik, tapi bodong, karena barang yang mau saya ambil memang milik saya,” tandasnya.

Pria keturunan campuran Arab dan Jawa ini menyatakan, Akrem sebagai warga Libiya justru semena-mena terhadap WNI. Sehingga ia miris akan hal tersebut. Pengusaha sarung yang berkiprah sejak tahun 2000 ini, juga mengaku Akrem merupakan pengusaha minyak solar.

Terkait laporannya di polisi, ia mengaku sudah 3 kali dimintai keterangan. Hingga berita ini ditulis, Akrem Daboba maupun tim kuasa hukumnya, belum juga dapat dihubungi untuk dikonfirmasi.

Dalam keterangan surat dari Polsek Gayamsari, dengan nomor: B/97a/VIII/RE 1.11/2018/Reskrim, terkait Pemberitahuan Pekembangan Hasil Penyelidikan, yang diterima Edo, yang ditandatangani Kapolsek Gayamsari selaku penyidik, Kompol Wahyuni Sri Lestari, yang intinya menerangkan terkait laporan penganiayaan, yang sudah dilaporkan sejak 5 Juni 2018, masih dilakukan penyelidikan dan sudah meminta keterangan para saksi.

“Guna kepentingan penyelidikan lapor pengaduan, sudah ditunjuk Ipda Endro Soegijarto, Ipda Mukhdir, Aiptu Teguh Bekti selaku penyidik pembantu, dalam upaya mempercepat proses penyelidikan,” kata Kompol Wahyuni Sri Lestari, sebagaimana petikan suratnya. (Daniel

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!