- iklan atas berita -

 

Metro Times (Purworejo) Kerugian yang harus ditanggung para mitra program Ngingu Domba ternyata tidak hanya akibat ketidakpastian waktu pengisian domba sehingga lahan yang telah didirikan kandang menjadi tidak produktif. Sejumlah mitra mengaku telah mengeluarkan rupiah untuk biaya administrasi penambahan unit kandang atau adendum. Bahkan, ada yang jumlahnya mencapai belasan juta.

Hal itu terungkap saat perwakilan mitra bersama koordinator mitra melakukan pengambilan jaminan sertifikat dan letter C Tanah di Kantor KOIN Purworejo, Jalan Kutoarjo Km 6 Desa Candisari Kecamatan Banyuurip, pada Senin (15/3) kemarin.

Dwi Wahyudi, seorang mitra asal Desa Lubang Sampang Kecamatan Butuh, menyebut rela membayar sebanyak Rp600 ribu ke pihak KOIN untuk uang muka adendum 2 kandang pada 23 Agustus 2020. Menurutnya, biaya itu wajib dibayar karena saat pengajuan awal dalam MoU, ia hanya mengajukan 4 unit kandang. Namun, ternyata setelah lahan diukur dinyatakan muat 8 kandang.

“Lalu saya ditawari, kalau mau tambah 4 unit kandang lagi bisa, tapi ada biaya adendum per 1 kandang Rp300 ribu. Saat itu saya setuju dan diminta biaya 50 persen dulu atau Rp600 ribu untuk adendum karena pengajuan 4 jadi 8 kandang, jadi ada 4 yang harus dibayarkan,” sebutnya.

ads
Manager Kemitraan KOIN, Nanang Suwito (Foto: Daniel F. Raja Here)

Namun, meski sudah membayar biaya adendum, hingga saat ini kandang tak kunjung selesai dibangun dan diisi domba.

“Baru diumpak, kalau kandangnya belum sama sekali,” imbuhnya.

Hal serupa dialami Pito (55), warga Pangenrejo pemilik lokasi kandang di Kecamatan Ngombol dan Purwodadi. Dari pengajuan awal yang hanya 8 kandang, ia menambah 20 unit kandang dengan jumlah biaya adendum sekitar Rp3.600.000. Namun, uang muka yang dibayarkan baru Rp300 ribu ke pihak KOIN.

“Sudah bayar dan ada kuitansinya. Saya ada di dua lokasi, sampai sekarang umpak juga belum ada,” ujarnya.

Pito baru menyadari kejanggalan yang terjadi. Menurutnya, aturan adendum dengan tambahan biaya itu aneh.

“Anehnya, dari awal harusnya kita menyodorkan berkas, kan ada denah lokasi dan harusnya yang menentukan pihak KOIN. Kita kan belum tau ukuran dan speknya,” katanya.

Pembayaran dengan jumlah cukup fantastis dialami oleh Imlais Wiski Bagasworo, warga Desa Cengkawakrejo Kecamatan Banyuurip. Ia mengaku telah membayar sekitar Rp14 juta untuk penambahan sebanyak 59 unit kandang dari pengajuan jumlah kandang semula yang disetujui hanya 3 kandang.

“Jadi totalnya saya 62 unit. Untuk adendum sudah bayar empat belas jutaan lah. Ada kuitansi. Sampai sekarang kandang yang sudah dibangun baru 14 dari 62 unit di Desa Cengkawakrejo,” ungkapnya.

Berbeda dengan mereka, Imam Ngaliman Hakim, Warga Desa Wonorejo Kulon Kecamatan Butuh mengaku enggan melakukan adendum mengingat belum ada kepastian pengisian kandang. Saat itu, ia mendapatkan informasi soal adendum melalui pihak kontraktor pembangun kandang bahwa jika kandang ingin segera dibangun, harus adendum.

“Dibilangin kalau kandang mau dibangun cepat harus adendum. Itu dulu info dari pemborong atau kontraktor pembangun kandang, tapi kalau mau bayar ke KOIN. Saya suruh buka lokasi 50 kandang, areal sudah tersedia tapi saya belum mau,” ucapnya.

Sejumlah mitra tersebut berharap ada segera kepastian realisasi pembangunan kandang dan pengisian domba. Hal itu agar kerugian yang ditanggung tidak terus bertambah.

Sementara itu, Manajer Kemitraan KOIN Purworejo, Nanang Suwito, saat dikonfirmasi membenarkan adanya biaya adendum untuk penambahan kandang tersebut. Namun, aturan kesepakatan tambahan itu tidak bersifat mengikat, melainkan kesepakatan bersama antara mitra dengan KOIN.

“Adendum itu ketika mitra mengharapkan penambahan kandang di luar kuota MoU. Ketika mitra tidak mau adendum, kita sesuai MoU awal,” jelasnya.

Disebutkan, biaya adendum senilai Rp300 ribu untuk penambahan per 1 unit kandang. Biaya itu diperuntukkan mengurus legalitas di notaris karena aturan itu tidak masuk dalam MoU awal.

“Biaya per unit, tidak dapat dikolektifkan karena berpotensi menimbulkan kecemburuan para mitra yang menghendaki jumlah kandang berbeda. Jadi adendum itu kondisional,” ungkapnya.

“Ada berita adendum yang ditandatangani oleh mitra dengan KOIN, dan itu bermeterai. Kalau MoU kan sekitar 7 atau 8 lembar, tapi adendum sekitar 3 lembar,” sambungnya.

Secara detail, Nanang mengaku tidak hafal jumlah mitra yang telah melakukan adendum. Namun, ada sekitar 30 puluhan mitra. Dari jumlah itu, ada juga yang melakukan adendum dengan lahan pindah.

“Kita juga tidak mengharuskan lunas, ada yang DP, ada yang lunas,” tandasnya. (dnl)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!