MetroTimes(Jakarta) Kementerian Badan Usaha Milik Negara (Kemen BUMN) menguak banyaknya jumlah anak cucu hingga cicit didalam BUMN disebabkan karena banyaknya pembentukan perusahaan yang tidak berizin.
Hal ini disampaikan langsung oleh Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga yang menerangkan, awal mula jumlah perusahaan BUMN ini berkisar 140. Kemudian, masing-masing BUMN melahirkan anak cucu bahkan cicit perusahaan sehingga jumlahnya menjadi 800-an.
“Sebenarnya harus izin ternyata banyak yang tidak izinnya, bikin juga, makanya kita langsung melakukan pembenahan mulai merampingkan,” kata Arya dalam webinar Ngobrol Bareng Tiki Taka Direksi BUMN, Selasa (16/6/2020).
“Kemarin kan ada Telkom, Garuda dan beberapa lain mulai menghapus anak perusahaan cicit sama cucunya karena dianggap nggak efisien juga,” ujar Arya.
Lahirnya anak cucu perusahaan ini karena berbagai sebab. Salah satunya untuk keperluan proyek sehingga membentuk perusahaan baru.
Kemudian, yang jadi masalah adalah ketika proyek sudah selesai perusahaan itu masih ada. Bahkan, sudah ditinggal pengurusnya.”Jadi banyak yang begitu-begitu ternyata dan akhirnya banyak yang bodong-bodong juga, artinya proyek nggak ada, direksi nggak ada lagi tapi nama PT-nya masih ada,” tutur Arya
Di sisi lain Arya juga buka suara terkait dengan nasib BUMN yang ‘sekarat’. BUMN itu bakal ditutup atau digabung.
BUMN ini ialah BUMN yang tidak bisa mencari untung sekaligus dari sisi operasional sudah tidak bisa apa-apa lagi. Pihak kementerian saat ini sedang menunggu restu untuk menutup atau menggabungkan BUMN tersebut.
“Bisa saja tutup, bisa saja merger. Kita liat peluang-peluangnya kita minta kewenangan kepada pemerintah supaya Kementerian BUMN bisa melakukan itu,” jelas Arya lebih lanjut.
BUMN sekarat ini adalah salah satu jenis BUMN yang dikelompokkan kementerian. Arya mengatakan, untuk merapikan BUMN pihaknya akan membagi BUMN jadi empat kelompok.
Pertama, BUMN yang fokusnya untuk mencari untung atau benar-benar bersifat komersial. BUMN yang masuk kelompok ini seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Kedua, BUMN yang mencari untung sekaligus menjalankan fungsi pelayanan masyarakat yakni “BRI, Pertamina, PLN itu perusahaan cari untung tapi juga untuk kepentingan publik,” katanya.
Ketiga, BUMN yang melayani masyarakat melalui public service obligation (PSO). BUMN kategori ini seperti ini antara lain PT Pupuk Indonesia (Persero) dan Perum Bulog.
Terakhir, BUMN yang tidak untung sekaligus sudah bisa apa-apa lagi alias sekarat.
Sebelumnya, Erick Thohir selaku Menteri BUMN menyatakan ingin merampingkan seluruh anak, cucu, hingga cicit usaha para BUMN. Hal ini dilakukan lantaran jumlah unit usaha di bawah perusahaan induk terlalu banyak dan tak jarang tidak sejalan dengan inti bisnis perusahaan induk.
PT Pertamina (Persero) misalnya, memiliki 142 perusahaan. Jumlah ini setara dengan total perusahaan pelat merah yang ada di dalam negeri.
Begitu pula dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) alias PLN yang diketahui memiliki 50 anak, cucu, dan cicit perusahaan. Jumlah unit usaha perusahaan setrum negara cukup banyak karena ada ketentuan pembentukan perusahaan pada suatu wilayah kerja pembangkit listrik.