- iklan atas berita -

Metro Times (Surabaya) – Prof DR Rizal Ramli menghadiri Semiloka dan Rakor Himpunan Masyarakat Petambak Garam (HMPG) di Hotel Elmi Surabaya, Rabu (28/3).

Menurut  Rizal, persoalan garam adalah masalah klasik,  namun tidak terlalu ribet untuk mencari solusinya. Jika dibedah, ujung persoalan ada pada harga,  garam petani (mentah) dihargai terlalu rendah,  dibanding harga jual garam konsumsi (sudah diolah).

Dicontokan Rizal, harga kotor garam petani kisaran Rp 550-650 /kg. Kalau ditambah Rp 600/kg untuk ongkos proses produksi menjadi garam layak dikonsumsi ditambah keuntungan 20%. Seharusnya harga jual garam konsumsi di kisaran 1500/kg.

“Tetapi garam impor tidak kena pajak tarif impor 20%. Sehingga bisa lebih murah. Solusinya ya perintah harus berani kenakan tarif impor 20%. Apalagi Indonesia itu negara besar jadi wajar jika mengenakan tarif impor untuk komoditas garam,” kata  Rizal.

ads

Lebih janggal lagi, kata Rizal Ramli,  harga jual garam di pasaran justru marginnya terlalu tinggi yakni Rp 1800-2200/kg. Sehingga petani garam keuntungannya jauh dibawah dibanding pengusaha kartel.

“Ada selisih harga Rp 1000/kg itu siapa yang menikmati? Pastilah sembilan ‘perompak’ itu,” sindirnya.

Ia berharap kementerian perdagangan dan perindustrian jangan terlalu sibuk dan mudah keluarkan kuota impor garam. Sebaliknya Rizal berharap mereka mengubah struktur pasar garam supaya lebih kompetitif.

Padahal konfirmasi dari KKP, mereka tidak mengeluarkan izin impor untuk pabrik tersebut. “Oleh karena itu, kami masih menunggu hasil investasi dari KKP terkait itu,” katanya.

Dijelaskan Rizal, meski garam industri mekanisme pengajuan impor sendiri tidak jauh berbeda dengan garam konsumsi, yakni mengajukan rekomendasi dari KKP.

Kemudian izin impor berasal dari Kementerian Perdagangan sesuai pasal pengawasan UU 7/2016 tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudi daya ikan dan petambak garam.

Sementara itu, Ketua HMPG Jatim Mohammad Hasan mengatakan,  bahwa tujuan diselenggarakannya semiloka adalah untuk mencari masukan dan evaluasi terhadap kelembagaan dan persoalan yang dialami anggota HMPG.

“Regulasi pemerintah dinilai masih belum berpihak pada petani dan kebijakan impor garam datanya tidak sesuai dengan kebutuhan sehingga banyak merugikan   garam,”  cetus Hasan.

Dia turut memberikan masukan,  selain Rizal Ramli adalah Dirjen KKP Abduh, Deputi Maritim Agung dan OPD terkait di lingkungan Pemprov Jatim.

Langkah konkret yang akan ditempuh HMPG Jatim, lanjut Hasan,  adalah melakukan judicial review PP No.19/2018 tentang pelimpahan kewenangan rekomendasi impor garam dari kementrian kelautan ke kementrian perdagangan dan perindustrian.

“Ini jelas menyalahi Undang-Undang, kami sudah siapkan materi untuk mengajukan gugatan uji materi PP No18/2018 dalam waktu dekat,” ungkap  Hasan.

Dia sangat menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan abai terhadap para kartel garam yang telah mempermainkan harga garam sehingga sangat merugikan petani dan masyarakat konsumen.

“Pemain kartel garam yang kami ketahui itu,  diantaranya Susanti Mekan, Unicen, Sumatra co, Gerindo, Inti Star, Satindo,Cetam, Budiono Bangsa Madura dan satu lagi belum ditemukan,” pungkasnya.

Namun, Hasan khawatir, peraturan yang tidak ada ketentuan mengatur tentang keterlibatan pemerintah, khususnya ikut serta melakukan pengawasan impor garam industri memberi peluang bagi para perusahaan untuk bebas melakukan impor garam.

“Bisa jadi itu yang dipakai acuan pabrik dalam mengimpor garam industri. Tapi semestinya tidak bisa demikian, sebab kalau perusahaan bebas melakukan impor garam industri, maka peluang untuk merembes ke garam konsumsi besar,” tukasnya. (nald)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!