- iklan atas berita -

Metro Times (Purworejo) Kasus pengancaman dengan pedang melalui video kepada Jamil, warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah masih dalam tahap penyelidikan. Keterangan ini disampaikan oleh Kasat Reskrim Polres Purworejo, AKP Agus Budi Yuwono, usai mewakili Kapolres Purworejo, AKBP Fahrurozi dalam audiensi warga Desa Wadas pro quarry dengan Bupati Agus Bastian di Paringgitan, Pendopo rumah dinas bupati, Senin (30/8) siang.

Seperti diketahui, warga Desa Wadas terbelah menjadi dua kelompok yaitu pro dan kontra quarry. Penambangan batu di Desa Wadas sesuai penetapan lokasi (penlok) Gubernur Jateng yang akan digunakan sebagai pondasi Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendung Bener.

“Dalam kasus ini, kami menerapkan UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) karena kasusnya adalah diancam melalui video bukan secara langsung. Dalam video ada seseorang membawa senjata tajam (pedang) mengancam dan menyebut seseorang yang disebut indikasinya adalah nama Pak Jamil, kami sudah memanggil orang yang diduga menyebarkan dan yang dalam video. Itu pun di sana (Desa Wadas) langsung ada gejolak,” kata AKP Agus BY saat menjelaskan di hadapan warga Wadas yang pro quarry.

Kasat Reskrim menambahkan, hingga saat ini penyidik telah meminta keterangan empat orang, termasuk orang yang diduga ada dalam video pengancaman. Penyidik juga akan meminta keterangan saksi ahli bidang ITE.

ads

“Dugaan pelanggarannya Pasal 45 B UU ITE yang berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000.”

Terpisah, pengacara korban dari LBH Nyi Ageng Serang, Krisna menjelaskan bahwa, warga yang melaporkan dan bisa diproses baru Jamil. “Sebenarnya ada lainnya, tapi mereka takut melapor karena pasti dikucilkan. Kami menerima laporan ada beberapa yang diancam. Sampai-sampai ke ladangnya sendiri untuk memanen atau menggarap ladang saja dilarang oleh orang-orang yang mengaku Gempa Dewa,” kata Krisna.

Ia pun heran, mereka mengaku pecinta alam, tetapi melarang warga memetik hasil panen dan menggarap ladang. “Kepentingan mereka apa? Saat saya tanya apakah mereka memiliki penasihat hukum, mereka tidak bisa menunjukkan surt kuasa. Mereka hanya menyebut Gempa Dewa,” lanjut Krisna heran.

 

Penulis: F. Daniel Raja Here

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!