- iklan atas berita -

Metro Times (Purworejo) Penjabat Sementara (Pjs) Bupati Purworejo Ir Yuni Astuti MA, peringatkan aparatur pemerintah di lingkungan kerjanya, agar memberi teladan dalam penerapan pengendalian gratifikasi. Pasalnya tindakan menerima sesuatu yang dapat berujung pidana tersebut kerap tidak disadari oleh para aparatu sipil negara.

“Jangan sampai karena kita tidak tahu atau pemahaman yang tidak tepat, tetapi masuk gratifikasi. Kan tidak lucu kita kepeleset karena gratifikasi. Kita harus benar-benar memahami filosofi gratifikasi yang dimaksudkan Undang-Undang.” kata Yuni saat membuka sosialisasi pengendalian gratifikasi dilingkungan Pemkab Purworejo di Ruang Arahiwang Setda Purworejo, Senin (9/11/2020).

Yuni menambahkan, informasi mengenai gratifikasi tidak hanya diperlukan bagi aparatur pemerintah saja melainkan juga diperlukan bagi masyarakat. Sehingga diharapkan masyarakat tidak membiasakan memberikan imbalan kepada aparatur pemerintah.

Menurut Yuni, praktik memberi dan menerima hadiah sesungguhnya merupakan hal yang wajar dalam hubungan kemasyarakatan. Apalagi bagi warga Indonesia yang hidup dengan keberagaman suku bangsa dengan segala adat-istiadatnya.

Namun yang perlu dihindari adanya muatan-muatan tertentu pada saat pemberian tersebut, sehingga dapat menimbulkan benturan kepentingan yang menjadikan pemberian itu diindikasikan sebagai gratifikasi.

ads

Dirinya berharap kegiatan ini mampu mendukung pembangunan SDM Pemkab Purworejo bersih yang bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme serta untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) khususnya melalui implementasi program pengendalian gratifikasi.

“Mudah-mudahan melalui sosialisasi ini bisa meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang gratifikasi, sekaligus sebagai upaya preventif terhadap kemungkinan pelaku tindak pidana korupsi,” imbuh Yuni.

Koordinator PPG Direktorat Gratifikasi KPK Penyusun Antikorupsi Utama LSP-KPK Sugiarto menjelaskan jika gratifikasi merupakan akar dari korupsi. Hal itu karena orang yang menerima gratifikasi biasanya menghalalkan segala cara agar dapat memuaskan dirinya sendiri atau orang lain (korporasi), meskipun harus menyalahgunakan wewenang dan melanggar hukum.

“Menurut survey partisipasi publik tahun 2019, hanya 37% responden segmen masyarakat yang mengetahui istilah gratifikasi. Hanya 13% responden segmen pemerintah yang pernah lapor gratifikasi,” terang Sugiarto.

Menurut Peraturan Mahkamah Agung nomor 13 tahun 2016 pasal 4 ayat 2, korporasi juga dapat dipidana bila memperoleh keuntungan atau manfaat, melakukan pembiaran dan tidak melakukan langkah-langkah pencegahan terjadinya tindak pidana.

“Jika masyarakat umum disebut hadiah, jika penerima pegawai negeri atau penyelenggara negara disebut gratifikasi. Gratifikasi diperbolehkan jika pemberian dalam arti luas dan tidak bertentangan dengan UU. Gratifikasi dilarang jika berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajiban,” kata Sugiarto.

Sugiarto menambahkan, terdapat pengecualian sanksi hukum bagi penerima gratifikasi sesuai diatur dalam pasal 12 C Undang-Undang nomor 20 tahun 2001. Gratifikasi tidak dianggap suap jika penerima gratifikasi lapor kepada KPK sebelum 30 hari kerja sejak gratifikasi diterima.

“Tolak gratifikasi jika diterima langsung dan terindikasi suap. Jika tidak dapat menolak atau mungkin karena ragu, segera laporkan,” pungkas Sugiarto.(shp)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!