- iklan atas berita -

Metro Times (Kebumen) Sejumlah aturan BPJS Kesehatan berubah dan mengalami penyesuaian seiring dengan pemberlakuan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang jaminan Kesehatan. Adanya Perpres tersebut tidak hanya menyatukan beberapa regulasi yang awalnya diterbitkan masing-masing instansi, melainkan juga menyempurnakan payung hukum JKN-KIS sebelumnya.

Hal itu mengemuka dalam Konferensi Pers Serentak Implementasi Perpres 82/2018 di Kantor BPJS Kesehatan Kebumen, Rabu (19/12) sore. Paparan terkait penyesuaian aturan disampaikan oleh Kepala Cabang BPJS Kesehatan Kebumen, Wahyu Giyanto, melalui Kabid SDM Umum dan Komunikasi Publik, Wilis Haryuni.

Terdapat sejumlah penyesuaian aturan. Beberapa poin penting di antaranya yakni terkait pendaftaran bayi baru lahir, status kepesertaan bagi perangkat desa, status peserta yang ke luar negeri, aturan suami istri yang sama-sama bekerja, tunggakan iuran, denda layanan, dan aturan JKN-KIS terkait PHK.

Terkait bayi baru lahir dari peserta JKN-KIS, wajib didaftarkan ke BPJS Kesehatan paling lama 28 hari sejak dilahirkan. Aturan ini mulai berlaku 3 bulan sejak Perpres diundangkan. Jika sudah didaftarkan dan iurannya sudah dibayarkan, maka bayi tersebut berhak memperoleh jaminan pelayanan kesehatan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Khusus untuk bayi yang dilahirkan dari peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), maka secara otomatis status kepesertaannya mengikuti orang tuanya sebagai peserta PBI.

ads

Untuk bayi yang dilahirkan bukan dari peserta JKN-KIS, maka diberlakukan ketentuan pendaftaran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) pada umumnya, yaitu proses verifikasi pendaftarannya memerlukan 14 hari kalender, dan setelah melewati rentang waktu itu, iurannya baru dapat dibayarkan.

Untuk menindaklanjuti aturan ini, kami akan segera koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten di wilayah Kantor Cabang Kebumen,” kata Wilis.

Terkait status kepesertaan bagi perangkat desa, adanya Perpres ini juga membuat status kepesertaan JKN-KIS bagi kepala desa dan perangkat desa menjadi lebih jelas. Kedua jabatan tersebut ditetapkan masuk dalam kelompok peserta JKN-KIS segmen Pekerja Penerima Upah (PPU) yang ditanggung oleh pemerintah.

Perhitungan iurannya sama dengan perhitungan iuran bagi PPU tanggungan pemerintah lainnya, yaitu 2 persen dipotong dari penghasilan peserta yang bersangkutan dan 3 persen dibayarkan oleh pemerintah.

“Untuk penyesuaian ini masih membutuhkan aturan turunan,” sebutnya.

Berikutnya untuk aturan suami istri sama-sama bekerja, jika ada pasangan suami istri yang masing-masing merupakan pekerja, maka keduanya wajib didaftarkan sebagai peserta JKN-KIS segmen PPU oleh masing-masing pemberi kerja, baik pemerintah ataupun swasta. Keduanya juga harus membayar iuran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Suami dan istri tersebut berhak memilih kelas perawatan tertinggi.

Jika pasangan suami istri tersebut sudah mempunyai anak, maka untuk hak kelas rawat anaknya, dapat ditetapkan sejak awal pendaftaran dengan memilih kelas rawat yang paling tinggi,” jelasnya.

Terkait Tunggakan Iuran, Perpres 82 memberi ketegasan mengenai denda bagi peserta JKN-KIS yang menunggak. Status kepesertaan JKN-KIS seseorang dinonaktifkan jika tidak melakukan pembayaran iuran bulan berjalan sampai dengan akhir bulan, apalagi bila ia menunggak lebih dari 1 bulan. Status kepesertaan JKN-KIS peserta tersebut akan diaktifkan kembali jika ia sudah membayar iuran bulan tertunggak, paling banyak untuk 24 bulan. Ketentuan ini berlaku mulai 18 Desember 2018.

“Kalau dulu hanya dihitung maksimal 12 bulan. Sekarang diketatkan lagi aturannya menjadi 24 bulan. Ilustrasinya, peserta yang pada saat Perpres ini berlaku telah memiliki tunggakan iuran sebanyak 12 bulan, maka pada bulan Januari 2019 secara gradual tunggakannya akan bertambah menjadi 13 bulan dan seterusnya pada bulan berikutnya, sampai maksimal jumlah tunggakannya mencapai 24 bulan,” sebutnya.

Sementara itu, untuk denda layanan diberikan jika peserta terlambat melakukan pembayaran iuran. JIka peserta tersebut menjalani rawat inap di FKRTL dalam waktu sampai dengan 45 hari sejak status kepesertaannya aktif kembali, maka ia akan dikenakan denda layanan sebesar 2,5 persen dari biaya diagnosa awal INA-CBG’s. Adapun besaran denda pelayanan paling tinggi adalah Rp30 juta.

“Ketentuan denda layanan dikecualikan untuk peserta PBI, peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah, dan peserta yang tidak mampu. Ketentuan ini sebenarnya bukan untuk memberatkan peserta, tapi lebih untuk mengedukasi peserta agar lebih disiplin dalam menunaikan kewajibannya membayar iuran bulanan. Jangan lupa, di balik hak yang kita peroleh berupa manfaat jaminan kesehatan, ada kewajiban yang juga harus dipenuhi,” bebernya.

Perpres 82 Tahun 2018 juga mendorong kementerian, lembaga, dan para pemangku lainnya untuk melakukan perbaikan di berbagai aspek. Mulai dari sisi pelayanan kesehatan, manajemen sistem rujukan, pengawasan terhadap pelayanan kesehatan, koordinasi manfaat, koordinasi penjaminan pelayanan, hingga mengoptimalkan upaya efisiensi dan efektivitas pelaksanaan Program JKN-KIS. (Daniel)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!