- iklan atas berita -
Singgih Yonkki Nugroho : Perempuan Hebat dari Jepara Menjadi Inspirasi Anak Bangsa
Kota Jepara yang terletak di pesisir laut utara provinsi Jawa Tengah berbatasan dengan kota Demak dan Pati merupakan kota dengan sejarah kepahlawanan.
Selain RA Kartini ada dua pahlawan wanita lain yang mengharumkan kota Jepara sebagai bumi lahirnya kejayaan masa lampau anak bangsa.
Diawali Abad 6 Masehi, Kerajaan Kalingga melalui sang Ratunya yaitu Ratu Shima menjadi sosok ratu yang pemberani dan bijak.
Ratu Shima memerintah kerajaan Kalingga setelah suaminya wafat. Dia berhasil membawa Kerajaan Kalingga mencapai puncak kejayaan.
Ratu Shima memerintah dengan sangat keras, tegas, tetapi juga adil, sehingga rakyatnya hidup dengan aman, tertib, dan teratur. Dengan kondisi seperti itu, maka Kalingga menjadi pusat agama Buddha dan Hindu di Pulau Jawa.
Hal ini bisa dilihat dari peninggalannya berupa Candi Bubrah dan Candi Angin yang terletak di lereng Gunung Muria, tepatnya di desa Tempur.
Selain terkenal karena kecantikan dan kecerdasannya, Ratu Shima juga masyhur dengan ketegasannya. Ratu Shima memberlakukan hukuman potong tangan bagi siapapun yang melakukan pencurian termasuk keluarga kerajaan. Karena sikapnya yang tegas, seluruh rakyat Kalingga menaati hukum tersebut.
Selain Ratu Shima, kota Jepara juga pernah menjadi saksi keagungan Ratu Kalinyamat.
“Rainha de Japara, senhora poderosa e rica, de kranige dame” adalah gelar yang disematkan Portugis kepada Ratu Kalinyamat, wanita pejuang dari Jepara selanjutnya.
Gelar ini berarti “Ratu Jepara seorang wanita yang kaya dan berkuasa, seorang perempuan pemberani.” Ratu Kalinyamat memerintah di Jepara selama 30 tahun, yaitu pada tahun 1549-1579.
Ratu Kalinyamat bernama asli Retno Kencono, putri dari Sultan Trenggono (Demak). Ia kemudian menikah dengan Sultan Hadlirin, seorang pendakwah asal Aceh yang bernama asli Thoyib dan mengembangkan daerah Kalinyamat di wilayah Jepara.
Sultan Hadlirin dibunuh oleh suruhan Arya Penangsang dalam perjalanan kembali ke Jepara setelah menghadap Sunan Kudus untuk menyampaikan protes atas pembunuhan kakak kandung Ratu Kalinyamat oleh Arya Penangsang.
Dengan gugurnya Sultan Hadlirin, Retno Kencono akhirnya meneruskan tahta menjadi Ratu Kalinyamat dan memerintah Jepara selama 30 tahun.
Sang Ratu memberi perhatian besar pada bidang politik dan militer. Dia berhasil membangun kekuatan angkatan laut yang besar dan kuat, serta mengembangkan potensi kemaritiman yang dimiliki Jepara.
Selama pemerintahannya, Jepara menjadi kerajaan bahari di mana rakyatnya hidup tenteram dengan mengandalkan laut sebagai sumber utama penghidupannya.
Pelabuhan-pelabuhan itu berfungsi sebagai tempat transit dan juga menjadi pengekspor gula, madu, kayu, kelapa, dan palawija, komoditas perdagangan antarpulau bahkan antarbangsa.
Bahkan pada saat itu, Pelabuhan Jepara sudah bisa melayani kapal dagang yang memiliki muatan 200 ton. Ratu Kalinyamat pun sangat disegani rakyatnya berkat jasanya membawa Jepara mencapai masa keemasan dengan menjadi kota pelabuhan yang maju dan dilengkapi armada laut yang kuat.
Dengan kekuatan armada lautnya, Pulau Jawa tidak berhasil diinvasi oleh Portugis karena memperhitungkan kekuatan armada laut Jepara di bawah pemerintahan Ratu Kalinyamat.
Ratu Kalinyamat, sebagaimana kakeknya Raja Demak Raden Patah, sangat anti kepada Portugis karena berupaya mengganggu kedaulatan Kerajaan Demak setelah Portugis menguasai Malaka.
Perlawanan terhadap Portugis diteruskan oleh Pati Unus, menantu dari Raden Patah yang tak lain adalah kakak ipar dari Ratu Kalinyamat. Walaupun mengalami kegagalan dalam penyerangannya, Pati Unus terus melakukan perlawanan sehingga akhirnya ia pun gugur di medan perang.
Hidup di dalam lingkungan yang selalu melakukan perlawanan terhadap Portugis membentuk sikap yang sama dari Ratu Kalinyamat. Sang Ratu beberapa kali melakukan pengiriman tentara Jepara untuk memerangi Portugis di berbagai tempat.
Pada tahun 1550 ia mengirim 4.000 tentara Jepara dalam 40 buah kapal memenuhi permintaan Sultan Johor untuk membebaskan Malaka dari kekuasaan Portugis. Pasukan Jepara itu kemudian bergabung dengan pasukan Persekutuan Melayu hingga mencapai 200 kapal perang.
Pasukan gabungan tersebut menyerang dari utara dan berhasil merebut sebagian Malaka. Namun dengan persenjataan yang lebih banyak dan lebih modern Portugis berhasil membalikkan keadaan.
Pasukan Persekutuan Melayu dapat dipukul mundur, sementara pasukan Jepara masih bertahan. Dengan 2000 tentara yang selamat, tentara Jepara ini melakukan pertempuran di laut melawan Portugis yang memiliki senjata yang lebih modern.
Namun demikian, upaya perlawanan tentara Jepara dapat diatasi dan akhirnya tentara Ratu Kalinyamat kembali ke Jepara.
Pada tahun 1565, Ratu Kalinyamat mengirimkan pasukan ke Maluku untuk memenuhi permintaan Sultan Tanah Hitu di Ambon yang sedang menghadapi gangguan dari bangsa Portugis dan kaum Hative.
Dengan bantuan tentara dari Jepara, Sultan Hitu berhasil mengusir Portugis dari Ambon. Pada tahun 1573, Sultan Aceh meminta bantuan Ratu Kalinyamat untuk menyerang Portugis di Malaka kembali.
Belajar dari pertempuran tahun 1550, Ratu mengirimkan armada yang lebih besar, yaitu mengirimkan 300 kapal berisi 15.000 prajurit Jepara.
Pasukan yang dipimpin oleh Ki Demang Laksamana itu baru tiba di Malaka bulan Oktober 1574 di mana pasukan Aceh sudah dikalahkan oleh Portugis.
Perjuangan Ratu Kalinyamat sebagai pemimpin Jepara akhirnya diteruskan oleh anak angkatnya yang sebenarnya adalah adik sepupunya, Pangeran Arya Jepara.
Ratu Kalinyamat tidak memiliki anak kandung dari pernikahannya dengan Sultan Hadlirin sehingga penerus tahta diserahkan kepada anak angkatnya yang merupakan anak dari Sultan Banten Sultan Maulana Hasanuddin yang menikah dengan Ratu Ayu Kirana (Bibi dari Ratu Kalinyamat). (Sumber : birokratmenulis.org)
Inspirasiku dari ketiga Pahlawan tersebut menjadikan Jepara sebagai kota yang lekat dengan warisan sikap pemberani, adil dan pembawa obor perubahan walau ketiganya seorang wanita.
“Mereka adalah perempuan hebat yang mempunyai daya juang yang tinggi demi kemajuan, kesetaraan, keadilan, kekuatan dan sebagai sosok ibu yang patut dicontohkan,” jelas Singgih Yonkki Nugroho seorang penggiat sosial sekaligus Caleg DPRD Jateng dari PKB.
Kepemimpinan para pahlawan ini membuktikan bahwa dalam dunia politik, perempuan tidak bisa dianggap remeh.
Menurut Ustadz muda ini, keterlibatan perempuan dalam politik sangatlah penting karena bisa menciptakan kebijakan yang ramah perempuan karena negara Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai sejarah bisa menciptakan Kepala Negara atau Presiden Perempuan.
Di momentum HUT RI ke 78, aktivis anti narkoba ini menilai bahwa kepahlawanan definisinya semakin luas.
“Selain sosok yang mencerdaskan bangsa, menjaga perdamaian dunia, pahlawan masa kini adalah pahlawan yang berjuang untuk negara dan masyarakat agar Indonesia menjadi sejahtera, tumbuh sebagai negara maju adil dan makmur, ” tandas pria yang akan bertarung di Dapil 3 (Jepara, Kudus dan Demak) pada Pemilu 2024 mendatang. (af).