Metro Times (Yogyakarta) Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan bukti adanya dugaan persekongkolan pada proyek Pembangunan Gedung RSUD Anna Lasmanah Kabupaten Banjar Negara, Jawa Tengah. Penananganan kasus tersebut akan berlanjut pada tahap penyelidikan.
Kepala Bidang Penegakan Hukum KPPU Kantor Wilayah VII DIY-Jateng, Kamal Barok membeberkan, dari bukti yang ada diduga ada persekongkolan horisontal maupun vertikal. Persekongkolan horisontal diduga melibatkan PT. Jaya Semanggi Enjiniring dan PT Artadinata Azzahra Sejahtera sebagai pemenang tender serta PT. Haka Utama dan PT Megah Karya Tika Pratama sebagai pemenang cadangan satu.
“PT Megah Karya Tika Pratama dan PT Artadinata Azzahra ini sama-sama dari Semarang. Selain itu ada juga bukti dokumen terkait indikasi persekongkolan sejumlah perusahaan tersebut,” ucap Kamal.
Sedangkan persekongkolan vertikal diduga melibatkan kelompok kerja atau Pokja pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Banjar Negara. Pokja diduga mefasilitasi PT. Jaya Semanggi Enjiniring yang seharusnya tidak memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai pemenang tender dalam proyek itu.
“Dokumenya tidak memenuhi syarat terutama terkait penggunakan peralatan konstruksi berupa tower crane. Yang syaratkan kekuatan Pangkal minimal 30 ton dan ujung 2,5 ton. Sedangkan PT JSE dalam dokumen tidak menunjukan spesifikasi tower crane tersebut,” ujar Kamal.
Terkait hal ini, Pokja kala itu berupaya mengklarifikasi perusahaan penyedia jasa tower crane yang digunakan PT JSE. Namun, perusahaan tersebut diduga menyampaikan dokumen yang tidak benar kepada Pokja.
Tak hanya PT JSE dan PT AAS, lanjut Kamal, pemenang cadangan satu yakni PT Haka Utama dan PT Megah Karya Tika Pratama pun melakukan hal yang sama yakni menyampaikan dokumen yang tidak benar terkait syarat spesifikasi penggunaan tower crane. Namun mereka lolos sebagai pemenang cadangan.
Dari bukti yang diperoleh dari hasil penyelidikan awal, sebut Kamal bahwa hal ini memperkuat dugaan bahwa ada persekongkolan atau ada campur tangan Pokja yang meloloskan perusahaan tersebut sebagai pemenang cadangan.
“Kalau dari pelapor kepada kami menyampaikan adanya dugaan keterlibatan Sekda. Kalau untuk fasilitasi memang berhenti di Pokja, namun apakah itu karena inisiatif Pokja sendiri ataukah ada perintah, itu masih butuh pendalaman,” imbuhnya.
Kamal Barok menjelaskan dari keterangan sejumlah pihak yang telah diperiksa bahwa pembanggunan gedung baru RSUD Anna Lasmanah Banjar Negara telah direncanakan sejak tahun 2016. Dalam perjalanan terjadi revisi sebanyak dua kali terkait dokumen perencanaan pembangunan itu.
Seperti diketahui, pagu anggaran pembangunan pada tahap satu proyek tersebut senilai Rp66 miliar lebih yang bersumber dari Dana BLUD Tahun Anggaran 2023. Dalam proses lelang, PT Jaya Semanggi Enjiniring muncul sebagai pemenang dengan nilai penawaran sekitar Rp55 Miliar.
Kamal menambahkan, spesifikasi tower crane yang digunakan dalam pengerjaan proyek tersebut sangat penting karena akan berdampak terhadap keselamatan kerja. Tower crane yang dipersyaratkan dalam proyek itu kekuatan atau kemampuan pangkal crane 30 ton dan unjung crane 2,5. Sedangkan yang digunakan saat ini kekuatan pangkal 10 ton dan kekuatan ujung hanya 1,5 ton.
“Selain pelapor dan konsultan perencanaan, KPPU juga telah melakukan pemeriksaan terhadap Pokja serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Dari keterangan mereka kasus ini sudah memenuhi syarat untuk naik kepada tahap penyelidikan,” ujar Kamal.
Selain penggunaan tower crane, sebut Kamal, pihaknya juga mengindikasi adanya beberapa dokumen lain yang tidak benar. Mengingat ada empat personel pelaksana dalam proyek RSUD Banjar Negara juga terlibat dalam proyek yang juga bermasalah di Yogyakarta. Kasus dalam proyek di Yogyakarta ini juga akan segera naik ke tahap penyelidikan.
Terkait pelaksanaan proyek itu dari keterangan konsultan kepada KPPU, progres pembangunan gedung baru RSUD Anna Lasmanah per 12 November 2023 seharusnya sudah mencapai 77,85 persen. Namun dalam pelaksanaanya baru mencapai 45,76 persen atau mengalami minus sebesar 32 persen.
“Ketika memang sudah ada bukti bahwa dokumen tidak benar seharusnya PPK sudah bisa bertindak. Apalagi menyambung keterangan konsultan bahwa pelaksanaanya terlambat sekitar 32 persen,” pungkasnya.(dnl)