- iklan atas berita -

METRO TIMES ( Jakarta ) 21 Oktober 2022 Pada tahun 2022 periode kedua pemerintahan Joko Widodo – Ma’ruf Amin, pemerintah berhasil
melaksanakan upaya penyelesaian pelanggaran HAM yang berat, yaitu melalui Pengadilan HAM
untuk kasus Paniai tahun 2014 yang digelar di Pengadilan Negeri Makassar, dan melalui
Pembentukan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM) yang
diatur oleh Keppres No. 17 Tahun 2022.

Upaya pemerintah untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu melalui Keppres
tersebut dibahas dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Kantor Staf Presiden (KSP) dalam
forum Konferensi Pengarusutamaan Kabupaten/Kota HAM pada tanggal 20 Oktober 2022.

“Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu ini
merupakan salah satu bentuk komitmen serius Presiden untuk menyelesaikan pelanggaran HAM
Berat Masa Lalu melalui jalur luar pengadilan (non-yudisial) guna melengkapi mekanisme yudisial
yang sudah ada sebagaimana diatur dalam UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM”
demikian ditegaskan Jaleswari Pramodhawardani, Deputi V Kepala Staf Kepresidenan yang
menjadi salah satu pembicara dalam diskusi tersebut.

Pembicara lain dalam forum diskusi tersebut adalah Ifdhal Kasim, yang kini menjadi Wakil Ketua
Tim Pelaksana PPHAM. Ketua Komnas HAM periode 2012 – 2017 ini mengatakan bahwa
Keppres tentang PPHAM ini merupakan jawaban atas kebuntuan proses penyelesaian
pelanggaran HAM yang berat yang terjadi di masa lalu.

“Keppres No. 17 tahun 2022 ini merupakan langkah tepat yang diambil oleh pemerintah untuk
melaksanakan tanggung jawab negara untuk mengingat, memulihkan dan menjamin
ketidakberulangan sebagaimana diatur dalam Prinsip-prinsip Pemajuan dan Perlindungan HAM
melalui Aksi-Aksi Melawan Impunitas yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
pada tahun 2005”, jelas Ifdhal Kasim.
Dengan tiga fungsi yang meliputi pengungkapan kebenaran, rekomendasi pemulihan korban dan
upaya penjaminan ketidakberulangan serta berpegangan pada beberapa dokumen yang berisi
prinsip-prinsip maupun panduan yang relevan yang dikeluarkan oleh PBB, Ifdhal Kasim yakin
bahwa upaya penyelesaian melalui mekanisme non yudisial ini sudah sejalan dengan norma dan
standar Internasional.
Untuk menjalankan mandat tersebut, Ifdhal Kasim menjelaskan bahwa Tim PPHAM sedang
melakukan serangkaian secara paralel berupa pengambilan pernyataan korban (statement
taking); dengar keterangan korban melalui kelompok diskusi terfokus (FGD), dan kajian atas

ads

dokumen-dokumen yang tersedia. Kegiatan pengambilan pernyataan korban dan FGD akan
dilakukan di beberapa tempat di seluruh Indonesia di mana pelanggaran HAM yang ditangani terjadi.

Terkait kekhawatiran bahwa PPHAM ini akan menutup jalur penyelesaian melalui Pengadilan
HAM, Wakil Ketua Tim PPHAM Ifdhal Kasim memberi penegasan, “Tuntutan pidana terhadap
orang yang bersalah tetap menjadi tanggung jawab Jaksa Agung, sebagaimana diatur dalam UU
Pengadilan HAM. Hasil kerja Tim PPHAM bukan merupakan substitusi dari Kejaksaan Agung”.
Jaleswari Pramodhawardani
Deputi V Kantor Staf Presiden

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!