- iklan atas berita -

 

Metro Times (Surabaya) — Pengajian Majelis Taklim Khoirotunnisa mengangkat tema ‘Antara Hijriah dan Masehi’. Dan memunculkan pertanyaan, Ada apa memang ? Kenapa juga dibahas di bulan Februari ?. Apalagi yang membahas Ustadz Weemar Aditya dari Jakarta. Sehingga membuat antusias para jamaah yang kebanyakan anak-anak muda untuk hadir menimbah ilmu. Pengajian diadakan di Masjid Diponegoro Surabaya, Sabtu (15/2).

Pengajian Majelis Taklim Khoirotunnisa Surabaya merupakan kepanjangan dari Pengajian Majelis Taklim Khoirotunnisa Bintaro di Tangerang Selatan (Tangsel).

Lia Yogiantoro bersama teman-teman menderikan Khoirotunnisa Bintaro yang sekarang juga ikut membesarkan Khoirotunnisa Surabaya, mengatakan, dulunya saya sama teman-teman tetangga satu RT kumpul-kumpul sekedar arisan saja, setelah berjalan dua tahun dan ingin mendapatkan manfaat dunia akhirat, maka kita belajar ngaji tahsin, ngaji baca Qur’an.

ads

Lanjut Lia menjelaskan, kita panggil guru ngaji tahsin, kemudian kita merasa mulai butuh siraman rohani, kebetulan suaminya ibu guru ngaji ini seorang penghulu, lalu kita undang untuk ceramah di kegiatan kita. Sampai ketika saya mulai kenal sama Pak Uje lewat sosmed, kita diundang datang pengajian beliau dirumahnya dan dari situ kita mulai kenal beberapa Ustad yang lebih di zamannya itu lebih luas jangkauannya,

“Ya alhamdulillah yang tadinya cuman lingkungan RT, lingkungan teman-teman sekolah terus mulai meluas. Kita undang siapa saja yang mau datang boleh. Jadi banyak yang hadir, dan berkembang terus. Kuncinya selain kita minta terus sama Allah dan Istiqamah,” ungkap Lia.

Menurut Lia, Tema kali ini Hijriah Tahun Masehi. Kita kalau makin berislam itu sebaiknya memang kita menetapkan islam secara kafah. Kafa itu menyeluruh, mulai hal yang dianggap sepele pun seperti penanggalan, mungkin sebagian orang merasa tidak usah repot-repot mengenal kalenderisasi, padahal sebagai orang islam sepatutnya kita mengenal bahkan mensosialisasikan ini. Kita mulai pelan-pelan mensosialisasikan mendakwakan kalenderisasi. Dakwah itu harus halus lembut, karena tidak semua orang bisa memahami.

“Kita terbuka untuk umum, kita bukan pengajian yang ada keanggotaan. Jadi siapa aja boleh datang, yang penting kita fokus utamanya muslimah yang baru yang akan berhijrah. Teman muslimah yang belum pakai jilbab pun tidak apa-apa, datang aja, karena dulu sama teman-teman di Jakarta buat Khoirotunnisa kita semua itu belum pada pakai jilbab, ngaji cuma pakai kerudung yang kelihatan poninya,” jelasnya.

“Intinya kita sebagai muslimah ‘Taat bahagia, Maksiat sengsara’. Kita harus pahami, kita ini lahir untuk apa, mau kemana, terus kenapa kita dilahirkan, itu kita harus tahu dulu,” ucapnya.

“Semangat untuk belajar, tidak usah merasa aku masih seperti ini belum seperti itu, itu dihapus dulu, yang penting niat karena Allah. Kalau kita yakin percaya Allah yang menciptakan kita, maka kita yakin akan ketemu Allah, ya kita nurut aja sama Allah,” pungkas Lia. (nald)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!