- iklan atas berita -

Metro Times (Purworejo) Sejumlah warga Desa Limbangan Kecamatan Bener, membantah adanya paksaan terkait pungutan 5 persen yang diduga dilakukan oleh oknum paguyuban/pengacara, untuk keperluan pendampingan hukum sebagai upaya memperjuangkan kenaikan harga tanah yang terdampak pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener.

Pernyataan itu ditegaskan oleh Ketua Paguyuban Masterbend Desa Limbangan, Suharyono, menanggapi banyaknya pemberitaan yang menduga ada paksaan terhadap warga terdampak Bendungan Bener penerima Uang Ganti Rugi (UGR), untuk membayar pendamping hukum dengan nominal 5 persen dari nilai ganti kerugian setelah adanya kenaikan harga.

“Sepengetahuan kami, hanya dua orang (warga terdampak di desa kami,red) yang menolak mendapatkan bantuan dari pendamping hukum, dan tidak ada paksaan sama sekali. Kami sendiri yang mendatangkan pengacara untuj kami minta bantuan dalam rangka memperjuangkan kenaikan harga tanah (terdampak pembangunan bendungan,red),” katanya, saat menggelar konferensi pers di desa setempat, Selasa (22/03/2022).

Suharyono, didampingi beberapa pengurus paguyuban lainya, termasuk ibu-ibu yang telah menerima UGR. Ia mengklaim memiliki bukti dokumentasi serta saksi untuk memastikan tidak adanya tekanan atau intervensi kepada warga penerima UGR di Desa Limbangan.

“Saat itu ditawarkan, dirembug, kalau yang mau ikut ya ikut, kalau tidak mau ikut, tidak ada paksaan,” ujarnya.

ads

Suharyono mengungkapkan, isu penarikan paksa 5 persen dari nilai UGR yang saat ini mencuat, terjadi setelah adanya oknum mantan kepala desa setempat, yang merasa berjasa atas kenaikan nilai ganti rugi, yang meminta sejumlah uang kepada masyarakat, dengan dalih, dirinya memiliki jasa menaikan harga tanah warga.

Setelah warga menerima UGR, kata Suharyono, ada oknum mantan Kades meminta uang kepada warga melalui pengurus paguyuban karena merasa punya jasa saat menjadi Kades; karena alasan kemanusiaan mantan Kades tersebut diberikan uang Rp100 juta.

Namun demikian, lanjut Suharyono, mantan Kades tersebut meminta tambahan Rp200 juta, setelah menerima uang Rp100 juta. Karena permintaan tersebut dinilai memberatkan warga, kemudian pengurus paguyuban tidak menyanggupinya. Ditanya nama atau inisial kades yang dimaksud, Suharyono belum dapat menyebutkan.

“Karena permintaan tidak dipenuhi, mantan Kades menyampaikan jangan sampai masalah ini menjadi besar,” ucap Suharyono.

Selang beberapa hari, pengurus paguyuban, didatangi seseorang yang mengaku dari lembaga swadaya masyarakat, yang telah menerima kuasa dari mantan Kades tersebut.

“Orang (yang mengaku dari LSM) intinya menyampaikan agar permintaan mantan Kades tersebut dituruti daripada menjadi masalah,” kata Suharyono.

Karena permintaan itu tidak dipenuhi, imbuh Haryono, muncul isu adanya paksaan pungutan 5 persen terhadap penerima UGR Bendungan Bener, yang ramai diberitakan baru-baru ini.

Karena merasa dipojokan atas pemberitaan tersebut, Suharyono mewakili pengurus paguyuban Masterbend Desa Limbangan, siap membuktikan jika isu tersebut tidak benar, dan akan melakukan upaya hukum kembali jika pihak yang membuat isu tersebut tidak dapat membuktikanya. (dnl)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!