- iklan atas berita -

 

 

MetroTimes (Mojokerto) – Sudah jatuh tertimpa tangga itu mungkin istilah yang cocok ditanggung Ibu Asiyah warga Puri, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto.

Bagaimana tidak, tanpa disadari dan tidak merasa menjual rumah, tetapi sertifikat rumah sudah berganti 3 (tiga) kali pemilik, karena adanya kerjasama dengan Notaris/PPAT setempat.

As yang seorang janda 54 tahun warga Puri Mojokerto menuturkan, kejadian berawal pada tahun 2012, saya mengalami kemacetan dalam angsuran di BRI Unit Dlanggu Kabupaten Mojokerto. Kredit saya macet karena pada saat itu almarhum suami saya sakit-sakitan, terlebih jika ada pegawai bank BRI datang menagih, maka suami saya (almarhum) AJ langsung drop dan perlu penanganan medis khusus.

ads

Lanjut As , dengan kondisi yang saya alami cukup lama, akhirnya saya bertemu dengan rekan kerja bernama Kt warga Surodinawan Kota Mojokerto dan dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Kt menawarkan untuk melunasi tanggungan kredit yang ada di BRI sebesar kurang lebih Rp. 33 Jt (tiga puluh tiga juta rupiah) dengan syarat sertifikat rumah langsung dibawa Kt.

“Setelah berselang 2 (dua) bulan tiba-tiba Kt datang menagih uang yang telah saya pinjam untuk pelunasan BRI dan begitu kagetnya saya dari peminjaman Rp. 33Jt, saya harus mengembalikan kepada Kt sebesar Rp.50Jt (lima puluh juta rupiah). Dengan kondisi pada saat itu sangat tidak mungkin buat saya mengembalikan uang sebesar itu. Kemudian Kt menyarankan akan meminjam ke bank lain,” terangnya kepada media.

Ia meneruskan, tanpa pikir panjang saya setuju ide Kt, dan saya diajak ke Perumahan Puskopad untuk menemui seseorang yang tidak saya kenal, dan dalam pertemuan itu saya disodori satu blanko kosong bermaterai untuk di tanda tangani. Karena ingin cepat selesai permasalahan utang dengan Kt, maka saya tanpa pikir yang aneh-aneh bersedia menandatangani blanko kosong itu.

“Setelah berjalan waktu beberapa bulan kemudian Kt menginformasikan bahwa saya sudah waktunya bayar angsuran di BRI Syariah Mojosari, itu membuat saya bingung karena tidak ada pemberitahuan apa-apa sebelumnya, saya sempat bertanya pada Kt, soal sertifikat rumahnya itu dimasukkan ke BRI Syariah itu cair berapa ? Ternyata cair sebesar Rp.115 Jt dengan masa pinjaman selama 3 tahun, namun dengan pencairan sebesar itu saya tidak menerima sepeserpun dari Kt. Dan lebih mengagetkan lagi sertifikat itu sudah berubah nama pemilik dari Asiyah ke Kt, padahal sejauh ini saya tidak pernah merasa menjual rumah yang sudah ditempati puluhan tahun itu,” tandas As.

Dalam penelusuran diketahui proses balik nama sertifikat dari As ke Kt melalui Notaris/PPAT yang ada di wilayah Mojosari yakni JP, SH., dan terbit dengan nama Kutik pada tanggal 25 April 2013 dengan status jual-beli. Sehingga kinerja dari Notari/PPAT ini patut dipertanyakan, Apakah sudah sesuai prosedur yang ia kerjakan terkait jual-beli antara As dan Kt ?.

Dalam perjalanan masa angsuran itu, As membayar angsuran tiap bulannya, karena As tidak mau kehilangan rumahnya dan terlebih mempertimbangkan kesehatan almarhum suaminya.

Dalam penelusuran lebih lanjut ternyata pada tanggal 27 Juli 2015 sertifikat itu berubah lagi dari nama Kt ke Haji Tf warga Brangkal Kecamatan Soko, Kabupaten Mojokerto, juga dengan status jual-beli melalui Notaris/PPAT  GYP, SH., yang berkantor di wilayah Kecamatan Soko Kabupaten Mojokerto. Tak berhenti sampai disitu selang hanya tiga bulan 10 Desember 2015 sertifikat berubah lagi dengan status serupa yakni jual-beli dari Haji Tf ke S melalui Notaris/PPAT BR, SH., yang ada di wilayah Jabon Mojokerto.

Ketika sertifikat sudah beralih nama ke S banyak kejadian yang dialami As, antara lain As pernah diwajibkan bayar kontrak rumah yang ditempati itu sebanyak lima kali selama lima tahun, dengan rincian 5 Jt empat kali dan 4 Jt sekali.

Sungguh tanpa rasa kemanusiaan seorang janda, tanpa belas kasih di manfaatkan orang yang tidak bertanggung jawab, apalagi ternyata S ini bukan orang asing melainkan tetangga saya,” ujar As.

“Saya ingin mendapatkan keadilan atas apa yang saya alami, saya akan melaporkan kepada pihak berwajib supaya hak saya atas sertifikat rumah bisa kembali, karena sejauh ini saya tidak pernah merasa menjual rumah yang telah ditempati hingga suami meninggal dunia pada tahun 2018 silam,” tutup As. (bersambung). (nald )

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!