MetroTimes (Jakarta) – Ketua Umum PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa turut menghadiri gelaran acara Interfaith and Intercivilizational Reception yang digelar PBNU di Grand Ballroom Pullman Jakarta Central Park, Rabu (10/7/2024).
Dalam acara yang dihadiri langsung oleh Grand Sheikh Al-Azhar Mesir H.E. Prof. Dr. Sheikh Ahmed el-Tayyeb tersebut Khofifah menyampaikan apresiasinya pada tokoh dunia yang aktif menyebarkan gagasan wasathiyah al-Islam atau moderasi Islam.
Dikatakan Khofifah, semangat Grand Sheikh Ahmed el-Tayyeb ini sangat sejalan dengan semangat Nahdlatul Ulama di Indonesia yang ingin menyebarkan moderasi dan menyemai kedamaian dengan menunjukkan bahwa Islam adalah rahmatan lil alamin.
“Kita tahu bahwa Grand Syekh Al-Tayeb sangat aktif melakukan komunikasi-komunikasi dengan tokoh lintas agama sebagai bentuk ingin menyemai nilai wasathiyah. Apa yang beliau lakukan sengat sejalan dengan nafas NU dalam menyebarkan nilai ahlussunnah wal jamaah yang merupakan organisasi kegamaan terbesar di dunia yang memiliki semangat menyebarkan moderasi,” tegas Khofifah.
Salah satu upaya Grand Syekh Al-Tayeb dalam membangun moderasi antaragama, salah satunya yang baru saja dilakukan melalui pertemuan bersama Imam Katolik Dunia Paus Fransiskus pada tahun 2019 lalu.
Dalam pertemuan itu, keduanya bahkan menandatangani dokumen Persaudaraan Kemanusiaan untuk Perdamaian di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Dokumen ini merupakan simbol penting dalam upaya memperkuat perdamaian dan persaudaraan antaragama.
Lebih lanjut, dalam acara yang dikemas dalam balutan Resepsi Antar Agama dan Antar Peradaban ini, dihadiri oleh perwakilan tokoh dan umat dari enam agama, yakni aislam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Diantaranya yaitu Kardinal Ignatius Suharyo tokoh dari agama Katolik, Bhante Pannavaro tokoh dari agama Buddha, dan Pendeta Gomar Gultom tokoh dari agama Protestan.
Adapun total undangan yang hadir mencapai 1.800 orang. Yang terdiri dari 300 rektor perguruan tinggi dari lingkungan Nahdlatul Ulama serta lebih dari 1.000 kader NU dari Muslimat NU, Ansor , Fatayat NU, para pelajar putra dan putri NU, dan murid-murid Al-Azhar.
Lebih jauh, Khofifah menegaskan bahwa Harmonisasi kehidupan antar agama, dikatakan Khofifah, adalah sebuah kebutuhan untuk terus digaungkan hari-hari ini. Dengan membangun harmonisasi maka akan tumbuh mutual understanding yang bisa menjadi benteng penguat persatuan dan persaudaraan antar umat beragama.
“Terutama di saat kondisi dunia sedang rentan terhadap pertikaian, permusuhan, dan juga peperangan. Maka membangun harmonisasi semacam ini menjadi upaya strategis agar komunikasi bisa terus terjaga, saling menumbuhkan toleransi, dan mempererat persaudaraan antarumat beragama,” tegas Khofifah.
Tidak hanya itu, wanita yang juga Gubernur Jawa Timur periode 2019-2024 ini juga menyampaikan terima kasihnya pada Grand Sheikh Al-Azhar Mesir H.E. Prof. Dr. Sheikh Ahmed el-Tayyeb yang telah banyak membantu pendidikan untuk para siswa Jawa Timur.
Pasalnya kampus Al Azhar Mesir telah menjalin kerjasama dengan Pemprov Jatim. Dimana setiap tahunnya Pemprov Jatim mengirim 30 mahasiswa yang berasal dari para guru madrasah diniyah dan lulusan pondok pesantren untuk bisa kuliah gratis dengan beasiswa di kampus ternama dunia Al Azhar University di Mesir.
“Kami menyampaikan terima kasih juga pada Grand Syeikh Al Azhar Syekh Ahmed el-Tayyeb yang mana kampus Al Azhar telah banyak berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan warga Jawa Timur khususnya guru madin dan para lulusan pondok pesantren Jatim. Kami berharap kerjasama ini juga terus berlanjut sehingga lahir tokoh-tokoh berpendidikan Jatim lulusan kampus kenamaan dunia Al Azhar Mesir,” pungkas Khofifah.
Di sisi lain, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), K.H. Yahya Cholil Staquf, juga sempat menyampaikan sambutan hangat dalam acara Resepsi Bersama Grand Syekh Al-Azhar, Prof. Dr. Ahmed El-Tayeb.
“Yang Mulia Imam Akbar Al-Azhar Syaikh Dr. Ahmad Al-Tayeb, selamat datang di Indonesia, negeri Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Negeri yang seribu tahun lalu menyambut kedatangan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dengan ramah, kemudian merengkuh hidayah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah itu sebagai bagian dari peradabannya sambil tetap bersikukuh untuk mempertahankan keramah-tamahannya kepada siapa saja walaupun berbeda, dan terus bertekad melestarikan persaudaraan, kesetaraan, dan harmoni di tengah aneka-ragam suku, budaya, dan agama,” ujar Gus Yahya.
(nald)