- iklan atas berita -

 

MetroTimes (Surabaya) –  Sidang lanjutan terdakwa RM.Koesoemart Hendra alias Hendro , yang tersandung perkara dugaan perbuatan mengambil/meramas  hak orang lain, dalam hal ini adalah tanah, secara melawan hukum (menggelapkan sertifikat), kini telah merampungkan pemeriksaan saksi-saksi, sahli ahli dan pemeriksaan terdakwa.

Direncanakan pada Rabu (4/11/2020) akan diagendakan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum I Gede Willy Pramana SH MKn di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Perbuatan terdakwa Hendro sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 385 ayat (1) KUHP tentang perbuatan mengambil/meramas  hak orang lain, dalam hal ini adalah tanah, secara melawan hukum (penggelapan sertifikat).

Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Purwanto SH menyatakan, bahwa perkara ini terlalu sumir diajukan menjadi perkara pidana. Sebelum ada laporan polisi, Hendro sudah menerima hibah yang sah dari Pengadilan pada tahun 1986 dan sudah beralih haknya semua pada Hendro.

ads

“Sedangkan, masalah atas nama Angi pada sertifikat, hal itu hanyalah masalah administrasi dan belum dibalik nama oleh Hendro.  Samini kawin dengan Angi pada tahun 1993,” ucapnya.

Samini pernah menggugat pembatalan waris atau menuntut hak waris pada Angi. Namun demikian, Pengadilan Agama tingkat pertama sampai Mahkamah Agung (MA),dinyatakan Samini adalah ahli waris, tetapi tidak punya hak mewaris, karena sebelum perkawinan  Samini dan Angi pada tahun 1993. Faktanya, pada tahun  1986 itu harta waris dihibahkan semuanya pada Hendro.

“Jadi, Samini tidak punya legal standing untuk mengajukan hal itu. Saya tidak  mengerti  dan tahu, bagaimana polisi melanjutkan perkara ini sampai  persidangan. Polisi harus  tahu sejak semula , bahwa  Hendro tidak bersalah dan sangat jelas  Hendro harus bebas,” ujar Purwanto SH.

Dalam kasus ini, Hendro  didakwa menggelapkan sertifikat tanah milik Samini di Pacar Kembang seluas 304 meter persegi pada tahun 2000.

Dalam dakwaan jaksa disebutkan, Hendro mengambil sertifikat yang tersimpan di lemari lalu menggadaikannya ke Rudi Rahmat untuk meminjam uang Rp 300 juta. Samini selanjutnya melunasi utang itu beserta bunganya Rp 420 juta dan sertifikat dikembalikan oleh Rudi.

“Hendro tidak pernah mengambil sertifikat yang tersimpan di lemari itu. Di persidangan, tidak pernah terungkap akan hal itu,” tutur Purwanto SH.

Sertifikat digadaikan pada  Rudi dan hanya menerima Rp 285 juta, bunga diambil di depan. Ditebus Samini Rp 300 juta, bukan Rp 420 juta.

Dijelaskannya,  Hendro telah melaporkan  Rudi Rahmat dengan dugaan tindak pidana penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 KUHP ke Polrestabes Surabaya pada 21 Juli 2018. Dan, kabarnya sudah diproses sampai Kejaksaan.

Dalam  perkara ini, Hendro tidak pernah mengijinkan Samini membayar hutangnya. Mengingat Hendro dan Samini masih ada sengketa.  Hendro tidak pernah ditelepon Samini mau menebus sertifikat yang digadaikan itu.

“Untuk putusan MA pada  27 Desember  2017, terpaut hanya 22 hari dan Hendro dilaporkan  Samini. Putusan MA, menguatkan Hendro dan pemlik rumah di Jl. Kedungtarukan Baru  yang sah adalah Hendro,” kata Purwanto SH.

Dalam surat pernyataan tentang hibah  Pengadilan Agama Surabaya No, 082.b/Fatwa/X/1986  tanggal 17 Maret 1986 , membuktikan bahwa sejak tanggal 17 Maret  1986 , RM Koesoemart Hendra (terdakwa) adalah pemilik yang sah atas sebuah bangunan rumah setempat yang terletak di Kedungtarukan Baru, Kelurahan Mojo, Kecamatan Gubeng, sebagaimana dimaksud  dalam Sertifikat Hak Milik No,215 Gambar Situasi No. 299 Tahun 1971.

Selain itu, membuktikan bahwa Samini tidak memiliki hak atas sebuah bangunan rumah setempat di Kedungtarukan Baru, Kelurahan Mojo, Kecamatan Gubeng, sebagaimana dimaksud  dalam Sertifikat Hak Milik No,215 Gambar Situasi No. 299 Tahun 1971. Karena Samini  menikah dengan almarhum Angi pada tahun 1993.

Sebagaimana diketahui, bahwa

Tim eksekutor Kejari Surabaya mengeksekusi  RM.Koesoemart Hendra alias Hendro (60) dieksekusi saat akan menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya dan selanjutnya dibawa ke Lapas Klas I Porong untuk menjalani hukuman.

Pelaksanaan eksekusi tersebut berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 218/PID/PT.Surabaya tanggal 28 Februari 2018 yang dalam amar putusannya menghukum Hendro dengan pidana penjara selama 2 tahun.

Purwanto  SH,  akan mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap kasus itu. Sebab, banyak kejanggalan yang dialami kliennya dalam kasus tersebut.

Hendro  dieksekusi atas kasus membuat akta pelepasan hak milik tanah adat yang dijadikan Pasar Jojoran di hadapan notaris pada 2014. Akta pelepasan tanah seluas 3424 meter persegi di Jalan Jojoran gang I itu dibuat antara Hendra dengan Christin Herawati.

Dijelaskan Purwanto SH, bahwa adanya perjanjian pelepasan hak antara Hendro dengan Christin Herawati disepakati sekitar  Rp 10 miliar. Namun, Christin hanya membayar Hendro  Rp 850 juta.  Surat – surat semua ada di notaris Prof Dr Lanny Kusumawati Dra, SH, MHum .

Ada tanda terima dari notaris Prof Dr Lanny Kusumawati Dra, SH, MHum dari R.M Koesoemart Hendra,  berupa 1 (satu)  asli Regentschap Soerbaja No 916 petikan piagam nikah tanggal 1 Agustus 1950, 1 (satu) asli salinan surat fatwa Pengadilan Negeri Agama Surabaya tentang waris No, 082/Fatwa/I/1986 tanggal 17 Maret 1986, 1 (satu) asli kutipan Register  Letter C Kelurahan Mojo ter tulis atas nama Basiran tanggal 7 Juli 1985, 1 (satu) asli surat dari Pengadilan Negeri di Surabaya tentang pengangkatan anak daftar No  611/1966 SP 9 Agustus 1966, dan 1 (satu) asli surat pernyataan tentang hibah tertulis atas nama Angi kepada  RM Koesoemart Hendra tangggal 17 Maret 1986.

“Dalam pelepasan hak disepakati dan dijual Rp  250 juta, Prof Lanny kaget bahwa setiap bulan Christin harus bayar Rp 5 miliar setiap bulan. Tetapi, tidak pernah dibayar,” cetus Purwanto SH.

Dalam perkara ini, Christin menghendaki  ada 3 (tiga) bangunan stand dan disuruh  membongkar dan Hendro dikasih  Rp 36 juta. Dua stand dibongkar dan janji Christin,  kalau semua stand dibongkar semua. Maka sisa pembayaran akan dibayar lunas oleh Christin Herawati.

Setelah stan dibongkar, Christin tidak berani  menguasai lahan,  karena belum membayar sisa utang pada Hendro sekitar Rp 10 miliar.

Hendro pernah  mengajukan gugatan pembatalan pelepasan hak  antara Christin Herawati dan Hendro yang tidak mau bayar  sampai sekarang ini.

Ada putusan pengadilan, bahwa Christin tetap punya kewajiban   membayar Rp 10 miliar . AKan tetapi, sampai sekarang ini belum dibayar juga.

“Christin tidak niat membeli (tanah -red) itu. Dulu, ada  yang menjadi  developer  tanpa modal, kayaknya Christin seperti itu,” ungkap Purwanto SH.

Tetapi, Christin mengelak dan tidak mau membayar sisa utangnya. Oleh Hendro 1 bangunan dibiarkan, tetapi dilaporkan Christin ke  ke Polrestabes Surabaya dan 1 stand dibongkar oleh Hendro.

Menurut Purwanto SH, Christin masih punya sisa hutang pada Hendro sekitar Rp 10 miliar. (nald)

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!