MetroTimes (Surabaya) — Guru adalah ‘Pahlawan Tanpa Tanda Jasa’, karena guru lebih banyak mengabdi untuk memajukan intelektual putra bangsa, dan juga kemajuan bangsa dan negara tercinta ini.
Tidak jarang kita mendengar akan kehidupan guru, yaitu antara pengabdian dan memenuhi kebutuhan keluarganya.
Siti Anggraenie Hapsari yang akrab dipanggil SAH, yang juga sebagai calon wakil Walikota Surabaya menyampaikan, saat sosialisasi di Dukuh Pakis bertemu dengan beberapa guru-guru, dan ada guru yang curhat bahwasanya nasib guru kurang mendapat perhatian. Saya mendengar curahan hati (curhat) dari guru-guru tersebut membuat hati saya terharu. Saya mengutip dari curhat guru tersebut, “Kami pernah ikut berjuang mensukseskan calon pemimpin Surabaya, dengan harapan kalau calon tersebut terpilih menjadi pemimpin Surabaya, maka nasib kami para guru bisa lebih baik kesejahteraannya. Tetapi setelah terpilih kami dilupakan (berbicara sambil mengeluarkan air mata), sehingga keadaan kami para guru tetap tidak berubah. Kami sudah bertahun-tahun tidak pernah diangkat menjadi guru tetap.”
Lanjut SAH, beliau guru tersebut bertanya ‘Ibu, seandainya ibu menjadi pemimpin yang diberi amanah, bagaimana ?’, saya menyampaikan, kebutuhan kita untuk sekolah itu masih harus selalu di tambah, terutama ditingkat SD SMP. Di Surabaya sudah ada 62 sekolah SD, tetapi 62 itu menurut saya tidak cukup untuk kota dengan penduduk sekarang. Dan tentunya juga diikuti dengan kepastian status guru, agar para pahlawan ini bisa mengajar dan mengabdi kepada bangsa dengan tenang.
Dengan 3,1 juta jiwa warga Surabaya dan 154 Kelurahan, maka kalau SD hanya satu saja per Kelurahan, jadi tidak ideal. Sehingga memang harus ada penambahan jumlah sekolah SD di Surabaya.
“Penambahan jumlah sekolah SD sangat perlu, sehingga Rombel (Rombongan belajar) itu tidak terlalu banyak siswa, maka ada kenyamanan untuk belajar di kelas. Karena maksimal di kelas itu harus 30-35 anak, tapi kalau sudah melebihi 40 anak satu Rombel di kelas itu tidak efektif. Kedua kalau ditambah lagi untuk sekolahnya tingkat SD, SMP dengan sendirinya menambah tenaga kerja, dan tenaga kerja honorer akan diangkat menjadi guru tetap. Itu bisa dengan anggaran pendidikan, dan anggaran pembangunan untuk sekolah-sekolah,” terang SAH saat ditemui wartawan di Surabaya, Selasa (16/7).
Menurut SAH, tunjangan guru harus di evaluasi lagi, karena apresiasi kita itu harus diwujudkan dalam bentuk kesejahteraan, seperti evaluasi terhadap honor guru, gaji mereka, dan terhadap tunjangan mereka, baik itu tambahan tunjangan beras, lauk pauk. Apakah lauk pauk itu sudah cukup memenuhi 4 sehat 5 sempurna,” ungkap SAH yang prihatin melihat keadaan para guru.
“Evaluasi ini juga berlaku untuk guru paud dan TK, karena guru PAUD dan TK, saya tanya honornya dibawah 50 ribu per bulan. Padahal mengajar anak balita itu memerlukan tenaga ekstra, kesabaran ekstra, maka itu juga harus diberi perhatian. Tenaga pendidik anak-anak PAUD dan TK harus mempunyai tenaga yang optimal untuk mengajarkan mereka, karena di situlah dimulainya menanamkan pendidikan. Jadi dengan mutu pendidikan yang baik, dengan memberikan pelatihan khusus kepada bunda-bunda paud ini, maka saya yakin ini menaikkan kualitas dari anak-anak muda nantinya, generasi penerus,” paparnya
“Disamping apresiasi berupa kenaikan honor dan tunjangan, juga harus ada apresiasi rasa terima kasih dari pemerintah daerah setempat dengan pemberian sertifikat kepada mereka yang sudah menjalani masa pengabdian 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun dan setelah memperoleh sertifikat itu mestinya harus ada juga pemberian remunerasi, berupa kenaikan gaji yang dianggap layak dan cukup untuk kebutuhan mereka,” pungkas SAH. (nald)