- iklan atas berita -

MetroTimes (Surabaya) – Rektor Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Dr Mohammad Nasih SE MT AK, mengukuhkan tujuh guru besar baru. Bertambahnya guru besar tersebut semakin meningkatkan rekognisi kampus di tinggal regional maupun global. Rektor mengungkapkan, pengukuhan guru besar tersebut dapat meningkatkan kerja sama riset internasional.

Kegiatan pengukuhan berlangsung pada Rabu (4/10/2023) di Aula Garuda Mukti, Universitas Airlangga. Ketujuh guru besar tersebut ialah Prof Trias Mahmudiono SKM MPH GCAS PhD, Prof Dr Santi Martini dr MKes, Prof Dr Ratna Dwi Wulandari SKM MKes, Prof Ira Nurmala SKM MPH PhD, Prof Dr Erma Safitri drh MSi, Prof Dr Epy Muhammad Luqman MSi Drh PAvet, serta Prof I Gede Wahyu Wicaksana SIP MSi PhD.

“Ini pasti akan menambah kekuatan, energi, dan semangat Universitas Airlangga. Tentu saja tidak berhenti dipengukuhan, semangat dan kontribusi harus terus dituntut dan diberikan, agar dampak dari guru besar ini tampak nyata,” ungkap rektor dalam pidatonya.

Kontribusi Bagi Dunia Pendidikan

Ia berharap semakin banyak peneliti dan pengajar kompeten, akan semakin meningkatkan kualitas kampus. Kini, menurut THE WUR 2024, UNAIR menduduki peringkat kedua sebagai kampus terbaik di Indonesia. Tentunya, ini merupakan kontribusi bersama dari seluruh sivitas akademika.

“Ini hasil bagaimana UNAIR berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan. Yang terpenting, bagaimana kontribusi kita bagi Indonesia dan internasional mendapatkan pengakuan,” tambahnya.

ads

Baginya, guru besar baru harus mampu berkontribusi lebih bagi keberlangsungan pendidikan di Indonesia, khususnya dalam bidang riset. UNAIR perlu meningkatkan kerja sama riset dengan dunia internasional. Dari itu, semangat internasionalisasi harus terus ditingkatkan. Bukan hanya untuk kampus semata, tetapi untuk kebaikan semua.

Pendidikan Gizi dan Gaya Hidup Sehat

Dalam pidatonya, Rektor UNAIR juga membahas tentang persoalan stunting di Indonesia. Menurutnya, pendidikan tentang gizi harus diberikan secara massif kepada masyarakat, utamanya orang tua. Hal itu dikarenakan terdapat korelasi antara gizi dan stunting pada anak. Baginya, masyarakat Indonesia lebih mementingkan kenyang ketika makan, bukan kandungan gizinya.

“Seseorang biasanya jika memiliki persoalan tertentu di bidang kesehatan, biasanya akan kebablasan. Jadi, yang dulunya stunting dan kurus, ketika sudah dewasa justru obesitas. Ini perihal gaya hidup,” ujarnya.

(nald)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!