Metro Times (Magelang) Sengketa aset tanah dan bangunan antara Akdemi TNI dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Magelang belum menemui titik temu. Pihak Akademi TNI meminta agar Walikota Magelang dapat menurunkan ego sektoral dan mengembalikan aset yang telah ditempati Pemkot Magelang sejak tahun 1985 tersebut kepada Akademi TNI sebagai pemilik aset yang sah.
Komandan Jenderal Akademi TNI, Letjend TNI (Mar) Bambang Suswantono, SH MH M Tr (han), mengatakan bahwa aset yang kini menjadi kompleks perkantoran Pemerintah Kota Magelang di Jalan Sarwo Edhie Wibowo Kecamatan Magelang Selatan itu merupakan milik Akademi TNI yang dibangun pada tahun 1982. Sayangnya, Akdemi TNI tidak dapat menggunakan bagunan Mako tersebut karena pada saat pembangunan selesai tahun 1985, Panglima TNI saat itu mengeluarkan perintah baru bahwa Mako Akabri tidak jadi di Magelang, tetapi tetap di Jakarta.
“Sehingga gedung yang baru selesai itu tidak jadi digunakan Mako akabri. Kemudian mungkin zaman dulu administrasi belum begitu bagus, Mendagri memerintahkan Walikota Magelang untuk menggunakan kantor Mako Akabri sebagai kantor Walikota Megelang,” kata Letjend TNI (Mar) Bambang Suswantono, saat dikonfirmasi wartawan pada acara Penutupan Pendidikan Taruna tingkat IV Akademi Militer (Akmil) TA 2020 di Lapangan Pancasila Akmil Magelang, Senin (6/7).
Menurutnya, dalam perintah menggunakan aset saat itu tidak ada berita acara yang melibatkan Mako akbari selaku pemilik tanah yang sah. Kemudian dalam perjalannnya, pada tahun 2011 muncul temuan BPK bahwa barang milik negara, dalam hal ini Mako Akabri, digunakan orang lain.
“Tidak berita acara, tidak ada pindah tangan sertifikat. Sertifikat masih ada di tempat saya. 40.000 meter persegi,” sebutnya.
Selanjutnya pada kurun waktu tersebut sampai sekarang, lebih kurang 9 kali pertemuan telah dilakukan antara Akademi TNI dengan Pemkot Magelang, tetapi tidak membuahkan hasil.
“Jadi wajar dong kalau saya menanyakan aset saya,” lanjutnya.
Menurut Letjend TNI (Mar) Bambang Suswantono, penggunaan aset tersebut cukup mendesak bagi Akademi TNI mengingat saat ini Akademi TNI masih menumpang di Akmil. Karena itu, wajar jika Akademi TNI meelakukan pematokan plang di kompleks kantor Pemkot Magelang pada Jumat (3/6) kemarin.
“Saya sendiri Komandan Jenderal Akademi TNI tidk punya kantor di Magelang ini,” ungkapnya.
Diterangkan, berkali-kali pertemuan yang dilakukan selalu buntu. Karena itu, salah satu jalan, harus ada yang mengalah. Walikota harus mau turunkan ego sektoralnya bahwa Pemkot tidak punya hak untuk memiliki aset itu.
“Sesuai dengan tertib administrasi negara. Saya pemiliknya, saya akan menggunakan sebagai kantor,” ungkapnya.
Untuk menyikapi persoalan ini, pihaknya juga sudah bicara dengan presiden, Mendagri, dan pihak terkait linnya. Menurutny, Mendagri mengatakan bahwa untuk menggantikan lahan tersebut negara perlu biaya lebih kurang Rp200 miliar dan itu tidak memungkinkan.
“Apalagi dari Bapenas juga menyampaikan bahwa itu tidak masuk dalam RPJMN, bukan proyek nasional dan sebagainya. Jadi sulit kita,” terangnya.
Oleh karena itu, pilihan kedua, yakni Pemkot Magelang kembali ke kantor yang lama menjadi pilihan terbaik. Langkah itu tidak memerlukan anggaran yang besar.
“Tentu tidak serta merta hari ini, silakan diatur. Kita bantu untuk pindah. Bisa 6 bulan, bisa 1 tahun. Kita tidak buat gaduh. Monggo kita koordinasi, menyiapkan kantor lama di alun-alun sana,” jelasnya.
Lebih lanjut pihaknya menegaskan bahwa jalur hukum tidak akan ditempuh mengingat kepemilikan aset sudh sangat jelas. Untuk sementara, pemasangan plang dilakukan untuk mempertegas status aset. Diharpkan, Walikota dapat menurunkan ego sektoralnya dan dapat segera mengembalikan aset tersebut.
“Tadak akan menggugat lewat jalur hukum karena itu milik saya,” tegasnya. (dnl)