MetroTimes (Surabaya) – Keberhasilan Satuan Patroli Jalan Raya (Sat PJR) Polda Jateng Unit 7 Kartasura meringkus kawanan bandit lintas provinsi, melegakan banyak kalangan. Kiprah polisi saat ini makin dibutuhkan ditengah maraknya kejahatan akibat imbas pandemi Covid-19.
Menurut Aktifis Ikatan Keluarga Madura (Ikamra), Mochammad Ali, perbandingan jumlah polisi dan penduduk di Indonesia sudah sangat tidak sebanding. “Negara butuh personil polisi yang mau bekerja cepat dan tegas di lapangan seperti mereka,” ujarnya, Jum’at (24/7/2020).
Ali yang juga mantan Humas Golkar Surabaya itu menyebut, keberhasilan menangkap kawanan bandit oleh jajaran PJR Kartasura Jateng setelah melalui koordinasi begitu bagus lintas provinsi itu, memang layak diacungi jempol. Berkaca dari kasus tiga jendral polisi yang meloloskan buronan kelas kakap Djoko S Tjandra, kejadian di daerah itu menbuktikan masih adanya polisi baik yang bekerja seperti yang dibutuhkan publik.
Seperti pernah diberitakan, tiga kawanan penjahat dari sejumlah kota berbeda berhasil membawa kabur uang Rp400 juta milik seseorang yang berniat mendirikan pesantren di Jombang. Kawanan pelaku itu kabur dari Jombang lewat jalan tol hingga akhirnya berhasil diringkus Sat PJR Jateng di Kartasura.
Penangkapan itu sendiri berawal dari informasi Sentral Komunikasi (Senkom) Lalu Lintas Jalan Tol Ngawi-Kertosono yang menyebutkan sebuah mobil yang diduga pelaku pencurian dengan ciri-ciri penyok dan lecet di beberapa bagian itu, masuk gerbang Tol Bandar Kertosono dan meluncur ke Jawa Tengah.
Personil Sat PJR Kartasura yang mendapat informasi itu, langsung bersiaga penuh hingga berhasil mengidentifikasi mobil yang plat nomernya sempat diganti kawanan penjahat tersebut. Selanjutnya mereka melakukan koordinasi lintas institusi secara menyeluruh dengan Polres Sragen tempat dimana penangkapan terjadi, serta Polres Jombang Polda Jatim, tempat kejadian perkara (TKP) kasus pencurian uang.
Ali menyebut, sinergi lintas daerah Jateng-Jatim itu patut mendapat apresiasi. Pihaknya berharap, reaksi cepat penuntasan kasus kejahatan ini bisa ditiru seluruh personil kepolisian.
Pada bagian lain, kalangan psikolog menyebut para personil PJR itulah yang sesungguhnya menjadi penjaga hukum yang setia menjalaninya. Mereka kemudian membandingkan dengan keterlibatan tiga jenderal polisi yang memberi hak-hak istimewa kepada penjahat kelas jumbo, Djoko S Tjandra.
Menurut Psikolog Founder of Rumah Pemberdayaan, Th Dewi Setyorini, kasus Djoko S Tjandra ini menjadikan hukum diinjak-injak oleh aparat negara tepat di jantung Mabes Polri. “Sebagai institusi penegak hukum, kepolisian RI dalam kasus Djoko S Tjandra menjadi pihak yang paling dipertanyakan kesungguhannya dalam menegakkan hukum,” ujarnya.
Sebaliknya di Kartasura, kata dia, anggota polisi berpangkat rendah, dengan kesadarannya justru menyuguhkan kinerja yang sangat bagus. Wajar, kata dia, jika mereka selaku garda terdepan di lingkungan Ditlantas Polda Jateng ini mendapat apresiasi dan penghargaan.
Berbeda dengan ketiga jendral Mabes Polri yang layak dihujat, menurut Dewi, prestasi anggota Sat PJR itu terbukti sukses mengimplementasikan konsep Polisi Candi dan Polisi Hadir yang dirumuskan Dirlantas Polda Jateng, Kombes Pol Arman Achdiat.
Saat peran leader di lingkungan Mabes Polri digugat karena tak hadir sebagai pribadi unggul, apa yang dilakukan Dirlantas Polda Jateng dan jajaran di bawahnya itu, kata dia, telah menjadi seteguk air di tengah kegersangan. “Dia menjadi contoh riil seorang leader yang bersedia hadir dan lebur sebagai pribadi yang mengejawantah dalam kehidupan riil keseharian,” ujarnya.
Polantas Candi yang digulirkan dirlantas itu merupakan sebuah akronim dari Cerdas, Agamis, Negosiator, Dedikasi, dan Inovatif. Sedangkan Polantas Hadir adalah akronim dari Humanis, Antisipatif, Disiplin, Inisiatif, dan Responsif yang sedang berusaha diterapkan seluruh jajaran Polantas di provinsi tersebut. (nald)