Metro Times (Purworejo) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah mulai berlaku secara efektif di Kabupaten Purworejo sejak sekitar tahun 2017. Namun, dalam realitasnya implementasi UU tersebut belum dapat maksimal karena kerap menemui kendala. Anak korban atau anak saksi yang menjalani proses hukum masih kerap menerima tekanan atau intimidasi karena kurangnya perlindungan.
Hal tersebut mengemuka dalam Workshop bertajuk Perlindungan Anak Korban dan Anak Saksi yang digelar oleh Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) Pengadilan Negeri (PN) Purworejo bersama Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Kabupaten Purworejo, di Aula PN Purworejo, Senin (1/4). Workshop diikuti puluhan peserta dari berbagai kalangan antara lain pendidik, advokat, wartawan, Komnas PA, serta organisasi masyarakat pemerhati perempuan dan anak.
Kegiatan yang dikemas interaktif itu, para peserta diajak menganalisis permasalahan serta merumuskan solusi bersama sejumlah narasumber. Tujuh orang di antaranya yakni Setyorini Wulandari SH MH dari Ikahi PN Purworejo, Iptu Setiyo Raharjo SH MH Kanit PPA Satreskrim Polres Purworejo, Budi Rahayu dari Dinas sosial, Sri Susilowati dari P2TP2A Puspita Kabupaten Purworejo, dr Ika Endah Lestariningsih SP KJ MKes dari RSUD Dr Tjitrowardojo, dan Heru Sasongko dari Bagian Hukum Setda Purworejo. Hadir pula Ketua DPRD Purworejo Luhur Pambudi Mulyono ST MM, Ketua PN Purworejo Sutarno SH MH, dan perwakilan Kejaksaan Negeri Purworejo.
Iptu Setiyo Raharjo menjelaskan, jumlah tindak pidana yang melibatkan anak cukup tinggi di Kabupaten Purworejo. Dalam beberapa kasus, pihaknya kerap mendapati adanya tekanan atau intimidasi terhadap anak korban atau anak saksi. Menurutnya, pendirian Rumah Aman sangat penting bagi Kabupaten Purworejo. Sehingga pada saat proses hukum berjalan mereka tetap hadir.
“Pernah ada saksi yang ditekan dan dilarikan agar dia tidak dapat menghadiri sidang. Yang bersangkutan lalu kami amankan di Rumah Aman Cangkringan Sleman,” jelasnya.
Pentingnya rumah aman juga diungkapkan oleh Budi Rahayu. Pihaknya menilai, adanya penempatan anak saksi di Rumah Aman Jogja terlalu jauh.
“Jarak ke Jogja terlalu jauh,” ungkapnya.
Narasumber lain, Sri Susilowati, menyoroti lemahnya perlindungan anak di Kabupaten Purworejo saat ini karena minimnya anggaran untuk hal tersebut. Selain itu, belum terbentuk persepsi yang sama antar stakeholder.
“Sebagai contoh, saat saya menjadi anggota Dewan dulu, banyak anggota DPRD belum responsif dengan penganggaran perlindungan anak. Seolah2 memandangnya hanya sepihak. Padahal penyelesaian kasus itu tidak bisa instans, ada penanganan pasca,” katanya.
“Selama ini kami untuk menjemput korban saja pakai kendaraan pribadi karena pemerintah belum ada fasilitas itu,” imbuhnya.
Ketua Ikahi PN Purworejo yang juga Wakil Ketua PN Purworejo, Mardison SH, kepada media usai acara menjelaskan, Workshop ini digelar sebagai bentuk kepedulian Ikahi terhadap masyarakat, khususnya terkait perlindungan terhadap anak sekaligus mengisi HUT ke-66 Ikahi.
“Hal-hal positif dari hasil workshop ini akan kita rekomendasikan ke pihak-pihak atau instansi terkait agar segera ditindaklanjuti,” sebutnya.
Lebih lanjut Mardison menegaskan pentingnya keberadaan Rumah Aman di Kabupaten Purworejo karena telah menjadi amanat UU.
“Apa-apa yang sudah dicantumkan di UU kan harus dilaksanakan,” tegasnya.
Sementara Ketua Komnas PA Purworejo selaku Ketua Panitia Workshop,Yunus SH, menilai kepedulian terhadap anak korban atau saksi di Kabupaten Purworejo masih kurang. Menurutnya, pemerintah lebih mengutamakan pada proses hukum atau peradilan, sedangkan penanganannya belum maksimal. Tidak sedikit anak korban dan anak saksi yang pindah ke Kabupaten/Kota lain, karena hak – haknya kurang terlindungi secara hukum.
“Dengan workshop ini harapannya para stakeholder lintas sektor bisa bersinergi dan mengimplimentasikan amanat uu,” tandasnya. (Daniel)