MetroTimes (Surabaya) – Dengan tersebarnya Surat Keterangan Waris (SKW) dari seseorang bernama Khuswatun Kasanah beberapa waktu silam, membuat Sutrisno warga Kemlaten merasa tidak terima.
Aneh bin ajaib, itulah kalimat yang tepat untuk kisah yang satu ini.
Pasalnya, Surat keterangan tersebut sudah pernah terbit sebelumnya. Namun SKW miliknya berbeda dengan versi milik Khuswatun kasanah.
Sutrisno merasa SKW yang versi Khuswatun tidak benar, karena di dalam surat tersebut tidak ada stempel dari kelurahan. Apalagi tidak ada tanda tangan saksi sama sekali. Selain itu dalam isi surat keterangan milik khuswatun menyebutkan bahwa Sarti telah melahirkan khuswatun sebagai anaknya. Tentu saja hal ini tidak sesuai dengan faktanya.
Menurut Sutrisno sebagai anak kandung Sarti merasa tidak terima dengan isi surat tersebut.
“Isi surat yang menerangkan bahwa khuswatun Kasanah adalah anak dari Sarti tidak di benarkan. Karena semua orang di Kemlaten tahu cerita sesungguhnya. Bahwa dia (rosi) atau khuswatun kasanah ini anak asuh orang tua saya. Yang mana pada saat itu bapak saya bernama Podo dan ibu saya bernama Sarti, mangasuh anak bernama Khuswatun Kasanah yang berasal dari keluarga tetangga saya. Sedangkan bapak aslinya khuswatun kasanah itu bernama Abdul Jalil, Orang di sini semua pada tahu kalau khuswatun itu anak angkat pak Podo dan Bu Sarti, bukan anak kandung.” ungkap Sutrisno.
“La wong Khuswatun alias rosi waktu di asuh orang tua saya masih kecil, sedangkan saya sudah dewasa dan punya penghasilan sendiri waktu itu. Bahkan biaya hidup dan biaya sekolah khuswatun saya yang nanggung dan saya sebagai tulang punggung pada waktu itu.” imbuh Sutrisno.
Terbitnya SKW ganda menurut Sutrisno di perkirakan sejak 2017, sebab pada tahun itu dirinya sempat di datangi 3 orang pengacara dan 1 orang oknum yang mengaku polisi. Dalam kehadiran mereka berempat meminta agar Sutrisno mau memberikan harta warisan dari orang tuanya untuk di berikan kepada Khuswatun Kasanah . Bahkan sempat oknum polisi ini menggebrak meja milik sutrisno dengan nada intervensi.
Sutrisno tidak gentar sedikitpun, dirinya menjelaskan kepada ke 3 pengacara tersebut bahwa rumah yang di maksud Khuswatun Kasanah itu sudah di jual oleh ibu pada tahun 2002. Sedangkan rumah yang di tempati khuswatun saat ini adalah rumah saya sendiri, hasil dari jerih payahnya ketika itu. Terbukti dengan adanya sertifikat dan AJB dari Notaris yang dimiliki, semua bernama Sutrisno. Setelah mengetahui adanya hak kepemilikan benar milik sutrisno, maka 3 orang pengacara tersebut meminta maaf kepada Sutrisno dan undur diri dari kuasa perkara yang di berikan kepadanya.
Akan tetapi upaya perebutan harta warisan yang di lakukan oleh Khuswatun tidak berhenti di situ. Dirinya saat ini menyebarluaskan adanya SKW yang menyebutkan bahwa dirinya adalah anak dari Podo dan Sarti. Merasa tak terima dengan hal itu, Sutrisno menghadap ke Kelurahan agar dapat menerbitkan kembali SKW yang tertera di nomer registrasi kelurahan. Namun Asim Lurah Kebraon menyatakan jika hal ini tidak bisa di terbitkan lagi, SKW yang sudah pernah terbit tidak bisa di keluarkan lagi meskipun nomer regitrasimya ada di buku.
Tentu saja dalam hal ini membuat Sutrisno geram. Pasalnya Surat Keterangan Waris dengan Reg no : 474.3/23/402.6. yang dimiliknya sejak 2002 lalu sangat berbeda dengan SKW versinya Khuswatun. Adapun salinan berupa foto copy miliknya telah di lengkapi dan mendapatkan tanda tangan dari lurah serta pihak kecamatan bahkan ada tanda tangan saksi sebanyak 2 orang.
“Sedangkan milik kuswatun tidak ada saksi dan tidak ada stempel dari kecamatan terkait, ini ada indikasi pemalsuan,” tutur Sutrisno.
Menurutnya, penambahan nama khuswatun di buku kelurahan ada oknum yang melakukan. Sebab menurut hasil wawancara kepada saksi bernama sukamto tidak ada ahli waris bapak podo bernama khuswatun kasanah. Hal ini di nyatakan oleh sukamto saat di konfirmasi oleh awak media.
” Siapa khuswatun itu? Saya kok gak tahu sama dia.” Tanya Sukamto kepada awak media saat melihat SKW versi khuswatun.
Bahkan dirinya menganggap SKW versi khuswatun di nyatakan palsu. Sebab dirinya yang menjadi saksi dan ikut bertanda tangan langsung pada saat proses pembuatan SKW versi Sarti. Selain itu menurutnya dua orang saksi inipun juga pegawai kelurahan. Dan waktu itu Sukamto menjabat sebagai Kasipem di Kelurahan Kebraon.
Disini kejanggalan terjadi, karena pihak kelurahan Kebraon menyatakan bahwasanya arsip yang tercatat di kelurahan adalah 3 nama, yaitu Sari, Sutrisno dan Kuswatun. Bukan 2 nama seperti yang dimiliki Sutrisno.
Bahkan saat dikonfirmasi pihak Kelurahan Kebraon menjelaskan bahwasanya arsip surat keterangan waris yang tercatat di kelurahan adalah 3 nama tersebut.
“Ini soalnya yang tercatat di arsip ada 3 nama, saya juga bingung kenapa seperti ini,” kilah Asim Lurah Kebraon saat ini.
Dirinya mengaku sudah 9 tahun menjabat lurah di Kebraon. Bahkan Asim mengaku sempat memberikan surat pengantar kepada Khuswatun Kasanah untuk keperluan mengurus penetapan waris di Pengadilan Agama Surabaya. Setelah mengetahui bahwa ada masalah dengan internal keluarga, Asim sebagai Lurah Kebraon merasa kecolongan. Sebab dirinya merasa kurang teliti saat memberikan pelayanan kepada khuswatun.
Asim selaku Lurah juga menambahkan, bahwa dirinya hanya mampu memberikan keterangan bahwa yang tercatat itu adalah 3 nama.
“Saya juga bingung, kenapa dalam arsip itu 3 nama, Karena waktu itu bukan saya yang menjabat”, ujarnya.
Setelah memberikan penjelasan kepada beberapa awak media, Asim memberikan statmen bahwa dirinya akan memanggil kedua belah pihak yaitu antara Sutrisno dan Khuswtun Kasanah agar mencari jalan tengahnya.
“Saya akan panggil mereka berdua di kelurahan supaya ada keterangan kedua belah pihak.” terang Asim.
Sayangnya kebijakan Lurah untuk memanggil kedua belah pihak terkesan lambat. Sebab kejadian ini sudah di ketahui sejak 2017. Bahkan Khuswatun Kasanah menjadi pemohon atas Akte Kematian Sarti tanpa mendapatkan ijin atau restu dari anak kandung Sarti yaitu Sutrisno. Sambil menunggu bukti tambahan Sutrisno sudah mempersiapkan berkas untuk membawa perkara ini ke meja hijau. (nald)