MetroTimes (Pamekasan) – Pandemi Covid-19 berdampak pada lesunya dunia usaha di berbagai negara, termasuk Indonesia. Masih ada bidang usaha yang bertahan dan bahkan akan tetap menanjak, yaitu usaha makanan dan minuman atau kuliner.
Salah satunya usaha makanan ringan Teri Crispy yang diproduksi oleh Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Al Asya’ariyah, Pondok Pesantren Miftahul Ulum, Desa Pagendingan, Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan di Pulau Madura.
Makanan yang memiliki kandungan protein tinggi ini, untuk menikmatinya bahkan harus antri beberapa hari. Ini karena ketersedian bahan baku yang minim, karena tidak mudah untuk mendapatannya dari nelayan. “Cuaca ekstrim seperti angin laut yang kencang dan air laut pasang membuat nelayan sering kesulitan mendapatkan teri. Kamipun harus berebut ikan teri dengan pembeli lainnya,” kata Muh Fudali, Sekretaris Yayasan Al Asya’ariyah, Pondok Pesantren Miftahul Ulum saat ditemui di pondok, Selasa (15/9/2020).
Memiliki kawasan perairan laut yang cukup luas harusnya bukan menjadi alasan untuk mendapatkan pasokan bahan baku teri. Namun faktanya, ketersediaan teri di Pulau Madura acapkali sulit didapatkan meskipun empat kabupaten di pulau ini semuanya memiliki wilayah bibir pantai dan ribuan nelayan yang ada. “Ya kalau cuaca yang sering jadi alasan, kamipun harus pasrah. Karena sampai saat ini belum ada teknologi budidaya ikan teri,” terangnya.
Akibat minimnya bahan baku, dalam sebulan Kopontren Al Asya’ariyah rata-rata hanya sanggup memproduksi 100 bungkus. Dengan jumlah tersebut, pembeli harus rela antri untuk menikmati makanan yang memiliki beberapa varian rasa, yakni original, super pedas dan sambal balado.
Untuk pemasaran, tak menjadi persoalan. Produk makanan karya santri itu dipasarkan di pusat-pusat penjualan oleh-oleh, di toko hingga di tempat-tempat wisata. Bahkan permintaan dari luar daerah pun banyak berdatangan setelah pesantren memanfaatkan media sosial untuk pemasarannya, sehingga produk kami juga bisa dinikmati konsumen diluar Pulau Madura. Teri Crispy pun jadi produk unggulan yang diikutkan dalam program One Pesantren One Product (OPOP) Pemprov Jawa Timur.
Fudali menceritakan, jaringan alumni pondok pesantren juga ikut terlibat dalam pemasaran produk ini. Sehingga tidak sulit untuk menjual produk makanan yang diproduksi langsung oleh para santri ini. Setiap kali habis produksi, produk langsung habis karena jaringan alumni santri juga ikut terlibat memasarkan produk ini dari masing-masing tempat tinggalnya.
Aneka olahan ikan memang menjadi salah satu hidangan yang banyak diminati semua orang. Teri krispi menjadi salah satu makanan yang begitu dikenal di sekitaran Madura. Rasanya yang asin dan gurih membuat teri crispy begitu nikmat saat disantap. Ikan teri juga memiliki banyak kandungan yang baik bagi kesehatan.
Teri Crispy yang diproduksi Kopontren Al Asya’ariyah berdiri sejak tahun 2019. Teri Crispy ini merupakan olahan ikan teri yang digoreng dengan balutan tepung dan dibumbui dengan rempah-rempah pilihan, sehingga memiliki rasa yang renyah dan lezat menggoda selera. Bahan-bahan untuk membuat makanan ini diantaranya ikan teri, tepung, garam dan minyak nabati serta perisai makanan untuk varian non original.
Teri Crispy terbuat dari ikan teri segar pilihan ini sangat cocok sebagai camilan diwaktu santai maupun untuk lauk menemani nasi. “Cocok untuk camilan di waktu santai bersama keluarga, tanpa formalin dan siap saji. Dengan dua varian rasa original dan sambal balado, dan produk kami bisa bertahan selama setahun,” ujar Lilik Suhairiyah, Koordinator Produksi.
Soal packaging, meski produk ini pengemasannya tidak seapik dibandingkan produk keluaran industri atau pabrikan modern. Namun hal itu tidak meyurutkan santri untuk terus berinovasi. “Kami memang baru memanfaatkan fasilitas alat printing seadanya untuk penanda produk dan itupun dikerjakan oleh siswa Madrasah Aliyah. Namun soal kualitas rasa, produk kami bisa dibandingkan dengan makanan olahan teri lainnya yang sudah terkenal lebih awal,” ujarnya.
Agar produk Teri Crispy ini memiliki peningkatan kualitas produk khususnya dalam packaging, Fudali berharap pemerintah bisa membantu misalnya melalui perbaikan packaging produk. Karena tidak punya alat packaging yang baik, maka kemasan produknya juga masih kalah jauh dengan produk komersil lainnya. Tak jarang daya saingnya kalah hanya karena packaging. Untuk itu kami berharap untuk kemudahan akses permodalan. “Karena kalau produk sudah bagus dan permintaan tinggi, otomatis produksi harus ditambah dan itu butuh tambahan modal,” katanya. (nald)