Metro Times (Jakarta) Fakta menunjukan, 82,3% calon kepala daerah, memiliki donatur dalam setiap kontestasi Pilkada. Hal ini menjadi salah satu faktor banyaknya tikus-tikus kantor yang menggerogoti anggaran daerah, dan berujung menyengsarakan rakyat.
Para donatur politik biasanya berharap kemudahan perizinan berbisnis, kemudahan tender proyek lelang pemerintahan, keamanan dalam menjalankan berbisnis, mendapatkan prioritas bantuan langsung.
Hal tersebut diungkapkan Ketua KPK, Firli Bahuri dalam Pembekalan Kepemimpinan Pemerintahan Dalam Negeri bagi Bupati/Wali kota dan Wakil Bupati/Wakil Wali kota Hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2020 secara virtual, Rabu, 9 Juni 2021.
Kegiatan itu diselenggarakan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM), Pusat Pengembangan Kompetensi Pemerintahan Dalam Negeri.
“Kepala Daerah harus punya sikap. jangan sampai korupsi hanya karena tekanan pihak-pihak yang merasa mereka adalah donatur saat Pilkada,” kata Firli seperti dilansir dalam keterangan tertulis Puspen Kementerian Dalam Negeri.
Firli mengatakan, godaan dari pihak-pihak yang menjadi donatur saat Pilkada akan berlangsung selama periode seseorang menjadi Kepala daerah.
Firli juga mengingatkan, kepala daerah untuk antara lain mewujudkan tujuan negara, menjamin stabilitas politik dan keamanan, menjamin keselamatan masyarakat dari gangguan bencana dan pertumbuhan ekonomi, menjamin kemudahan investasi dan perizinan berusaha, dan menjamin keberlangsungan program pembangunan nasional.
Lebih lanjut Firli menyinggung proses perencanaan, pengesahan implementasi dan resiko korupsi Program Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Mulai dari perencanaan, Pengesahan, Implementasi dan Evaluasi. Pada tahapan-tahapan tersebut ada resiko terjadinya fraud.
Firli menegaskan KPK sudah sejak lama membuat strategi pemberantasan korupsi. Berbagai macam pendekatan dilakukan. Pertama, pendekatan pendidikan masyarakat (public education approach). Kedua, pendekatan pencegahan (preventif approach). Ketiga, pendekatan penindakan (law enforcement approach).
Pada kesempatan itu Firli juga mempresentasikan kasus korupsi di Indonesia berdasarkan jenis profesi dan jabatan. Mulai dari swasta (329 orang), Anggota DPR/DPRD (280 orang), Eselon I/II/III (235 orang), Walikota/Bupati (129 orang), Gubernur (21 orang). Sedang modus operandi didominasi oleh penyuapan (739 kasus), pengadaan barang dan jasa (236 kasus) dan penyalahgunaan anggaran (50 kasus).