- iklan atas berita -

Metro Times (Purworejo) Kabar minimnya perhatian Pemkab Purworejo terhadap paramedis dalam penanganan Covid-19 mendapat kecaman dari Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Purworejo. Organisasi tersebut mendesak agar Pemkab mengalokasikan jatah anggaran KNPI tahun 2020 yang dipangkas total, dapat dipakai untuk perlindungan dan kesejahteraan paramedis.

KNPI menyoroti, pindahnya sebanyak 44 paramedis dari lokasi transit di Hotel Ganesha menuju RSUD RAA Tjokronegoro karena terancam membayar mandiri, menjadi keprihatinan bersama. Terlebih, di tengah eskalasi kasus positif Covid-19 di Kabupaten Purworejo yang terus melonjak.

“Paramedis atau tenaga kesehatan ini sudah mempertaruhakan waktu, keluarga, dan kesehatannya untuk merawat pasien. Selayaknya Pemkab memberikan perhatian khusus, termasuk penggratisan dan fasilitasi yang maksimal utk tempat transit,” kata Ketua KNPI Purworejo, Muhammad Musyafa, (6/5).

Disebutkan, pada tahun anggaran 2020 ini KNPI menerima jatah alokasi anggaran melalui dana belanja langsung Dindikpora sekitar Rp122.499.900. Oleh Pemkab, dana tersebut sudah dinolkan dan direfocusing untuk penangan Covid-19.

“Jika memang Pemkab tidak memiliki alokasi lain untuk pembiayaan sewa transit paramedis di Hotel Ganesha, jatah anggaran KNPI saja yang digunakan,” sebutnya.

ads

Lebih lanjut Musyafa mendorong kepada semua pihak untuk terus bersama-sama gotong royong menanggulangi pandemi Covid-19. Seluruh langkah cepat dan tepat Pemkab harus didukung, tetapi jika ada yang menyimpang harus turut diluruskan.

“Kami mendukung penuh upaya Pemkab dalam penanganan Covid-19. Tapi untuk persoalan paramedis ini kami minta dapat segera diputuskan. Beri jaminan paramedis agar mereka dapat menjalankan tugas sebaik-baiknya,” tegasnya.

Sebelumnya diberitakan bahwa sebanyak 44 paramedis yang menjadi garda terdepan penanganan Covid-19 terpaksa “mengungsi” dari lokasi transit di Hotel Ganesha Purworejo, Selasa (5/5). Mereka memilih menempati lantai 3 RSUD RAA Tjokronegoro karena terancam harus membayar biaya sewa mandiri jika harus tetap tinggal di hotel milik Pemkab Purworejo tersebut.

Hal itu mengemuka dalam Rapat Sinkronisasi Draf Peraturan Bupati (Bupati) tentang Penanganan Covid-19 Kabupaten Purworejo antara Bagian Hukum Setda Kabupaten Purworejo dengan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kabupaten Purworejo, Selasa (5/5). Rapat berlangsung di Ruang Alat Kelengkapan DPRD dipimpin Ketua Bappemperda, Rr Nurul Komariyah SSos bersama wakil Ketua Prabowo SH, dan anggota Rohman. Hadir bagian hukum Setda serta sejumlah OPD terkait pengananan Covid-19 Kabupaten Purworejo.

Hasil penelusuran metrotimes menyebutkan bahwa paramedis mulai pindah ke RSUD RAA Tjokronegoro sejak Selasa sore. Seorang paramedis yang berhasil dikonfirmasi mengaku bahwa mereka terpaksa pindah karena ada perintah dari RSUD dan terdengar kabar bahwa ada tagihan masuk terkait penginapan ke RSUD.

Sementara itu, menangggapi berita tersebut Sekda Purworejo Said Romadhon menyatakan bahwa terkait keluarnya para tenaga kesehatan dari Hotel Ganesha. “Hotel Ganesha tidak hanya ditempati para tenaga kesehatan, tetapi juga ada tamu atau konsumen dari masyarakat umum. Sehingga untuk kenyamanan semuanya, perlu dilakukan sterilisasi secara berkala,” ungkapnya.

Dikatakannya, bahwa anggaran penanganan Covid-19 di Kabupaten Purworejo masih mencukupi, termasuk untuk kebutuhan sumberdaya tenaga kesehatan. “Karena itu saya tegaskan bahwa tidak benar kalau para tenaga kesehatan yang transit di Hotel Ganesha disuruh membayar,” tandasnya

Dijelaskan bahwa pemindahan ini hanya sementara sampai proses sterilisasi selesai, setelah itu mereka akan kembali ke Hotel Ganesha. Dipilihnya lokasi sementara di RSU RAA Tjokronegoro, karena lokasinya lebih dekat daripada di Pusdiklat Kutoarjo. “Oleh karena itu, rekan-rekan tenaga kesehatan tidak perlu khawatir. Tidak mungkin para pejuang kesehatan dibebani membayar biaya sewa tempat transit yang memang disediakan Pemerintah Daerah,” jelasnya.

Sterilisasi tidak hanya dilakukan di Hotel Ganesha, tapi juga di tempat lain seperti ruang rawat inap RSUD. “Ruangan itu tidak boleh dipakai terus menerus sehingga perlu disterilisasi. Makanya BOR (bed occupancy ratio/angka penggunaan tempat tidur) RSUD harus kurang dari 75%, bila melebihi itu kurang bagus,” katanya

Menurut Sekda, Pemkab juga sedang mempersiapkan tiga tempat lain untuk jaga-jaga apabila dibutuhkan. Yaitu GOR Sarwo Edhie Wibowo, Gedung Kesenian WR Soepratman dan Gedung Wanita A Yani, agar masyarakat terlayani dan bila sedang disterilisasi bisa saling menggantikan. “Selain itu, desa juga harus menyiapkan tempat isolasi mandiri di wilayah masing-masing,” katanya.

Sekda menambahkan, kita memang harus satu pemahaman bahwa salah satu upaya melindungi masyarakat adalah dengan pengendalian orang mudik, melakukan pemeriksaan rapid test dan swab, agar bisa ditemukan sedini mungkin warga yang ODP, PDP dan positif, sehingga mudah penanganannya.

“Dengan langkah itu tentu datanya jadi melonjak tapi bisa terkendali. Sedangkan kalau kita pasif, data ODP, PDP dan positif mungkin sangat kecil, tapi suatu saat bisa meledak dan tak terkendali,” jelasnya. (dnl)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!