Metro Times (Semarang) – Rasa tidak suka terhadap suatu pemikiran seorang tokoh, kadangkala bisa jadi pemicu rasa benci. Wakil Gubernur Jawa Tengah, KH. Taj Yasin Maimoen mengaku pernah dalam situasi tersebut. Namun ayahnya yang merupakan ulama besar, Alm KH Maimoen Zubair, segera mengingatkannya.
“Pernah ada tamu dari Arab, datang ke rumah Mbah Maimoen. Karena Mbah Maimoen itu senang dengan ilmu, jadi ulama itu diberikan waktu untuk memberikan mauidhoh hasanah,” kenangnya saat mengisi acara Pengajian Maulid Nabi Muhammad 1445 H di Masjid Syafruddin Plamongan Hijau Pedurungan Semarang, Jumat (01/09) malam.
Selesai memberikan mauidhoh hasanah, kata Wagub, ulama yang merupakan ahli tafsir itu bercerita mengenai kepemimpinan presiden negara Arab. Saat momen ini, Wagub merasa tidak cocok dengan apa yang diutarakan sang ulama. Dalam batinnya mengatakan, alim ulama tidak seharusnya menyampaikan sesuatu yang berpotensi menjadi fitnah.
“Wah nggak cocok saya ini. Karena nggak cocok, terus mlipir, pindah. Saat saya pindah, dipanggil Mbah Maimoen,” bebernya
KH Maimoen Zubair, ungkap Wagub, saat itu memintanya untuk mengambilkan uang dan dimasukkan ke dalam amplop. Setelah melaksanakan perintah tersebut, wagub menyerahkan amplop kepada Mbah Maimoen. Tapi ternyata, Mbah Maimoen meminta dirinya untuk menyerahkan amplop tersebut kepada sang ulama.
“Saya lagi tidak cocok, malah disuruh menyerahkan uangnya. Ketika saya sudah menyerahkan uang ke ulama, dan ulamanya pulang, Mbah Maimoen baru menyampaikan kepada saya,” tuturnya.
Mbah Maimoen mengingatkan, ketika tidak merasa cocok dengan pemikiran seseorang, jangan dimasukkan ke hati. Yang perlu dilakukan adalah menghormati ilmu yang dimilikinya.
“Aku juga nggak cocok dengan pidato politiknya tadi. Tapi aku menghormati ilmunya. Sebab kakak-kakakmu, ulama-ulama Indonesia banyak yang membaca kitabnya dan banyak yang menjadi muridnya. Ini menghormati ilmu,” kata Wagub seraya mengingat pesan ayahandanya.
Dari kisah ini, Wagub pun memberikan pesan, agar jangan sampai membenci tokoh karena tidak sepaham dengan pemikirannya. Tetaplah menghormati ilmu yang dimilikinya dan tetapi tidak perlu memakai pemikirannya. Sebab, dengan membenci, apalagi sampai orang lain terpengaruh ikut membenci, akan membuka celah persoalan yang lebih besar.
“Jangan sampai kita ikut menghujat. Menjelek jelekkan. Ini bahaya,” katanya tegas. (af).