Metro Times (Purworejo) Sejumlah petani yang tergabung dalam Paguyuban Kedung Putri 81 nekad bakal membuka paksa pintu air DI Kedung Putri untuk menghindar dari puso atau gagal panen. Hal itu rencananya akan dilakukan karena tidak ada respon serius dari para pemangku kebijakan revitalisasi saluran irigasi DI Kedung Putri yang sampai saat ini masih berlangsung.
“Semakin banyak yang terdampak penutupan irigasi Kedung Putri, sumur mengering, budidaya ikan kolam juga khawatir dan yang paling mengancam di depan mata adalah nasib petani yang terancam puso alias gagal panen,” ucap Ketua Paguyuban Kedung Putri 81, Agus Bintoro, warga Doplang RT 02 RW 04, Kecamatan/Kabupaten Purworejo, Senin (30/8).
Dijelaskan, Paguyuban Kedung Putri 81 beranggotakan petani dari delapan kelurahan dan dua desa di empat Kecamatan (Purworejo, Banyuurip, Bayan dan Gebang) yang terdampak langsung penutupan DI Kedung Putri yang tengah dilakukan revitalisasi. “Kurang lebih ada 400 hektar tanaman padi petani yang terancam puso akibat pengeringan irigasi yang sudah diterapkan sejak Juli 2021 lalu,” jelasnya.
Ditegaskan, para petani kini hanya berharap padi yang sudah mendekati masa panen bisa diselamatkan, syaratnya yakni air segera bisa mengalir. Perhitungannya, jika bulan September air bisa mengalir, kemungkinan panen masih bisa dilakukan, kendati hasilnya jelas tidak maksimal.
“Kami sudah mencoba audiensi dengan dewan, kami masih menunggu jawaban dari pemangku kebijakan dalam hal ini Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO), rencana kami mau ke dewan lagi, jika tidak ada jawaban kepastian yang mau bagaimana lagi, kami akan konsolidasi untuk membuka pintu DI,” tegasnya.
Menurutnya, imbas dari pengeringan irigasi DI Kedung Putri berpotensi memicu kerawanan, kondisi sulit pandemi Covid-19 telah membuat banyak pengangguran, kemiskinan juga kriminalitas tinggi. “Itu semua dampak kondisi saat ini, jadi tolong jangan ambil kebijakan yang menyulitkan masyarakat, sekali lagi jika tidak ada jawaban, kami secepatnya akan konsolidasi buka pintu air,” ujarnya.
Salah satu petani, Teguh Supriyanto mengungkapkan, rata-rata tanaman padi petani saat ini sudah masuk usia 50 hari hingga 70 hari. Bulir padi sudah nampak tinggal menunggu isi dan mratak (menguning,red). “Tanaman kami sangat membutuhkan air, namun sekarang justru tidak ada air, sawah kami dialiri irigasi teknis DI Kedung Putri, tanpa ada pasokan air kami terancam puso, apa yang bisa kami lakukan saat ini dengan menyemprotkan penguat isi, agar bulir padi berisi dan tidak rontok kekurangan air,” ungkapnya.
Menurutnya, sebetulnya ada bantuan bagi petani yang terdampak cuaca, namun biasanya itu karena iklim. “AUTP kan asuransi usaha tani, tapi ini kekeringan karena disebabkan revitalisasi irigasi, bukan musim. Jadi kami berharap seminggu ini irigasi bisa dialiri air hingga tanaman padi kami tertolong. Bagaimana teknisnya supaya revitalisasi tetap bisa jalan dan kami tidak kehabisan air itu mereka (BBWSSO) yang lebih tahu,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas pekerjaan umum dan perumahan rakyat (DPUPR) Kabupaten Purworejo, Suranto mengatakan, pada intinya revitalisasi saluran irigasi merupakan bentuk layanan untuk kelancaran pengairan areal persawah. Kondisi di lapangan untuk kelancaran pekerjaan dilakukan pengeringan, namun di sisi lain petani juga membutuhkan air, sebab masih musim tanam padi.
“Irigasi itu dibangun juga untuk pelayanan pertanian dan kebutuhan masyarakat, pekerjaan ini kewenangan ada di BBWSSO, coba nanti saya sampaikan atau koordinasikan dengan UPT Pengiran. Apakah mungkin bisa diambil alternatif sementara air mengalir untuk sawah dan kemudian dikeringkan untuk pembangunan,” ucapnya. (dnl)