MetroTimes (Surabaya) – Sidang lanjutan terdakwa Ani Liem dan Masudi (berkas terpisah), yang tersandung dugaan perkara penipuan, dengan agenda pemeriksaan 1 (satu) saksi, yakni Edison yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bunari SH dari Kejaksaan Tinggi Jawa-Timur.
Setelah Hakim Ketua Suparno SH MH membuka sidang terbuka untuk umum, langsung memberikan kesempatan pada Jaksa Bunari SH untuk bertanya pada saksi apakah mengenal Ani Liem ?
“Saya dan Ani Liem sama sama marketing freelance PT Danora Kakau Internasional. Sama sama tawarkan MTN (surat hutang jangka pendek),” jawab saksi di ruang Garuda 2 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (8/11/2022).,.
Bahkan, Ani Liem menawarkan Edison bahwa baru beli PT. Bank Perkreditan Rakyat Sumber Usahawan Bersama (BPR SUB).
“Kalau nasabahmu selamat, nasabahmu mau tempat dananya di sana. BPR SUB terdaftar di OJK dan LPS, serta aman,” ucap Edison menirukan ucapan Ani Liem.
Akhrinya Susanto (pelapor) aktif sendiri dan menyetor dana ke BPR SUB sebesar Rp 1,5 miliar.
Kembali Jaksa Bunari SH bertanya apakah nasabah Susanto memindahkan dana ke BPRSUB sebesar Rp 1,5 miliar, saksi mendapatkan komisi ?
“Ya, saya dapat komisi dari Jerry, tetapi nilainya saya lupa pak Jaksa,” jawab saksi.
Giliran Penasehat Hukum (PH) terdakwa Ani Liem, yakni Dr Dr Henry Indraguna SH MH CRA, CMLC bertanya pada saksi Edison, apakah Ani Liem pernah menyampaiakn sebagai pemilik BPR dan ada Jerry , apakah saksi mengecek ?
“Saya nggak ngecek. Dalam PPJB notaris pihak pertama menjual dan menyerahkan pada pihak kedua. Hal ini belum dapat dilaksanakan , karena butuh persetujuan OJK. Ada surat pernyataan yang menandatangani adalah Masudi dan bukan Ani Liem,”jawab saksi.
Kembali Dr Dr Henry Indraguna SH MH CRA, CMLC bertanya pada saksi apakah pelapor Susanto mendaftarkan PKPU ?
“Saya lupa, karena yang mengurus Susanto sendiri. Yang ngurus PKPU bukan saya,” jawab saksi.
Dr Henry Indraguna SH MH menyatakan, seharusnya saksi Edison juga menjadi terdakwa, seperti Ani Liem. Tetapi kenapa tidak jadi terdakwa.
“Hal itu menjadi kewenangan Penyidik,” kata Hakim Ketua Suparno SH MH.
Atas keterangan yang disampaikan oleh saksi Edison, disangkal oleh terdakwa Ani Liem ketika dimintai tanggapannya terhadap keterangan saksi tersebut.
Sehabis sidang, Dr Dr Henry Indraguna SH MH CRA, CMLC mengatakan, patut diduga yang menawarkan langsung melakukan bujuk rayu adalah Edison. ” Maka hemat kami, seharusnya Edison kena juga pasal 378, 372 dan pasal 55 KUHP, bersama Ani Liem. Kenapa Edison bisa lepas dari penyidikan,” cetusnya.
Dalam dakwaan Jaksa, yang dibaca Dr Dr Henry Indraguna SH MH CRA, CMLC , Rp 1,5 miliar kali dua. Tetapi, faktanya hanya Rp 1,5 miliar. Tetapi Susanto mengajukan PKPU dan sudah ada homologasi. Kerugiannya hanya RP 1,5 miliar.
“Terdakwa juga sudah mengembalikan Rp 1,5 miliar dan seharusnya yang mengembalikan adalah Masudi. Permasalahannya, setelah Ani Liem masuk penjara, Susanto menghubungi suami Ani Liem. Nah di situlah ada komunikasi. Suami Ani Liem tidak mengerti soal hukum dan kasihan istrinya, serta terbujuk rayu. Lalu menstranfer Rp 1,5 miliar.,” ungkapnya.
Padahal yang menikmati uang itu adalah Masudi, karena ketakutan dan ditekan, terintimidasi dan terbujuk rayu , akhirnya suami Ani Liem (Tan Honggo Joyo) transfer uang kepada pelapor, Susanto.
Ternyata, Susanto tidak memberikan keterangannya kepada Penyidik. Dugaan kami tidak ada etikad baik , karena perjanjian yang akan diberikan tidak pernah ditandatangani. Pencabutan laporan tidak terjadi dan diulur-ulur terus. Padahal yang Rp 1,5 milair sudah masuk ke Susanto.
“Kami buru dan tagih, mana perjanjian dan pencabutannya. Dijanjikan lagi dan lagi. Pelapor tidak ada etikad baik untuk memberikan perjanjian perdamaian. Akhirnya, kami kesal dan dipermainkan oleh pelapor. Kami mengajukan praperadilan. Di situlah ada komunikasi, kami akan cabut praperadilan, kalau perjanjian ditandatangani. Besoknya pelapor ke Surabaya dan baru mau tanda tangani perjanjian,” tukasnya.
Nah, saat tanda tangan, sudah P-21 dan sudah tahap II. Jadi, ada etikad tidak baik dari pelapor agar perkara ini diulur-ulur dan perkara ini jadi P-21 dulu. Setelah perjanjian ditanda tangani.
“Setelah kami bayar, janjinya Susanto setelah kami bayar, akan cabut laporan perkara ini. Ternyata jauh panggang dari api. Seharusnya, kalau sudah dibayarkan, sebelum P-21.Kami bisa Restorasi Justice. Diduga ada etikad tidak baik. Susanto tidak ada kerugian. Dakwaan jaksa Rp 1,5 miliar kali dua. Mana yang benar ?,” tandasnya.
Dijelaskan Dr Dr Henry Indraguna SH MH CRA, CMLC, diduga ada kriminalisasi terhadap Ani Liem , seolah-olah ada pidana. Padahal tidak ada pidananya. Apalagi keterangan saksi dari pelapor Susanto, semuanya dicabut. Saat ketika JPU lakukan penuntutan, dasarnya apa ?
“Kan tidak ada atau zero. Harapan kami, terdakwa Ani Liem bebas murni. Tidak ada kerugian, zero tindak pidananya. (nald)