Metro Times (Purworejo) Sebuah even budaya bertajuk Gendhing Setu Legi (GSL) yang digelar sejak akhir tahun 2019 bakal kembali berlanjut pada tahun 2022. Namun, GSL yang telah masuk dalam program Forum Komunikasi (FK) Media Tradisional (Mitra) Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) Kabupaten Purworejo tersebut akan digelar dengan perluasan kolaborasi melibatkan sejumlah elemen dan 2 perangkat daerah terkait. Masing-masing yakni Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) serta Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Dinporapar) Kabupaten Purworejo.
Hal itu mengemuka dalam acara Rapat Koordinasi (Rakor) Pelaksanaan GSL Tahun 2022 di Ganecca Convention Hall Purworejo, Rabu (5/1). Rakor dipimpin Plt Kepala Dinkominfo yang juga Kepala Dinporapar Purworejo, Stephanus Aan Isa Nugroho SSTP MSi, diikuti antara lain perwakilan Dindikbud, Dinporapar, Dewan Kesenian Purworejo, para pegiat seni perintis GSL, serta perwakilan sanggar seni. Hadir tokoh Budayawan Purworejo, Soekoso DM, sebagai narasumber.
“Gendhing Setu Legi yang sekarang sudah jadi ini perlu dipertahankan. Gotong-royong antara Pemkab dengan para seniman juga harus dikuatkan, apalagi dalam situasi pandemi yang kita belum tahu kapan akan berakhir,” kata Soekoso saat menyampaikan komentar penutupnya.
Plt Kepala Dinkominfo menyebut bahwa seluruh pemerintah kabupaten/kota memiliki amanah atau tugas melaksanakan FK Mitra yang bertujuan antara lain untuk memberi edukasi, informasi, sekaligus menampung aspirasi masyarakat melalui media-media tradisional. Amanah itu melekat pada fungsi Dinkominfo. GSL dipilih karena di dalamnya memuat wedhar kawruh (edukasi dan informasi budaya) serta mirunggan/gendhu-gendhu rasa atau penyampaian aspirasi.
“Salah satu aspirasi yang muncul dalam GSL dan kita berhasil itu adalah Wayang Gagrag Kaligesingan. Itu jadi saksi sejarah. Kemudian dari GSL kita tindaklanjuti melalui dewan kesenian dan sebagainya,” kata Aan.
Dijelaskan, GSL diinisiasi oleh komunitas. Tokoh penggeraknya antara lain Ketua Sanggar Tari Prigel, Melania Sinaring Putri SSn, dan Ketua Komunitas Teater Purworejo, Achmad Fajar Chalik. Dalam perjalanannya, Dinkominfo melalui FK Mitra masuk dan turut mendukung hingga saat ini.
Dalam beberapa pagelaran, GSL dikonsep dengan berbagai sajian, seperti tari, karawitan, tembang Jawa, pembahasan kearifan lokal, dan seni budaya lain dengan tema yang berbeda-beda untuk melestarikan seni budaya Jawa. Penyelenggaran GSL dipusatkan di Pendopo Kabupaten Purworejo karena lokasi tersebut memiliki nilai sejarah dan daya tarik yang tinggi.
“Keunikan ini punya potenai utk atraksi pariwisata wisata. Maka dalam beberapa kesempatan GSL itu yang datang yang dan nonton itu banyak dari luar kota, seperti Semarang, Cilacap, dan Kulonprogo karena even seperti ini memang jarang,” jelasnya.
Menurut Aan, penyelenggaraan GSL dalam beberapa tahun terakhir cukup baik, tetapi perlu peningkatan. Karena itulah, pihaknya sengaja melakukan Rakor dengan mengundang pihak-pihak terkait agar penyelenggaraan pada tahun 2022 dan selanjutnya kian berkualitas.
Rencananya pagelaran pertama tahun 2022 akan dimulai pada bulan Februari dan sekaligus menjadi rangkaian Hari Jadi Kabupaten Purworejo. Selain Dindikbud dan Dinporapar, GSL juga akan berkolaborasi dengan Dewan Kesenian, komunitas, sanggar-sanggar, serta para tokoh seni dan budaya di Purworejo.
“Jadi nanti dari aspek pariwisata bisa langsung didukung oleh Dinporapar, aspek pembinaan seni budaya oleh Dindikbud, dan pihak-pihak lain di luar Pemkab dapat mendukung sesuai kapasitasnya,” ungkapnya.
Sementara itu, pengurus Dewan Kesenian Purworejo yang juga Dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM, Dr Sudibyo MHum, mengapresiasi penyelenggaraan GSL. Namun, pihaknya memberikan sejumlah catatan demi perbaikan berikutnya. Beberapa di antaranya yakni terkait hari pelaksanaan. Ia mengusulkan agar pagelaran yang semula pada Sabtu malam Minggu, disesuaikan dengan kalender Jawa yakni malam Sabtu Legi.
“Selama ini saya amati beberapa penyelenggaraan sudah bagus, tapi kita bisa memaksimalkan potensi,” katanya.
Potensi itu antara lain berupa penyajian kuliner masyarakat Watukura Kecamatan Purwodadi yang diperkirakan menjadi tren pada masa Kerajaan Mataram Kuno. Selain itu juga masih ada kesenian tradisional yang selama ini jarang dilihat masyarakat.
“Jadi dengan GSL ini orang bisa melihat kesenian khas Purworejo, melihat miniatur Purworejo secara utuh, bukan miniatur Jogja atau Solo. Kita juga bisa angkat busana Bagelenan yang bisa disetujui oleh semua pihak,” tandasnya. (dnl)