METROTIMES, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD terus melalukan dialog dengan tokoh-tokoh Papua, termasuk tokoh agama yang dikenal memiliki peran penting di sana. Dialog itu dilakukan Mahfud sejak dua bulan setelah dilantik sebagai Menko Polhukam, sampai dengan hari ini setelah ditetapkannya kelompok KKB sebagai teroris.
Dalam pekan ini misalnya, Mahfud dan para pejabat utama di Kemenko Polhukam mengadakan dialog dengan dua kelompok tokoh yang cukup berpengaruh di Papua. Mahfud juga berdialog dengan para anggota DPD RI yang membidangi urusan Papua.
Hari Senin, Menteri Pertahanan di era Gus Dur ini mengundang beberapa Keuskupan di Papua untuk berdialog di kantor Kemenko Polhukam. Dalam dialog itu hadir antara lain Mgr. Innocentius Rettobjaan (Wakil Uskup Agats), Mgr. Petrus Canisius Mandagi (Uskup Merauke), Michael Manufandu (Tokoh Papua) dan Kardinal Ignatius Suharyo, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).
“Kita ajak dialog dan bertukar pikiran dengan siapa saja termasuk dengan beberapa tokoh yang bisa membuka ruang perdamaian dan keamanan bagi masyarakat Papua,” ujar Mahfud usai dialog yang berlangsung secara bersahabat itu.
Selain dihadiri tokoh-tokoh asal Papua, dialog ini juga dihadiri perwakilan dari PBNU yakni KH. Marsudi Syuhud, dan wakil dari MUI, KH. Cholil Nafis.
Hari Selasa tanggal 25/5 pagi, giliran Mahfud berdialog dengan Komite I DPR RI yang khusus membidangi soal Papua. Dialog antara lain melibatkan legislator asal Papua.
Mengenai penanganan terhadap kelompok separatis, Mahfud menegaskan selain melakukan penegakan hukum, pemerintah tetap akan mengutamakan jalan dialog.
“Menurut pemerintah, 92% masyarakat Papua pro NKRI, darimana datanya? BIN melakukan survey bersama perguruan tinggi dan lain-lain, kesimpulannya 82% mendukung rancangan undang-undang Otsus, sepuluh persen itu bilang terserah, itu berarti setuju dan delapan persen menolak. Yang delapan persen ini terbagi tiga; ada yang kelompok politik, kelompok klandestin, dan ada KKB. Nah, yang kita hadapi sekarang ini adalah KKB karena mengganggu masyarakat Papua yang 92% itu,” tegas Mahfud.
Selasa sore, Menko Polhukam juga menerima para pendeta yang merupakan pimpinan Persekutuan Gerja-gereja Lembaga Injili Indonesia (PGLII). Hadir antara lain Ketua Umum PGLII, Pendeta Ronny Mandang, Ketua Majelis Pertimbangan Pendeta Nus Reimas, dan empat pengurus lainnya.
Menurut Pendeta Ronny Mandang, Gereja Kemah injil adalah terbesar di Papua, dan tersebar terutama di wilayah pedalaman dan pegunungan. Oleh karena itu, PGLII menawarkan kepada pemerintah untuk menjadi mediator dalam rangka berdialog dengan kelompok-kelompok di Papua.
“Kami tanggal 6 April lalu melakukan dialog dengan para pimpinan gereja-gereja disana, mereka berharap agar pemerintah membuka dialog, dan berharap kekerasan-kekerasan di Papua segera bisa berakhir” ujar Pendeta Ronny.
Ketua Majelis Pembina, Pendeta Nus Reimas juga menjelaskan pentingnya pendekatan kultural bagi orang Papua yang hidup dan dibesarkan dalam lingkungan yang berbeda.
Menanggapi hal ini, Menko Polhukam menyambut baik dan berterima kasih bila ada yang bisa menjadi mediator. Selama ini, pemerintah memang mengundang pihak-pihak yang bisa menjadi mediator.
“Semoga bapak-bapak semua bisa menjadi mediator yang bisa diterima semua pihak di sana, karena kelompok disana berbeda-beda juga. Setelah berdialog, selalu ada yang merasa tidak terwakili dan menyatakan tidak puas. Bila ada yang bisa menjadi mediator dan diterima berbagai pihak di Papua, akan kami libatkan dan fasilitasi” ujar Mahfud.
Mahfud juga menggunakan kesempatan dialog ini untuk menjelaskan kebijakan pemerintah dalam menangani Papua. Pendekatan yang digunakan adalah kesejahteraan dengan tetap membangun dialog, disertai penegakan hukum bagi kelompok-kelompok separatis. (RED-MTN)