Metro Times (Semarang) Nama Kapolda Jateng, Irjen Pol Condro Kirono, diduga dicatut terkait kisruh dugaan mafia bola di tubuh organisasi Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Hal itu disampaikan, penasehat hukum mantan Manajer Persibara Banjarnegara Lasmi Indriyani, Boyamin Saiman, dalam Pres Conference, yang diadakan di Semarang, Selasa (15/1/19).
Pencatutan itu diduga dilakukan mantan anggota Komite Wasit PSSI yang berinisial Mr P. Fakta baru tersebut diketahui Boyamin setelah mengetahui percakapan dari kliennya dengan Mr. P ketika dimintai keterangan di Komite Disiplin (Komdis) PSSI. Dalam percakapan itu, dikatakannya, Mr P sempat mengirim foto mantan Kakorlantas Polri tersebut sedang berjabat tangan, yang inti pesannya menyebutkan, tidak perlu khawatir karena sudah mendapatkan dukungan dari barisan jenderal.
“Kami menganggap ndak mungkin pak Condro ikut-ikut dalam permasalahan ini, melainkan kami duga hanya di catut. Kami menganggap orang-orang yang dimintai duit juga menyebarkan foto yang sama,” kata Boyamin Saiman, dalam pres conference.
Atas dugaan pencatutan tersebut, Boyamin, memohon Condro untuk bertindak tegas, dengan cara melaporkan perkara tersebut. Baik dugaan pencemaran nama baik atau lainnya. Selain itu, pihaknya meminta Condro untuk turut serta membersihkan PSSI agar lebih baik.
“Kami minta pak Condro juga melakukan pelaporan. Selain itu, memohon dan menuntut ikut serta membersihkan PSSI,” tandasnya.
Sedangkan kronologi awal kasus tersebut, lanjut Boyamin, pertama kali kliennya didatangi 4 orang ke Banjarnegara. Sedangkan awalnya, bermula karena kliennya merasa di kadali, kemudian mengeluhkan ke Johar Lin Eng dan selanjutnya Johar hanya mengenalkan untuk berkordinasi dengan Mr P.
“Yang mengenalkan klien kami (Lasmi) dengan Mr P, ya pak Johar, tapi bisa saja pak Johar juga di catut, namun pastinya ndak tahu. Yang jelas memang klien kami ndak pernah rembukan langsung terkait pengaturan skor dengan pak Johar,” jelasnya.
Selain itu, Boyamin juga menyebutkan, saat ini status kliennya sebagai whistleblower atau pelapor pelanggaran. Hal itu, dikatakannya, sebagaimana statute yang ada di The Federation Internationale de Football Association (FIFA) yang telah diberikan Komdis. Bahkan ia menyampaikan, hal itu juga diberlakukan di kepolisian, karena polisi juga mengacu sebagaimana Komdis.
“Jadi statusnya klien kami saksi. Kalau ditanya habis biaya dalam acara tersebut totalnya mencapai Rp 1,3milyar, itu untuk macam-macam, mulai mengurusi pekan olahraga, pemusatan latihan usia 16 dan sebagainya dan saat ini, klien kami sudah mengundurkan diri menjadi manajer,” sebutnya. (jon/dnl)