Metro Times (Surabaya) – Menyambut peringatan hari wayang nasional yang diperingati setiap 7 November, Pemprov Jatim kembali mengadakan Festival Dalang Muda 2019. Acara yang dibuka Sekretaris Daerah Prov. Jatim, Dr. Ir. Heru Tjahjono itu mengingatkan pentingnya pemahaman pakem-pakem dalam dunia pewayangan bagi para dalang muda.
“Saya menitip kepada Pepadi (Persatuan Dalang Indonesia), dalam memberikan pengajaran dalang, cukup ‘pakem’nya saja, tidak perlu ilustrasi,” ujar Sekdaprov Heru saat memberikan sambutan di Pendapa UPT Taman Budaya Jatim, Jl. Gentengkali 85 Surabaya, Kamis (7/11) malam.
Dirinya menambahkan, khusus kepada para dalang senior agar lebih berhati-hati dan telaten menurunkan serta memberikan pengetahuan dan pengalaman kepada juniornya. Hal tersebut dikarenakan dalang muda saat ini termasuk dalam kategori generasi milenial, masalah ‘Pakem’ adalah satu landasan penting yang harus ditanamkan ke setiap dalang muda. Pakem yang dimaksud adalah soal kaya akan filosofi, makna serta petuah-petuah tentang kehidupan yang diharapkan, yakni bisa disampaikan tak hanya kepada generasi saat ini, namun generasi mendatang.
Sekdaprov Heru juga menegaskan, bahwa pemahaman ‘pakem’ tanpa tambahan ilustrasi itu tidak bermaksud untuk mengurangi daya kreativitas para dalang muda. Namun sebagai upaya untuk tetap menjaga originalitas cerita yang disampaikan melalui wayang. Para dalang muda diharapkan bisa lebih memahami dahulu pakem dasar dalam dunia pewayangan, sebelum mengembangkan kreatifitas mereka melalui kreasi atau kolaborasi dengan kesenian modern yang lain.
“Mereka boleh melakukan inovasi dalam sebuah pagelaran, pada saat goro-goro lalu campursarian boleh, atau mungkin campursari dengan orkestra juga boleh. Tapi jika kembali ke wayang, tetap harus pada pakemnya,” tutur Sekdaprov Heru.
Dihadapan awak media, Sekdaprov Heru menyampaikan dukungannya saat ditanya soal pagelaran dengan menggunakan bahasa Inggris. Menurutnya, penggunaan bahasa Inggris merupakan salah satu upaya menginternasionalkan wayang itu sendiri. Namun, sebut Heru, tetap harus dalam pakem-pakem yang telah ada sejak nenek moyang terdahulu, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam wayang tidak hilang.
Masih menurutnya pembukaan festival tahunan ini sebagai salah satu bentuk konsistensi Pemprov Jatim dalam melestarikan warisan budaya leluhur. Dirinya berharap bahwa ‘Dalang’ bisa berkibar hingga akhir hayat.
Selain pagelaran wayang dan dalang, dirinya berpesan kepada Kadisbudpar Jatim agar juga mengangkat batik ke kancah yang lebih luas agar familiar di masyarakat. Banyak dari masyarakat saat ini yang tidak mengerti filosofi dan cerita yang terkandung pada kain batik. Batik yang diakui oleh UNESCO merupakan kain yang ditulis dan dilukis sedemikian rupa dan disertai oleh filosofi dan makna mendalam tentang kehidupan manusia pada umumnya. Oleh sebab itu, Sekdaprov Heru perlu adanya pemberian pemahaman kepada masyarakat tentang filosofi batik itu sendiri sebagai salah satu upaya pelestarian warisan budaya leluhur.
Sementara itu, festival yang berlangsung 7-9 November 2019 ini diikuti 17 dalang muda. Selain festival dalang, momen tersebut juga diselenggarakan flashmob atau tarian masal berupa Tarian Remo Bolet yang ditampilkan oleh ratusan siswa sanggar tari dari sekitaran Taman Budaya. Mulai dari usia SD hingga perguruan tinggi melebur menjadi satu menampilkan tarian khas kebanggan Jawa Timur tersebut.
Ikut hadir di acara tersebut, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim, Sinarto, S.Kr, MM, dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Pemukiman dan Cipta Karya (PRKPCK) Jatim Mohammad Rudy Ermawan.(nald)