Metro Times, (Manokwari) – Jaringan Damai Papua (JDP) ingin menyampaikan pandangan dan permintaan atas tragedi dan peristiwa mengenaskan yang menimpa “tukang ojek” yang meregang nyawa di Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua Pegunungan, Rabu (22/3) lalu.
JDP memandang bahwa seyogyanya di wilayah yang masuk dalam kategori wilayah atau zona konflik sedapat mungkin tidak ada aktifitas warga sipil seperti tukang ojek demi menghindari terjadinya aksi serupa. JDP sangat menyayangkan kematian “tukang ojek” tersebut.
Demikian disampaikan Juru Bicara Jaringan Damai Papua (JDP) Yan Christian Warinussy, SH di Manokwari, Jumat (24/3/23).
Lanjut Warinussy, JDP mendesak institusi keamanan dan penegak hukum seperti Polri dapat mengungkap motif penembakan atas diri dan menewaskan kematian sia-sia “tukang ojek” tersebut.
JDP juga meminta dilakukannya penelusuran lengkap mengenai status dari si tukang ojek tersebut.
Mengenai apa faktor yang mendorong dia bisa melakukan usaha jasa ojek di wilayah konflik tersebut?
Sementara korban yang ditembak aparat dalam pengejaran terkait penembakan tukang ojek diklaim aparat adalah dari anggota KKB.
“JDP mempertanyakan mengenai korban tewas berinisial ET (22) yang oleh pihak TNI dan Polri disebut sebagai anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB)” ujar Warinussy.
Adapun ditemukan disekitar diri korban yang diduga tewas akibat ditembak oleh pasukan gabungan TNI Polri tersebut adanya peluru senjata api, selongsong peluru, noken serta kunci sepeda motor dan tembakau.
Menurut kami (JDP) perlu diselidiki lebih mendalam tentang keterlibatan korban tersebut dalam serangkaian aksi kekerasan yang dipicu oleh ulah KKB tersebut.
JDP mendorong TNI dan Polri di Ilaga dan Kabupaten Puncak untuk memberi ruang bagi keterlibatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM RI) untuk menyelidiki kasus dugaan penembakan terhadap ET tersebut. Serta pula penembakan terhadap “tukang ojek” tersebut.
Hasil penyelidikan Komnas HAM RI sangat diperlukan saat ini, demi untuk mengungkap tabir kegelapan di balik serangkaian penembakan yang terus terjadi secara berulang-ulang di kawasan Pegunungan Tengah Papua dan tanpa ditindak lanjuti dengan proses penegakan hukum yang independen dan profesional berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), demikian Jubir JDP Yan Christian Warinussy.