- iklan atas berita -

 

MetroTimes (Surabaya) – Notaris Maria Baroroh S.H menjadi saksi dalam sidang lanjutan terdakwa Stefanus Sulayman, yang tersandung dugaan perkara penggelapan, digelar di ruang Candra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (30/11/2021).

Saat Hakim Tongani SH Mhum membuka sidang yang terbuka untuk umum.

Spontan Saksi Notaris Maria Baroroh SH langsung menyampaikan pada mejelis hakim, bahwa keterangannya dalam BAP yang menyebutkan pada 22 Juni 2017, penerimaan sertifikat dan tanda tangan akta, itu tidak benar.

“Yang benar adalah penerimaan sertifikat. Itu setelah saya ingat -ingat pada hari yang sama yakni 20 Juni 2017 dari Harto Wijoyo sendiri. Begitu pula tanda tangan akta pada hari yang sama pula,” ucapnya.

ads

Giliran pertama bertanya diberikan pada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rakhmat Hari Basuki SH dan Winarko SH dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa-Timur bertanya pada saksi notaris Maria Baroroh SH, mengenai akta perjanjian antara Stefanus dan Harto.

“Akta perjanjian Ikatan Jual Beli dan Kuasa Jual atas 7 aset di Malang milik Harto Wijoyo. Ada aset yang akan dibeli Stefanus dan Hendra. Namun, aset aset itu masih di Bank BRI Malang,” ujar notaris Maria.

Dijelaskannya, ada data-data dan dokumen dari Harto, pegawai BRI , pegawai Stefanus. Bahkan, ada data yang diterima langsung dari Harto Wijoyo sendiri. Padahal, Harto pada sidang sebelumnya menyatakan tidak pernah ketemu notaris Maria Baroroh SH.

Keterangan saksi Harto Wijoyo dengan sendirinya terbantahkan dan tidak benar adanya.

“Bahkan ada data yang terima langsung dari Harto ,” katanya.

Menurut Maria Baroroh SH, ada chat dengan Harto yang diberi nama Harto Chat Malang. Harto memberikan KTP suami-istri dan dokumen lainnya pada 20 Juni 2017. juga ada keterangan perbedaan nama dari Kelurahan.

Untuk pembuatan akta 141 sampai akta 146 dan tanda tangan akte dilakukan di Kawi Lounge Sheraton. Para pihak hadir semua dan lengkap. Mereka yang hadir adalah Harto Wijoyo, Stefanus Sulayman, Hendra Theimailattu , Iwan dari BRI, staf keuangan Stefanus dan lainnya.

“Kalau tidak hadir, nggak bisa buat akte. Pembuatan 7 akte ada jeda waktu sekitar 45 menit hingga pukul 16.30,” cetus Maria Baroroh SH.

Saat dibacakan akte tersebut, baik penjual dan pembeli tidak ada keberatan. Notaris Maria juga membacakan akta satu per satu. Namun demikian, tidak membuat dokumentasi , berupa foto, video atau lainnya.

“Tidak diwajibkan membuat dokumentasi. (Yang terpenting) tidak ada blanko kosong yang ditandatangani para pihak. Hanya tanda tangan dan cap jempol,” cetusnya.

Sewaktu ditanya saksi notaris Maria, penjual dan pembeli bilang sudah lunas. Tetapi, tidak minta bukti pelunasan.

Dalam hal ini, Notaris Maria sudah melakukan prinsip kehati hatian , karens sebelum tanda tangan sudah dilakukan pengecekan data-data pribadi untuk pembuatan Ikatan Jual Beli. Dan sebelum penandatanganan dihadiri 2 orang saksi.

Disinggung Jaksa Rakhmat Hari Basuki SH mengenai apakah mengetahui tentang perjanjian Repo Aset antara Harto dan Stefanus ?

Saksi Maria Baroroh SH menjawab, mulai tahu soal Repo Aset ketika pengacara Harto datang ke kantornya pada tahun 2019. Notaris Maria menyuruh ketemu langsung Stefanus saja.

“Sejak awal, saya nggak tahu ada Perjanjian Repo Aset. Selama tidak ada perintah pengadilan untuk pembatalan akte,” ungkapnya.

Masih kata Maria, penyidik sempat minta minuta akte asli untuk dilabforkan. Cap jari asli , tetapi tidak dilampirkan.

Giliran Ketua Tim Pensehat Hukum (PH) terdakwa , yakni Ben D Hadjon SH bertanya pada saksi notaris Maria, apakah benar ada blanko kosong yang ditanda tangani.

“Tidak benar ada blanko kosong dilakukan sama sekali. Untuk nama Harto Wijoyo ditulis tangan dan tanda tangan materai. Nggak benar kata Harto tidak tercetak untuk Ikatan Jual Beli. Sudah ada isinya,” jawab Maria Baroroh SH.

Kembali PH Ben D Hadjon SH bertanya pada saksi, apakah pernah mengajukan gelar perkara di Mabes Polri.

“Terima SPDP atas petunjuk Jaksa dimintai keterangan sebagai tersangka dan dikriminalisasi pada Juni 2021. Waktu itu, Harto Wijoyo, Hendra, Charis Junaedi hadir. Ada konfrontir, terkait tanda tangan akte Jual Beli dan Kuasa Jual. Harto katakan di blanko kosong. Sedangkan , yang lainnya katakan ada tanda tangan di minuta akte,” jawab Maria Baroroh SH.

Dan hasil gelar perkara adalah bukan tidak pidana dan di SP-3 kan. Pada LP yang sama dan perkara yang sama pula, disimpulkan bukan perkara pidana. Sedangkan bukti uji forensi tanda tangan, notaris Maria yakin identik dengan tanda tangan Harto.

“Sekarang muncul masalah terkait blanko kosong,” ungkapnya.

Ketika ada perjanjian repo Aset yang berlaku 2 tahun, itu bisa dikesampingkan jika ada perjanjian baru. Perjanjian itu berakhir dan Harto Wijoyo melakukan gugatan perdata di PN Surabaya.

Putusannya, gugatan Harto tidak bisa diterima. Akta yang dibuat notaris masih dinyatakan sah. ” Sama-sama wanprestasi. Harto tidak membayar uang Rp 12 miliar, sebagaimana diperjanjikan pada Repo Aset. Saat gugatan perjanjian Repo Aset sudah jatuh tempo,” tukasnya.

Nah, setelah pemeriksaan saksi dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Ketua Tongani SH Mhum mengatakan, sidang akan dilanjutkan pada Selasa (2/12/2021) mendatang.

Sehabis sidang, Ben D Hadjon SH menegaskan, seperti yang dikatakan pada minggu kemarin, tidak tertarik untuk membantah keterangan saksi Harto Wijoyo.

“Yang terpenting bagi saya, bukan dia (Harto) mau ngomong apa di persidangan. Mau ngomong apa, terserah dia. Apakah omongannya itu didukung alat bukti atau tidak ?,” tandasnya.

Hari ini, lanjut Ben D Hadjon, SH, ketika notaris Maria Baroroh SH dihadirkan sebagai saksi oleh JPU, justru banyak hal yang terungkap di persidangan. Pertama, akta itu dibacakan dan para pihak membubuhkan tanda tangan.

Yang paling penting adalah terkait blanko kosong itu, ternyata ada isinya. Katanya, nama nama sudah diketik semua. Faktanya, ditulis tangan. Dan ketika mengajukan gugatan wanprestasi, Perjanjian Repo Aset sudah jatuh tempo. Harto wanprestasi dan belum bayar Rp 12 miliar sampai saat ini.

Jadi, dalil dia (Harto) mau bayar dan Stefanus tidak mau itu, kan dijawab di putusan perdata itu. Kan bisa lewat mekanisme konsinyasi,” kata Ben D Hadjon, SH. (nald)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!