- iklan atas berita -

 

MetroTimes  (Surabaya) – Demi menekan laju virus Covid-19 yang kembali meledak pemerintah terus menggencarkan program vaksinasi Covid-19.

Bahkan masyarakat yang termasuk ke dalam sasaran penerima vaksin Covid-19, akan dikenakan sanksi administratif apabila tidak mengikuti program vaksinasi Covid-19 tersebut.

Hal itu seperti yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres No, 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vakisnasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.

Seperti keluhan warga Surabaya dari Bulak Banteng Lor, yang disampaikan kepada media yang sedang meliput kegiatan Vaksinasi di Gelora 10 Nopember, Tambaksari Surabaya.

ads

“Saya sebenarnya ini takut vaksin Covid-19, soalnya banyak kejadian ada yang habis vaksinasi jadi sakit. Contohnya kemarin tetangga saya setelah vaksinasi Covid-19, terus sakit selama seminggu kemudian meninggal, makanya saya takut sekali,” terang Sumiati warga Bulak Banteng Lor yang mengantri bersama suaminya di Gelora 10 Nopember Surabaya, Sabtu (3-7-2021).

“Saya ikut vaksinasi ini terpaksa, karena kemarin saya di telpon kakak saya katanya, “Melok o, koen engkok angel ngurus-ngurus surat (Ikuto, kamu nanti susah untuk mengurus surat, Red)”. Kakak saya juga takut keluarganya dipersulit. Jadi saya mau tidak mau ya saya vaksin. Informasinya sudah banyak yang dengar semua,” cetusnya.

“Informasinya sudah banyak yang dengar semua. Soalnya katanya kalau tidak punya sertifikat vaksin Covid-19 tidak boleh pengurusan surat-surat seperti SIM, KK, SKCK, pokoknya segala pengurusan,” imbuhnya.

Perkantoran dan Pertokoan ditutup untuk mensukseskan Vaksinasi Covid-19. Perkantoran dan pertokoan dianggap kerumunan, tapi berjubel antrian vaksinasi wajar.

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2021.

Pasal 13A.
(1) Kementerian Kesehatan melakukan pendataan dan
menetapkan sasaran penerima Vaksin COVID-19.
(2) setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran
penerima Vaksin COVID-l9 berdasarkan pendataan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mengikuti Vaksinasi COVID- 1 9.
(3) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (21 bagi sasaran penerima Vaksin COVID-
19 yang tidak memenuhi kriteria penerima Vaksin
COVID-19 sesuai dengan indikasi Vaksin COVID-19
yang tersedia.
(4) Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran
penerima Vaksin COVID- 19 yang tidak mengikuti vaksinasi Covid-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan sanksi administratif,
berupa:
a. penundaan atau penghentian pemberian
jaminan sosial atau bantuan sosial;
b. penundaan atau penghentian layanan
administrasi pemerintahan; dan/atau
c. denda.
(5) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh kementerian,
lembaga, pemerintah daerah, atau badan sesuai
dengan kewenangannya.

Pasal 13B
Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin COVID- 19, yang tidak mengikuti Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam pasal 13A ayat (2) dan menyebabkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan penyebaran COVID- 19, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 13A ayat (a)
dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan undang-undang tentang wabah penyakit menular.

Sementara Pemerhati Kebijakan Publik, Warsono S.H., menegaskan, Pemaksaan vaksin dari pemerintah ini dalam bentuk yang membatasi ruang atau mencabut hak ruang untuk pelayanan masyarakat yang tidak mau di vaksin Covid-19. Ini tentu pemerintah sendiri harus paham bahwa tindakan ini atau kebijakan ini adalah kebijakan yang tidak bijak, yang melanggar Undang-Undang Dasar. Melanggar setiap hak warga negara, yang berhak mendapatkan pelayanan, berhak mendapatkan kebebasan untuk berekspresi, kebebasan untuk menentukan hakekat dirinya sendiri.

Ia juga menyampaikan, Dalam hal pemerintah memaksakan vaksinasi Covid-19 kepada masyarakat tujuannya tidak jelas. Pemerintah juga tidak bertanggung jawab tentang akibat atau dampak yang ditimbulkan oleh vaksin itu sendiri. Padahal sudah banyak nyata terjadi orang-orang yang divaksin, pemerintah tidak boleh tutup mata kalau memang sudah terjadi dan dampaknya sudah ada. Ada yang strok, habis divaksin sorenya panas, besoknya buta itu ada, besoknya meninggal itu juga banyak.

Jadi kalau pemerintah dalam hal ini hanya memaksakan untuk divaksin tapi tidak melihat dampak yang terjadi atas vaksin itu dan tidak bertanggung jawab, maka ini bukan negara hukum, ini negara preman, negara liar, negara rimba. Kita tentu tidak mau juga negara ini dianggap negara rimba.

“Pemerintah harus betul-betul melihat dengan fakta yang ada. Harus betul-betul yang diutamakan adalah keselamatan rakyat, jangan melihat anggaran Covid begitu besar, akhirnya bagaimana anggaran itu bisa diserap maka dengan segala cara memaksakan anggaran itu agar terserap, contohnya dengan memaksakan vaksin. Ini liar. Jadi pemerintah harus berubah untuk menjalankan kebijakan itu semurni-murninya berdasarkan ketentuan Undang-Undang Dasar,” kata Warsono yang geram dan sedih melihat kondisi Indonesia saat ini.

Jadi peraturan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar atau Undang-Undang tidak wajib dilaksanakan, salah satunya memaksakan vaksin ini.

Menurut Warsono, Masyarakat dalam hal ini dilematis, bagi masyarakat awam tentu tidak punya pilihan, mereka harus divaksin daripada tidak mendapatkan pelayanan. Tetapi bagi masyarakat yang mempunyai intelektual tinggi atau mempunyai kemampuan untuk melawan tentu mereka tidak akan mau divaksin Covid-19, karena dampak itu tidak ada tanggung jawab negara. Maka yang terjadi nanti adanya gugatan-gugatan dari orang-orang yang mampu atas tidak dilayani karena tidak divaksin menjadi proses hukum. Kita menjadi penggugatnya yang tidak mau divaksin dan tentu masyarakat menang. Kemudian akan menjadi memalukan bagi pemerintah.

Himbauan untuk masyarakat tentang vaksin yang dipaksakan dan kalau tidak mau, maka tidak mendapatkan pelayanan. “Saya berharap masyarakat tidak takut. Berteguhlah pada pendirian, bahwa tidak mau divaksin adalah hak asasi, yang harus dipertahankan. Kalau pemerintah memaksakan diri, harus ada keseimbangan. Harus ada pernyataan pemerintah kalau terjadi dampak negatif, maka pemerintah harus bertanggung jawab, itu baru bisa berjalan. Saya pun juga akan mau kalau pemerintah mau bertanggung jawab dengan segala kerugian yang dialami warga negara,” ujarnya.

“Pertanggung jawaban pemerintah belum kelihatan sama sekali. Bahkan yang namanya kehilangan mata, kehilangan jantung, organ tubuh lain, pemerintah juga sampai hari ini juga tidak ada respon untuk proses hukum,” imbuhnya. (nald)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!