Metro Times (Purworejo) Kasus kriminalitas atau persoalan hukum yang melibatkan anak usia pelajar kian marak terjadi dan membutuhkan upaya pencegahan dari berbagai pihak, khususnya keluarga serta pihak sekolah. Namun, upaya pencegahan hal yang lebih penting adalah peningkatan kesadaran dari anak atau pelajar terkait pemahaman hukum.
Hal itu mengemuka dalam acara Penyuluhan Hukum bertajuk “BPHN Mengasuh” yang digelar oleh Badan Penyuluhan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM bekerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yayasan Adil Indonesia Purworejo di SMA Negeri 5 Purworejo, Kamis (6/4/2023).
Penyuluhan diikuti ratusan siswa sekolah setempat menghadirkan narasumber para penyuluh hukum dari Kemenkumham Kantor Wilayah (Kanwil) Jawa Tengah dan para pakar hukum Yayasan Adil Indonesia. Hadir Kepala SMAN 5 Purworejo, Cahyo Winarno SPd MPd, bersama para guru.
Dalam kesempatan itu seluruh siswa mwndapat berbagai materi secara spesifik. Selanjutnya mereka diajak untuk menjadi generasi sadar hukum agar mampu mencegah terjadinya tindak melawan hukum di lingkungannya.
Salah satu penyuluh hukum Kemenkumham Kanwil Jawa Tengah, Lily Mufidah SH MH, saat dikonfirmasi pada sela-sela kegiatan menyebutkan bahwa Program BPHN mengasuh memiliki sasaran pelajar, terutama tingkat SMA/SMK sederajat. Di Kabupupaten Purworejo, program tersebut sudah dilakukan di beberapa sekolah bekerja sama dengan Organisasi bantuan Hukum (OBH). Akhir Maret sampai pertengahan April.
“Ini sudah kesembilan kali. Program ini berangkat dari keprihatinan kita terhadap maraknya kasus-kasus pidana yang melibatkan anak. Salah satu faktornya mungkin karena ketidaktahuan bahwa anak ini juga bisa dipidana,” sebutnya.
Menurutnya, bebagai wawasan terkait hukum disampaikan dalam penyuluhan. Salah satu materi pentingnya yakni mengenai UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang di dalamnya antara lain menyebutkan bahwa anak usia 12 sampai 18 tahun dapat dipidana.
“Ini perlu dipahami oleh siswa agar mereka tahu apa saja batasan-batasan yang tidak boleh dilakukan sehingga dapat terhindar dari persoalan hukum,” terangnya.
Lily mengungkapkan bahwa jumlah anak berhadapan dengan hukum (ABH) terus meningkat dari tahun ke athun. Persoalannya pun kian kompleks. Beberapa kasus yang mendominasi yakni asusila, pencurian, dan narkoba.
“Itu bisa dilihat dari grafik tingkat hunian di LPKA Klas I Kutoarjo ya. Ada sejumlah tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang masih sekolah, tetapi lebih didominasi anak-anak putus sekolah,” ungkapnya.
Lebih lanjut pihaknya menyampaikan bahwa untuk mencegah kriminalitas anak dibutuhkan peran berbagai pihak, khususnya pihak Internal yakni keluarga dan pihak eksternal meliputi sekolah dan lingkungan tempat tinggal.
“Memang untuk pencegahannya membutuhkan komitmen dari semua pihak. Misalnya pihak sekolah bisa cara membangun kreativitas siswa agar lebih memahami potensinya sehingga mampu mencegah dari aktivitas negatif. Selain BPHN Mengasuh ini, kami dari Kemenkumham juga mempunya program Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Mengajar,” tandasnya.
Amin Alfina, siswa kelas X-3 yang menjadi peserta, mengaku mendapatkan banyak ilmu baru usai mengikuti penyuluhan. Menurutnya, hal itu melengkapi pengetahuan hukum yang diterimanya dalam proses pembelajaran di kelas.
“Penjelasannya lebih detail dari pelajaran di kelas. Kita juga jadi tahu upaya-upaya pencegahan tindak pidana, seperti yang sekarang paling berpotensi terjadi di lingkungan sekolah itu tawuran dan bullying atau perundungan,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur LBH Yayasan Adil Indonesia, Yunus SH, menyampaikan pentingnya anak atau pelajar mengetahui hokum. Menurutnya, Negara Indonesia memiliki ribuan peraturan perundang-undangan yang pada setiap penerbitannya masyarakat dianggap mengetahui.
“Yang dimaksud mengetahui itu sesuai sebagaimana asas fiksi hukum yang beranggapan bahwa ketika suatu peraturan perundang-undangan telah diundangkan maka pada saat itu setiap orang dianggap tahu. Asas fiksi hukum tertuang pada penjelasan pasal 81 UU No 12 tTahu 2011 tentang peraturan perundang-undangan,” bebernya. (dnl)