Metro Times (Purworejo) Ratusan warga Kabupaten Purworejo yang didominasi kalangan perempuan dan pensiunan mengaku menjadi korban investasi bodong bernama Cryptpboost. Tidak tanggung-tanggung, total kerugian yang mereka alami mencapai ratusan juta rupiah.
Sumaiyah (53), warga RT 2 RW 1 Desa Nampurejo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Purworejo, menjadi salah satu nasabah sekaligus korban. Saat dikonfirmasi, ia mengaku mulai tertarik mengikuti investasi tersebut sejak sekitar awal bulan puasa tahun 2021 setelah tergiur dengan iming-iming yang ditawarkan oleh pihak Cryotpboost, yakni bagi hasil 2 persen dari jumlah modal yang disetorkan.
“Awalnya sih bagus dan menggiurkan. Sekitar satu bulan sempat ada pencairan (bagi hasil) per minggunya, tapi setelah bulan puasa itu ga pernah ada pencairan dan macet sampai sekarang,” kata Sumaiyah, Sabtu (3/7).
Sumaiyah menyebut telah melakukan setoran modal 4 kali dengan jumlah sekitar Rp12 juta. Setoran dilakukan melalui bank kepada perempuan pemilik rekening berinisial Y yang bertindak selaku upline-nya dalam investasi tersebut.
“Mbak Y itu yang mengajak saya atau upline,” sebutnya.
Sumaiyah tidak sendiri. Nasib serupa juga dialami ratusan nasabah lain dengan jumlah setoran bervariasi. Dalam satu kelompoknya saja, ada sekitar 88 nasabah dengan total setoran modal mencapai Rp173 juta.
“Di luar kelompok saya masih banyak,” lanjutnya.
Lebih lanjut Sumaiyah mengungkapkan, macetnya pencairan hingga saat ini membuat para nasabah tersadar bahwa investasi yang mereka ikuti terindikasi bodong dan mengarah pada tindak pidana penipuan. Para korban pun sepakat untuk menempuh jalur hukum melalui seorang advokat bernama Kunto Wibisono SH untuk memperjuangkan kembalinya modal yang telah disetor.
“Sekarang kondisinya macet, udah ga bakalan keluar. Karena kan sudah disuruh WD , ternyata sudah WD 8 kali tetap ga ada pencairan. Kami juga sudah konfirmasi ke akun itu ternyata dana itu tidak masuk ke Indodax. Jadi Indodax itu cuma jadi kedok saja,” ungkapnya.
Sementara itu, Kunto Wibisono SH yang juga Ketua DPC Peradi Pergerakan Kabupaten Purworejo saat dikonfirmasi di kantornya menyebut ada sebanyak 266 orang yang telah memberikan kuasa untuk melakukan pendampingan hukum terkait persoalan tersebut. Mereka berasal dari berbagai desa dan latar belakang profesi, tetapi didominasi kalangan perempuan serta pensiunan.
“Total kerugian dari 266 nasabah itu sekitar Rp467 juta. Modalnya variatif, mulai Rp1,5 juta, Rp10 juta, Rp15 juta, Rp20 juta hingga Rp30 juta,” sebutnya.
Pasca pemberian kuasa itu belum lama ini, pihaknya telah melakukan sejumlah upaya. Termasuk menghimpun data-data dari pihak-pihak yang diduga terkait.
“Setelah saya pelajari, ternyata Cryptoboost diketuai dan dihimpun dananya oleh N yang beralamat di Maron Lonao serta Y yang beralamat di Jurangkah Desa Dadirejo Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo,” ungkapnya.
Pihaknya juga telah menemui langsung N untuk mendapatkan konfirmasi. Berdasarkan informasi yang diperoleh, ada sekitar 3 ribu nasabah yang tersebar di daerah Gombong, Kebumen, dan Purworejo terbanyak. “Purworejo terbanyak,” katanya.
Berdasarkan data-data yang telah dihimpun, lanjutnya, patut diduga Cryptoboost merupakan investasi bodong. Pasalnya, investasi berbasis online itu tidak mampu menunjukkan badan hukum atau legalitasnya. Sementara untuk meyakinkan calon nasabah, pihak Cryptoboost mencatut nama Indodax (PT Indodax Nasional Indonesia), yakni sebuah perusahaan berbasis teknologi yang mempertemukan penjual dan pembeli aset digital terbesar se-Indonesia.
“Cryptoboost tidak ada sama sekalai izin, baik dari pihak OJK maupun Bappebti,” jelasnya.
Diungkapkan, modus yang dijalankan Cryptoboost yakni dengan mengajak para calon nasabah bertemu di sebuah rumah makan untuk memberikan presentasi yang berisi iming-iming bagi hasil 2 persen dari modal. Para nasabah lalu diminta menyetor modal dalam bentuk rupiah untuk membeli dolar yang nilai dolarnya ditentukan pihak Cryptoboost.
“Ternyata bagi hasil 2 persen itu macet sampai sekarang,” ungkapnya.
Atas persoalan tersebut, Kunto menyatakan telah menyiapkan langkah hukum, yakni melaporkan kepada pihak Kepolisian dengan dugaan Pasal 378 tentang Tindak Pidana Penipuan dan Pasal 372 tentang Penggelapan.
“Kami terus mengumpulkan alat bukti dan korban-korban yang lain, tapi kami batasi mengingat kondisi Covid-19 saat ini. Kami akan berusaha membela dan mengejar pengembalian aset-aset korban,” tegasnya. (Dnl)