Metro Times (YOGYAKARTA) Retreat Katekisan merupakan agenda tahunan yang dilakukan oleh GKJ Purworejo. Agenda rutin ini dibuat supaya generasi muda tidak hanya sekedar mengetahui tentang ilmu agama, melinkan juga menghayati dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
“Generasi muda Kristen diharapkan mempratikan agama dalam kehiduoan internal dan eksternal mereka. Karena agama harus bermanfaat bagi orang lain, tidak hanya bagi diri sendiri. Kalau beragama hanya karena ingin masuk surga, itu pemikiran sempit. Agama harus bisa membuat dunia lebih baik,” kata Pendeta GKJ, Lukas Eko Sukoco, MTh.
Pendeta Lukas menyebut, kegiatan retreat tahun ini disusun beberapa sesi. Sesi pertama adalah bagaimana meneladani tokoh-tokoh Kristen semacam Williem Carey (India) dan lain-lain. Mereka adalah orang-orang sederhana dengan segala keterbatasannya namun punya pikiran besar dan berani melangkah meraih cita-citanya.
“Akhirnya para tokoh tersebut bisa menorehkan nama besar dalam sejarah dunia, merubah orang Kristen tidak hanya memikirkan Kekristenan tapi juga tentang dunia dan budaya,” kata Lukas Eko.
Dengan diceritakannya tokoh-tokoh tersebut, harapannya para katekis tidak hanya memikirkan agama sendiri namun juga dapat berbuat lebih pada bangsa, negara bahkan dunia.
Pada sesi kedua, para milenial ini digali apa masalah atau pergumulan hidup mereka serta harapan-harapannya. Sesi ketiga mereka diajak menelaah apa yang bisa dilakukan secara riil dalam kehidupan sehari-hari.
Hari kedua retret, peserta diajak untuk mengikuti senam dan kebaktian serta outbond.”Outbond ini tujuannya untuk kebersamaan dan mengimplementasikan apa yang dipelajari malam sebelumnya. Tentang kerendahan hati, tujuan hidup dan visi ke depan.”
Meskipun retreat merupakan agenda rutin, namun ada perbedaan selama dua tahun terakhir yaitu orang tua katekis diajak serta retreat, karena orang tua harus selalu menyuport kegiatan anak, bukan hanya berbentuk materi tapi mengikuti kegiatan retreat.
Usai retreat ada perubahan pelayanan yang semula berbentuk struktural dan kategorial berubah menjadi fungsional. “Tidak ada lagi kategorial dalam pelayanan atau misa seperti gereja lain. Misal ada misa anak, Misa hari Minggu, misa remaja dan sebagainya. Semua boleh mengikuti misa sesuai fungsional.”
Nama-nama komisi pun sekarang berganti menjadi Pokja (kelompok kerja) agar terkesan tidak kaku.
“Dalam beragama perlu kebersamaan bahkan dengan agama lain. Harapan saya, suatu saat dapat membuat suatu kegiatan lintas agama yang bermanfaat bagi masyarakat. Dalam waktu dekat kami mungkin akan bekerja sama dengan pondok pesantren,” pungkas Pendeta Lukas.
Katekisan retreat di hari kedua (10/11), diawali dengan senam pagi dipimpin oleh Pendeta Lintang Anggraini. Sementara dalam bacaannya, Pendeta Lintang mengambil dari Surat Timotius kepada jemaat di Tesalonika, yang berbunyi bahwa manusia harus berpegang teguh pada ajaran Tuhan. Selain itu, jemaat juga diminta untuk selalu bersyukur atas anugerah yang diberikan Tuhan pada mereka.
“Kita harus bersyukur atas anugerah yang diberikan Tuhan pada kita semua umatnya, Tuhan telah memberi kita keselamatan, tubuh yang sehat dan kuat, pemberian ini harus kita jaga dengan sebaik – baiknya, jangan mudah terpengaruh oleh hal – hal yang dapat menjauhkan kita dari ajarannya,” kata Lintang.
Usai kebaktian remaja dan orang tua katekisan diajak mengikuti outbond dan kegiatan lain yang menambah wawasan dan keimanan bagi remaja katekisan dan orang tua. Pada penghujung kegiatan, Pendeta Lukas Eko Sukoco berpesan sesudah retret, remaja katekisan harus menjadi generasi Tuhan.
Sementara pendeta Lintang Angraini, S.Si, menutup acara retreat dengan mengajak orang tua dan katekisan untuk meresapi dan memaknai arti retreat dengan saling berdoa.
Suasana heningpun perlahan berubah, air mata bahagia pecah ketika org tua dan katekisan saling berpelukan, seakan retreat bukan sekedar kegiatan jalan – jalan, namun retreat adalah ajang yang menyebabpan peserta mengalami pencerahan dan pertobatan serta membuat komitment untuk hidup baru. (dnl)