MetroTimes (Surabaya) — Minggu 12 Juli 2020 Siti Anggraenie Hapsari yang akrab disapa SAH beserta tim, mengadakan kegiatan penyemprotan desinfektan untuk pencegahan Covid – 19 di rumah-rumah warga RW 1 Kebraon, Karang Pilang Surabaya.
SAH juga mengadakan dialog dengan warga di Balai RW 1 Kebraon yang saat itu dihadiri oleh tokoh masyarakat, ketua RT / RW, ibu-ibu PKK, para kader Jumantik dan warga setempat.
Selang satu minggu setelah kegiatan SAH di RW 1 Kelurahan Kebraon, Kecamatan Karangpilang, Surabaya. Salah satu tokoh masyarakat Karangpilang menyampaikan, dengan pencalonan SAH sebagai wakil Walikota Surabaya membawa harapan yang baru dan pasti.
“Surabaya itu kota besar yang heterogen. Dan banyaknya warga Surabaya yang dalam kondisi menengah ke bawah, yang memang harus dibantu, harus disayangi, dan harus ada sosok figur yang mengasihi mereka, dalam artian mengasihi setulusnya,” terang Indra Wahyudi, tokoh masyarakat Karangpilang, kepada media di Surabaya, Sabtu (18/7).
Sosok bu Risma itu memang sangat berkenan di hati masyarakat Surabaya.
Indra Wahyudi, tokoh yang senantiasa berdekatan dengan anak-anak Karang Taruna, mengatakan, saya dan teman-teman senantiasa berdiskusi dan kesimpulan dari diskusi kita itu, Surabaya yang sudah indah, sudah tertata, sudah rapi, dan Surabaya ini perlu sentuhan sosok keibuan.
Saya lebih cendrung dari beberapa kali sosialisasi dari Ibu SAH. Saya melihat SAH, visinya masuk akal, dan misinya sudah tidak perlu kita ragukan lagi dan bentuk sosialnya pun sudah nyata.
“Saya melihat Surabaya ini banyak masalah hukum, khususnya hukum pertanahan, hukum kepastian kepemilikan hak-hak atas tanah maupun hak tanah-tanah yang dikelola oleh aset pemerintah kota yang belum terselesaikan,” jelasnya.
Di era bu Risma sudah cukup bagus, tetapi hanya sifatnya pendataan, belum ada satupun yang dieksekusi.
Lebih lanjut Indra menyampaikan, adik-adik milenial, mulai dari karang Taruna dan kelompok milenial lainnya yang biasa saya ajak diskusi. Adik-adik ini menyampaikan, bahwa memang Surabaya itu butuh sosok keibuan, tidak hanya lembut, tidak hanya sering marah, tetapi sosok yang merangkul, menyayangi, dan membimbing.
Surabaya ini sangat ironis ketika menentukan diterimanya seorang calon murid adalah dengan bentuk zonasi.
“Dengan cekatan, ibu SAH menyampaikan, bahwa itu salah satu programnya dan tidak setuju dengan adanya sistem zonasi, karena sangat merugikan anak-anak yang pandai,” kata Indra.
Dari satu titik tentang kepedulian kependidikan, belum kepedulian kesehatan, dan lain-lain. Saya melihat ada kelebihan di SAH, beliau bisa menyerap secara jenius aspirasi dan itu memang satu visi dan satu harapan dengan masyarakat yang ditemui pada saat itu.
Tanggapan ibu-ibu di Kebraon. “Saya melihat, antusiasme keinginan masyarakat agar Surabaya di kelola seorang ibu. Di kelola seorang ibu inilah yang membuat ibu-ibu itu tetap rindu sosok daripada seorang ibu. Ketika ibu-ibu sudah mendengar paparan, dan bu SAH sendiri bisa berinteraksi dengan warga, maka sepulang bu SAH senantiasa ibu-ibu ini selalu berharap. Dan ibu-ibu bertanya, ‘Pak bagaimana ya caranya bu SAH bisa memimpin kota Surabaya ?’, karena inginnya mereka Ibu SAH memimpin Surabaya,” ujarnya.
Ini jadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi Bu SAH, karena harapan masyarakat cukup besar.
“Harapan ini yang saya harap dan kami semua masyarakat kota Surabaya, khususnya kelompok tokoh masyarakat, ibu-ibu PKK, Kader Jumantik dan termasuk anak-anak milenial. Karena melihat sosok Ibu SAH adalah sosok yang smart (pandai), tanggap, dan tidak bertele-tele kalau bicara,” imbuh Indra. (nald)