MetroTimes (Surabaya) – Sidang perkara dugaan penipuan dan penggelapan dengan terdakwa Liem Inggriani dan Liauw Edwin digelar dipengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Senin (16/11) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, keterangan Prof. Eddy O.S Hariej, S.H, M.H ahli dan guru besar pidana UGM dan pemeriksaan kedua terdakwa.
Johanna Uniek (istri dari Phien Thiono) menjelaskan , mencabut pernyataan yang dibuat tanggal 31 maret 2019 dan mencabut semua BAP di Mabes Bareskrim. Pernyatan 31 maret 2019 inilah yang membuat Liem Inggriani dan Liauw Edwin menjadi tersangka dan akhirnya menjadi terdakwa saat ini. Pernyataan ini di buat karena saksi di datangi oleh pelapor Kastiawan dan diminta untuk membuat pernyataan untuk tidak mengakui bahwa suaminya (PienThiono) pernah membeli 3 bidang tanah di Kalimantan dari Oenik Junaeni Asiem (istri pelapor Kastiawan Wijaya Oei).
Awalnya saya tidak tahu apa alasan saya membuat surat pernyataan yang di minta Kastiawan, untuk tidak mengakui adanya jual beli antara suaminya (Pientiono) dengan Oenik (istri Kastiawan Oei ). “Saat saya diperiksa penyidik AKBP Dwi Koernansiwaty saya tidak tahu peristiwa yang sebenarnya terjadi,” terang Johanna.
Saksi Johanna menjelaskan, setelah masalah ini meledak, dia baru tahu kejadian sebenarnya setelah di jelaskan oleh Notaris Made di persidangan. Bahwa setelah mengetahui adanya PPJB antara suami nya dan Oniek (20 Sept 2008),kemudian sekitar awal 2020 saksi sudah mengirimkan surat ke penyidik Mabes AKBP Dwi Koernansiwaty untuk mencabut semua BAP nya.
“Dalam pernyataan pencabutan itu ada 11 poin yang saya sampaikan kepenyidik, selain mencabut BAP itu, saya juga memberikan surat pernyataan tanggal 31 Maret 2019, bahwa transaksi tanggal 20 September 2008 yaitu pembelian 3 bidang tanah di Balikpapan oleh Phien Thiono dengan saudari Oenik Djunani Asiem dan Kastiawan Wijaya benar adanya, ” kata saksi.
Kemudian Penasehat Hukum terdakwa, Yafet.K menanyakan tentang tanda tangan dalam berkas Berita Acara Sumpah, dimana team penyidik Mabes di ketuai oleh AKBP Dwi Koernansiwaty. Saksi Yohana menegaskan, bahwa tanda tangan yang ada dalam berkas itu bukan tanda tangannya.
Dihari yang sama saksi Ahli Prof.Dr. Eddy O.S. Hariej, S.H.,M.H. guru besar dari UGM, menjawab pertanyaan dari penasehat hukum terdakwa.
Dalam kaitan jual beli jika seseorang A dan B. A dan B lanjut Yafet, dalam hal ini A bertindak selaku penjual dan B adalah pembeli, A dan B ini sudah menandatangani Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB). Apakah dalam hal ini pembeli bisa dianggap berpura-pura.
“Didalam suatu perjanjian itu, lanjut ahli kalau sudah ada perjanjian yang mengikat, dan itu sudah sesuai, maka dalam hal itu tidak ada lagi ke pura-puraan,” jelas ahli pidana Prof. Edward O.S Hariej S.H,M.H, selain itu ahli menjelaskan , bila masalah sudah di selesaikan perdata dan sudah inkrah dengan adanya Konsinyasi, maka perbuatan melawan hukumnya sudah tidak ada.
Dikesempatan itu juga Jaksa Penuntut Umum (JPU) menanyakan terkait unsur perdata dan unsur pidana. Didalam persoalan ini ada unsur pidana dan ada unsur perdata, dalam hal ini apakah terhadap peristiwa hukum itu boleh dua-duanya atau boleh salah satu saja, tanya Jaksa.
Saksi ahli menjawab , kalau pertama sudah dilakukan masalah perdatanya. Konteknya masalah hukum perdata dan hukum pidana itu bisa dilakukan, apabila hukum perkara perdatanya tidak berkuatan hukum tetap.
“Namum apabila kontek dalam perkara perdata itu sudah berkuatan hukum tetap maka tidak lagi berfungsi perbuatan pidananya,” papar Prof.Dr.Edward O.S Hariej,S.H,M.H.
Dijelaskan ahli, dalam suatu permasalahan sudah ditempuh jalur perdata dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan apa yang ada diisi putusan itu pihak tergugat dalam hal ini juga sudah dilaksanakan.
Maka dengan dilaksanakannya putusan perdata yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, (incrah), maka unsur sifat pidananya menjadi hilang. (nald)