Metro Times (Purworejo) Kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan sekitar demi mewujudkan masyarakat yangs sehat masih jauh dari harapan pemerintah. memilah dan membuang sampah pada tempatnya masih rendah. Hal itu disebabkan oleh belum terbudayanya kebiasaan individu dalam menangani sampahnya sendiri. Akibatnya sampah menjadi masalah yang tak kunjung dapat diselesaikan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Purworejo, Bambang Setyawan mengemukakan, sampai kapanpun sampah tetap akan menjadi masalah jika tidak ada edukasi serta kemauan dan kesadaran masyarakat untuk mengurangi serta mengolah sampah yang setiap hari diproduksi.
“Produksi sampah di Purworejo mencapai puluha ton sehari. Ini akan jadi masalah jika kita tidak segera membiasakan warga disiplin dalam memilah dan membuang sampah pada tempatnya,” ungkap Bambang di kantornya kemarin.
Lebih lanjut dikatakannya, selama ini masyarakat cenderung dimanjakan oleh pelayanan petugas kebersihan yang mengumpulkan sampah. Padahal, tidak ada kewajiban pemerintah untuk melakukan hal tersebut. Tugas DLH hanya sebatas mengelola sampah dari tempat pembuangan sementara (TPS).
Menurut Bambang, masyarakat tidak teredukasi untuk mengelola sampahnya. Keadaan ini juga menyebabkan anggaran bidang pengelolaan sampah dan kebersihan daerah terus membengkak. Tahun ini saja, bidang tersebut menelan anggaran tiga milliar lebih.
“Oleh karena itu pemerintah akhirnya mengatur dan mulai membiasakan masyarakat membuang sampah di TPS. Itupun harus dipilah terlebih dahulu. Baru kemudian petugas kami mengelolanya. Kalau tidak begitu, persoalan sampah tidak akan selesai,” ujarnya.
Kendati demikian, Bambang juga mengakui pihaknya masih memiliki sarana prasarana, tenaga serta anggaran yang terbatas untuk mengelola sampah. Utamanya adalah keberadaan TPS yang idealnya ada disetiap desa dan kecamatan, supaya terjangkau oleh masyarakat.
Untuk menunjang pengelolaan sampah, kata Bambang juga diperlukan adanya bank sampah yang dikelola mandiri oleh masyarakat. Fungsinya adalah untuk menampung sementara sampah buangan dari rumah tangga. Idealnya ada di setiap RT atau RW.
“Jumlah bank sampah baru ada satu di masing-masing kecamatan. Sedangkan di lingkungan perkotaan sudah ada sekitar 25 unit (bank sampah,red),” sebutnya.
Bambang menuturkan, untuk mengejar pembangunan bank sampah, DLH sedang dalam proses menjalin kerjasama dengan pemerintah desa dan kelurahan supaya untuk membentuk kelompok pengelolaan sampah/bank sampah secara swadaya.
Dijelaskan, jika disetiap desa sudah terbentuk kelompol tersebut, DLH akan memfasilitasi proses pengelolaan selanjutnya. Mulai dari penyediaan TPS dan petugas pengangkutan sampah menuju tempat pembuangan akhir (TPA). “Setelah dipilah baru diangkut,” katanya.
Dari hasil pemilahan itu, sampah digolongkan terlebih dahulu. Mana yang bisa diolah kembali, dan mana yang harus dimusnahkan. Rumus tersebut dinilai sangat jitu mengurangi angka tonase sampah yang masuk ke TPA yang selama ini selalu meningkat dengan jumala besar.
Sebagaimana hal itu disampaikan Kepala Bidang Kebersihan dan Pertamanan DLH Purworejo, Maria Dino Handajani. Menurutnya, sampah yang masuk ke TPA Jetis mencapai 40 Ton per sehari. Artinya produksi sampah di lapangan melebihi angka tersebut.
“Itu hanya yang masuk ke TPA. Kalau produksi sampah di masyarakat lebih dari itu,” ujarnya. Jumlah itu membuat tenaga kebersihan yang hanya berjumlah 150 orang kewalahan untuk mengelola sampah, mulai dari mengumpulkan hingga mengangkut ke TPA. (dnl)