Metro Times (Purworejo) Perkara pembunuhan dengan terdakwa Gunardi memasuki sdiang kelima dengan agenda pembacaan pembelaan atau Pledoi dari penasihat hukum terdakwa di Pengadilan Negeri Purworejo, Kamis (10/10). Sekitar 120 warga Desa Panggeldlangu Kecamatan Butuh turut mengawal persidangan dan melakukan aksi demonstrasi.
Mereka tidak puas dan mempertanyakan tuntutan 20 tahun penjara dari jaksa penuntut umum (JPU) kepada terdakwa yang telah membunuh istrinya, Siti Sarah Apriyani, serta mertuanya Muh Yahyono dan Endang Susilowati. Sebelum persidangan mulai, aksi protes juga dilakukan warga dengan mendatangi kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Purworejo.
Warga membawa sejumlah spanduk berisi kritik terhadap JPU dan meminta agar terdakwa divonis hukuman mati. Meski sempat tegang, sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Mardison SH berlangsung tertib dengan pengawalan ketat kepolisian. Kapolres Purworejo AKBP Indra Kurniawan Mangunsong turut memantau langsung.
Dalam pembelaannya, kuasa hukum terdakwa, Is Supriyono SH dari LBH Sakti, menyatakan sepakat dengan JPU bahwa tidak ada unsur perencanaan dalam perkara tersebut. Namun, pihaknya menyatakan siap menerima putusan majelis hakim pada akhir persidangan mendatang.
Sementara itu, kuasa hukum keluarga korban, Didik Haryanto dari Jawa Timur, menilai bahwa tuntutan JPU yang hanya 20 tahun sesuai pasal 338 tidak rasional. JPU dinilai lalai karena tidak memperhatikan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
“Dengan diabaikannya fakta persidangan, maka unsur perencanaan sesuai pasal 340 tidak terpenuhi, sementara fakta persidangan unsur perencanaan terbukti. Dari keterangan saksi di persidangan menyebut bahwa terdakwa telah menyiapkan obat bius, lakban, dan pisau dari Jakarta,” kata Didik.
Pihak keluarga dan warga tetap meminta hukuman mati atau seumur hidup bagi terdakwa karena perbuatannya sangat sadis. Terdakwa telah membantai tiga anggota keluarganya, yakni istri dan kedua mertuanya.
“Sidang selanjutnya tanggal 24 Oktober dengan agenda putusan. Kami berharap seperti janji majelis sendiri bahwa majelis tidak akan terpengaruh terhadap tuntutan JPU atau pledoi. Majelis punya hak untuk memberikan putusan sesuai dengan fakta-fakta persidangan,” tegasnya.
“Dampak dari pembunuhan tidak hanya bagi keluarga korban, tapi juga masyarakat luas. Ini harus jadi pertimbangan majelis agar nanti masyarakat bisa kondusif semua,” imbuhnya menandaskan.
Terpisah, Humas PN Syamsumar Hidayat menyampaikan bahwa dalam persidangan juga ada usulan dari pihak korban melalui pengacaranya agar dibuka sidang sekali lagi guna mendengarkan keterangan saksi dari pihak JPU.
“Mengacu pada pasal 182 KUHAP atas permintaan Penuntut Umum, sidang dapat dibuka sekali lagi untuk mendengarkan saksi dari JPU. Jadi agenda sidang tanggal 24 Oktober mendatang bisa jadi dua, pertama apabila Majelis Hakim pemeriksaan keterangan saksi dari PU yang diajukan oleh keluarga korban karena ada satu saksi yang belum dimintai keterangan oleh MH ataupun penyidik. Agenda kedua adalah pembacaan vonis,” jelas Syamsumar Hidayat. (dnl)