Metro Times, (Kebumen), Penyampain pelurusan sejarah dinilai kurang pas, spanduk yang dipasang oleh Organisasi Shiddiqiyayah harus diturunkan petugas, yang semula diberitakan dipasang oleh Yayasan Assidiqiyah Kebumen pada Senin (16/08) sore.
Di hadapan Muspika, Sutrisno salah satu anggota Shiddiqiyah sekaligus pemasang spanduk mengatakan ingin meluruskan sejarah. Namun pernyataan tersebut dinilai pemerintah kurang pas, karena spanduknya memicu perdebatan publik.
Saat dimintai keterangan, Kasat Intelkan Polres Kebumen AKP Cipto Rahayu mengatakan jika ingin meluruskan sejarah dari pihak Shiddiqiyah bisa melalui forum.
“Jika mereka memasang spanduk, warga yang membaca tidak bisa ber-argument. Warga hanya bisa membaca tanpa ada penjelasan dari pihak Shidiqiyah selaku pemasang spanduk itu,” terang AKP Cipto.
Di dalam spanduk tersebut terdapat tulisan 17 hari kemerdekaan bangsa Indonesia, 18 hari berdirinya NKRI. Ingat !!! Tegaskan dan lantangkan. Selamat mensyukuri kemerdekaan bangsa Indonesia yg ke 72. (17 Agustus 1945 – 2017) bukan kemerdekaan republik Indonesia !!.
Akibatnya, empat spanduk yang telah terpasang harus diturunkan dan dua lainnya harus gagal dipasang di sejumlah wilayah di Kebumen karena pengaduan masyarakat.
Bahkan, salah satu kepala desa di daerah kecamatan Buayan tidak terima adanya pemasangan spanduk itu. Dikatakan Kasat Intelkan, saat spanduk dipasang tidak ada ijin ke pemerintah desa.
Lanjut AKP Cipto, pencopotan spanduk tersebut harus dilakukan pemerintah untuk menghindari gesekan. AKP Cipto berpendapat, jika ingin meluruskan sejarah harus melalui tahapan dan perijinan.
Pihak Shiddiqiyah, beranggapan NKRI tidak pernah dijajah. Yang dijajah adalah bangsa Indonesia sebagaimana teks proklamasi atas nama bangsa Indonesia. NKRI baru di bentuk tanggal 18 Agustus 1945, Assidiqiyah di wajibkan mensyukuri nikmat kemerdekaan itu. (Daniel)