- iklan atas berita -

Metro Times (Semarang) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang (Unwahas) menyelenggarakan bedah buku ‘Keadilan Bagi Pak RT’, dengan tema “Kampung Harmoni Berujung Bui” di gedung C1 Fakultas Hukum Unwahas Semarang, Sabtu (8/12/18) malam.

Sementara Dekan FH Unwahas Dr Mastur, dalam sambutannya menceritakan sekilas isi tentang buku tersebut. Ia juga menyampaikan, fenomena hukum yang saat ini sedang terjadi. Menurutnya, dari sekilas buku tersebut, didalamnya bercerita bagaimana luar biasanya seorang Ketua RT yang menjalankan roda organisasi RT, namun berujung dijeruji besi.

“Saya miris dengan hukum di Indonesia dimana hukum tumpul ke atas namun tajam ke bawah, dengan artian hukum masih pandang bulu,” kata Mastur, dalam acara yang diselenggarakan, bekerjasama dengan Dewan Pengurus Daerah (DPD) Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Kota Semarang ini.

Dalam bedah buku tersebut, menghadirkan lima narasumber diantaranya, Yusak B. Hermawan, PhD, doktor ilmu filsafat lulusan Universitas Melbourne, Australia, sekaligus penulis buku, Ong Budiono; Wakil Ketua GMPK Kota Semarang, yang juga tokoh dalam buku, Dr Indah Sri Utari; Ahli Hukum Pidana Universitas Negeri Semarang (UNNES), dan Osward Febby Lawalata; Sekretaris DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Jawa Tengah, dan Ishak Ronsumbre; seorang advokat. Dengan moderatornya, Bahrul Fawaid; mantan Asisten Penghubung Komisi Yudisial (PKY) Jateng.

ads

“Kasus yang dialami Ong selaku Ketua RT2/2 Kelurahan Karangayu Kecamatan Semarang Barat ini sepatutnya dipidanakan, hanya karena Ketua RT menarik iuran warga pendatang, berakhir ditahan 10 hari di kepolisian. Tapi anehnya yang menangani bukan Polsek ataupun Polres melainkan Mabes Polri, makanya kami terpanggil dengan kisahnya,” kata Yusak B Hermawan,

Ia mengaku, mengkaji kasus ini bukan dari sudut pandang hukum semata, melainkan dari sudut pandang filsafat dan umum. Ia mengaku prihatin, masalah kriminalisasi sering terjadi. Ia juga mempertanyakan, mengapa meja hijau dengan mudah bisa terjadi di Indonesia, sedangkan Indonesia dikenal dengan keramahannya.

Namun justru menyelesaikan persoalan tidak dengan musyawarah mufakat, melainkan menggunakan tindakan kekerasan,” ungkapnya.

Sedangkan, Ahli hukum Pidana UNNES, Dr Indah Sri Utari, dalam papaparannya memandang buku itu sebuah kritik dari kegelisahan penulis ketika melihat ketidakadilan dalam penerapan hukum, yang tentunya tidak sesuai. Ia melihat, dalam kasusnya kondisi seorang Ong Budiono banyak simpatisannya dari warganya.

Indah juga membandingkan, Ong masih beruntung, berbeda dengan kasus yang dialami empat orang pemungut kapas sisa panen, yakni Manisih beserta kedua anaknya Juwono dan Rusnoto serta saudaranya Suratmi yang mendekam di Rutan Rowobelang karena dituduh melakukan pencurian 2 kilogram kapas milik PT Sigayung di Kabupaten Batang.

Tulisan ini sangat eksotis memberikan uraian kritik. Seharusnya berjudul Harmoni Tanpa Teori, jadi sangat tepat dan luar biasa. Kami juga melihat dari ulasannya ada bab khusus mengulas keharmonian di buku ini,” usul Indah.

Menurutnya, apabila Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diterapkan dengan baik oleh APH (aparat penegak hukum), tentunya tidak akan terjadi kasus kriminalisasi. Ia juga miris apabila ada oknum yang paham hukum, justru melakukan kutak-kutik pasal. Dikatakannya, didalam buku ini menjelaskan ada kritik, karena seorang Ketua RT di Semarang sampai ditahan di Mabes Polri, padahal yang bersangkutan orang Semarang.

“Jangankan seorang Ong Budiono, yang tadinya tak paham hukum kemudian ditahan. Seorang jaksa, polisi, hakim dan advokat sekalipun apabila ditahan bisa saja menangis, meskipun mereka paham hukum,” tandasnya.

Diungkapkannya, untuk menerapkan tindak pidana, sahnya alat bukti, jangan sampai seringan dan secepat yang dibuat-buat. Bagaimanapun penyidik perkara pidana harus memiliki nurani, agar mengetahui sah atau tidaknya alat bukti, kemudian tepat atau tidaknya, sehingga perlu didalami.

Artinya harus di analisis, kalau ndak memenuhi unsur-unsur, maka ndak perlu dilanjutkan, jadi tidak semua harus dilimpahkan ke pengadilan,” ungkap Dr Indah Sri Utari. (Daniel)

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!