- iklan atas berita -

Metro Times (Semarang) Dewan Pengurus Daerah (DPD) Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Kota Semarang memberikan catatan penting atas di mutasinya Ketua Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Purwono Edy Santoso ke Pengadilan Tinggi (PT) Sumatera Utara. Atas mutasi tersebut, GMPK juga memberikan ucapan selamat atas kenaikan jabatan tersebut. Namun demikian lembaga yang dipimpin secara nasional oleh Irjen Pol (Purn) Dr. Bibit Samad Rianto, MM, yang juga mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu, juga mempertanyakan mutasi dilakukan setelah Purwono diperiksa di penyidik KPK, sekalipun sebagai saksi atas perkara dugaan suap yang menjerat hakim PN Semarang nonaktif Lasito dan Bupati Jepara Ahmad Marzuki. Hal itu disampaikan, Ketua GMPK Kota Semarang, Joko Susanto dan Sekretarisnya, Okky Andaniswari.

“Kami menganggap masih terlalu dini mutasi Purwono tersebut, apalagi dari klaim Ketua PT Jateng Nommy HT Siahaan menyebutkan dibawah kepemimpinan Purwono, yang sudah mengabdi selama 1,5 tahun di PN Semarang banyak kemajuan dibuat, seperti pengadilan mendapat predikat A exelent, dari yang sebelumnya predikat B dan prestasi lainnyanya,” kata Joko kepada wartawan, Selasa (22/1/2019).

Pihaknya menyatakan, seharusnya apabila memang Purwono dianggap berprestasi, harus tetap dipertahankan hingga kasus Lasito dan Marzuki dilimpahkan dan disidang di PN Semarang, dengan begitu Purwono bisa terlebih dahulu melakukan perubahan dan perbaikan. Namun karena dipaksakan dimutasi, pihaknya justru menyatakan aneh. Apalagi surat keputusan mutasi jabatan tersebut sudah di terbit sekitar sebulan lalu, sebelum adanya penetapan tersangka kasus Lasito Marzuki.

“Makanya kami merasa janggal, karena kasus tersebut memang sudah janggal sejak awal. Apalagi dalam kasus itu, juga pernah dilakukan pemeriksaan Bawas Mahkamah Agung (MA) lebih awal sebelum ada penetapan tersangka KPK atas kasus hakim Lasito dan Marzuki,” ungkapnya.

ads

Dengan demikian,lanjutnya, pihaknya justru mempertanyakan apakah mungkin Bawas MA memang lebih dahulu sudah mencium aroma kasus tersebut, bakalan ada tersangka, sehingga Purwono dimutasi dengan cepat dan kebetulan pula, tidak berapa lama surat mutasi yang diklaim lebih dahulu diterbitkan, ada penetapan tersangka terhadap Lasito dan Marzuki.

“Yang jelas kami berharap KPK dapat membongkar habis kasus Lasito dan Marzuki ini, tanpa melakukan tebang pilih tersangka. Siapapun kami minta yang terlibat harus di proses, termasuk pengantar suap dan lainnya,” tandasnya.

Pihaknya juga menyarankan Mahkamah Agung segera mengevaluasi proses seleksi hakim. Kemudian mengidentifikasi jumlah hakim yang sebenarnya memang diperlukan saat awal seleksi. Dikatakannya, ia melihat dalam proses seleksi hakim, analisa MA kurang baik, sehingga ada saja hakim yang menjadi pelaku korupsi. Padahal dari segi kesejahteraan namanya hakim sudah ditingkatkan.

“Kami juga mengecewakan kinerja Komisi Yudisial (KY) yang tak bisa berbuat banyak atas permasalahan hakim. Kami mengusulkan KY dibubarkan saja, kalau tidak bisa melakukan pencegahan hakim-hakim pengadilan yang masih saja melakukan praktik korupsi dan pidana lain,” ungkapnya.

Dijelaskannya, khususnya di Semarang, sudah ada sejumlah hakim lebih dulu menghuni jeruji besi, dengan demikian kalau tidak ada perbaikan dan tindakan riil keberadaan lembaga pengawas hakim perlu dibubarkan saja, dengan begitu semua biar dikembalikan ke rakyat saja dalam hal pengawasan, daripada adanya KY tak bekerja optimal, sehingga keberadaanya terkesan seperti macan ompong dan terkesan hanya menghabiskan uang negara, tanpa melakukan tindakan singnifikan untuk melakukan pencegahan berbagai kasus yang menyeret hakim di Semarang.

Kami ingatkan hakim jangan sampai melakukan perbuatan tercela yang melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Kami juga mewanti-wanti agar para hakim di seluruh Indonesia jangan sampai ada lagi yang melakukan tindak pidana korupsi maupun lainnya,”imbuh Okky Andaniswari.

Termasuk pegawai KY di Jateng, juga diingatkan GMPK, agar bekerja maksimal dalam melakukan pencegahan dan selalu mengigatkan hakim agar bekerja sebagaimana kode etik yang ada. Kemudian pegawai KY juga diminta jangan sampai melakukan tindak pidana, seperti oknum-oknum hakim yang sudah diproses di pengadilan. Dikatakannya, bagaimanapun KY dan hakim-hakim di pengadilan maupun MA adalah lembaga yang perlu dijaga marwah dan keberadaanya.

“Jadi sudah selayaknya, kalau mereka (hakim, MA dan KY) salah sedikit saja, seperti contohnya mark up uang Rp 100 saja, sama saja mereka layak untuk dapat hukuman yang lebih berat. Apalagi sampai mark up, maupun melakukan suap dan korupsi hingga ratusan juga, sangat layak dihukum seumur hidup, bahkan sampai mati dan dimiskinkan total asetnya,” tandasnya.

Sebelumnya, Heru Kismandono dari Pengadilan Tipikor Pontianak, Kartini Marpaung dari Pengadilan Negeri Semarang, dan Asma Dinata dari Pengadilan Tipikor Semarang lebih dulu menghuni jeruji besi. (jon/dnl)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!