- iklan atas berita -

MetroTimes( Loteng NTB)Pemkab Lombok Tengah (Loteng), melalui Bakesbangpoldagri akan mengeluarkan kebijakan pembatasan iring-iringan kecimol, disetiap pelaksanaan pernikahan. Keputusan itu dikeluarkan, setelah mereka menerima laporan masyarakat, menyangkut potensi konflik sosial yang seringkali terjadi, diakhir upacara nyongkolan tersebut.

“Pembatasan penggunaan musik kecimol, akan kita mulai dari gerakan ditingkat desa dan dusun,” kata Kepala Bakesbangpoldagri Loteng HM Suhardi, kemarin.

Pembatasan diberlakukan, kata Suhardi karena mereka yang menikmati kecimol, biasanya mengkonsumsi minum-minuman keras, trak-trakan motor, kemacetan jalan raya dan mengganggu ketertiban umum. Diakhir cerita, gara-gara tegur sapa dan saling senggol, konflik sosial pun tidak bisa dihindari. Sehingga, tidak sedikit menimbulkan korban jiwa.

Di satu sisi, aparat keamanan berusaha semaksimal mungkin, menjaga keamanan iring-iringan nyongkolan kecimol tersebut. Hanya saja, kalah jumlah. Untuk itulah, Suhardi berharap agar pemerintah desa dan dusun, membuat aweq-aweq atau aturan adat, yang mengeluarkan imbauan pelarangan penggunaan kecimol di setiap upacara nyongkolan. Kecuali, gendang beleq.

“Salah satu desa yang menerapkan aweq-aweq kecimol itu adalah, Desa Rambitan, Pujut,” kata mantan Kabag Humas dan Protokol Setda Loteng itu.

ads

Desa yang satu itu, kata Suhardi yang konsisten memberlakukan pelarangan setiap warganya yang menikah, menggunakan kecimol. Kecuali, gendang beleq. Jika dilanggar, mereka akan mendapatkan sanksi desa. “Mohon desa-desa lain mengikuti,” serunya.

Menurutnya, dari sisi adat dan tradisi sosial budaya, nyongkolan menggunakan kecimol, bukan bagian dari adat Sasak. Hanya saja, alasan penggunaan iring-irigan tersebut, karena murah dan praktis. Sebaliknya, gendang beleq dianggap mahal, eksklusif dan biasa digunakan para keturunan bangsawan.

Pandangan seperti itu, kata Suhardi salah besar. Sebagai kesenian daerah modern, kecimol berada pada posisi puncak. Pelan-pelan, gendang beleq pun bergeser. Sehingga, peran serta tokoh adat, budayawan, agama dan masyarakat sangat dibutuhkan, guna meluruskan tradisi sosial budaya Sasak tersebut.

“Jangan sampai upacara sakral ternodai gara-gara, ikutannya membuat onar. Mohon para tokoh memberikan bimbingan dan arahan,” serunya.(Lalu.)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.

The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!